○32○Zero O'clock

952 86 5
                                    

× bernapaslah seperti kali pertama ×

******
Adiba memegang kepalanya yang terasa sangat berat. Setelah kejadian empat hari yang lalu saat Akbar memutuskan untuk pulang dan meninggalkan kegiatan karyawisatanya yang masih terhitung dua kali mengunjungi destinasi itu Adiba sama sekali masih tidak tahu apa sebenarnya yang membuat Akbar langsung menurut dan pulang begitu saja.

Ia pernah beberapa kali bertanya pada kedua teman Akbar tetapi mereka mengatakan kalau mereka tidak bisa menceritakan hal itu dan harus mendapat izin Akbar terlebih dahulu karena ini menyangkut masalah pribadinya dan double B sangat menghargai privasi teman mereka itu.

Pertanyaan mulai bermunculan di benak Adiba dan rasa gelisah selalu menghampirinya entah itu karena ia mengingat pesan yang Ken berikan ataupun masalah pada tidurnya yang masih belum bisa ia tenangkan sampai sekarang. Mata Adiba membengkak akibat semalam tepat pukul 00:00 Adiba merasakan suasana aneh itu kembali muncul dalam tidurnya dan lagi-lagi suara itu berhasil membuat Adiba menangis. Padahal saat ia ada di kamar hotel ia tidak pernah merasakan kedatangan aura itu lagi dan juga tidurnya selalu tenang tanpa terusik oleh suara bising ponsel.

Yang lebih membuat Adiba menangis adalah Aksa tidak datang ke kamarnya saat itu dan membuat Adiba semakin ketakutan karena suara itu seakan-akan sudah memegang knop pintu dan ingin masuk ke dalam kamarnya.

Adiba memimpikan ibunya.

"Jadi setelah satu minggu kamu baru ngerasain itu lagi?" tanya seorang wanita di hadapan Adiba sambil memainkan bolpoin di tangannya.

Adiba mengangguk.

"Apa kamu yakin suara itu sama atau kamu dengar suara yang aneh lagi selain itu?" tanya nya kembali.

"Adiba dengar suara yang sama kak. Dia terus bilang kalau dia mama Adiba," jawab Adiba dengan wajah sedikit tegang.

"Kamu ngapain aja selama karyawisata?"

Adiba nampak berfikir, "Adiba jalan-jalan ketempat yang bagus," jawabnya.

"Trus?"

"Adiba ngerasa ada yang ringan dalam pikiran tapi enggak tahu apa. Padahal di sana Adiba terus-terusan dapet sesuatu yang rahasia," kata Adiba sambil menatap lekat wanita di depannya.

"Maksudnya banyak rahasia?" ucap Nabila tak mengerti.

"Adiba jalan-jalan ke tempat yang banyak rahasianya kayak waktu di pantai yang katanya ada gerbang ke kerajaan kidul dan itu buat Adiba bingung memang nya itu beneran ada atau enggak. Adiba pengen mastiin sendiri," jelas Adiba membuat Nabila terkekeh.

"Dan satu lagi kak. Ada rahasia dari cowok yang Adiba suka tapi Adiba enggak tau apa rahasianya," kata Adiba sambil mendengus, "Adiba tanya ke temennya katanya mereka enggak bisa ngasih tau trus nyuruh Adiba nanya sendiri sama orang nya tapi Adiba enggak berani," lanjutnya.

"Mungkin dia enggak mau kamu sakit hati kalau tahu rahasia dia?" ucap Nabila menebak.

Adiba mengangguk, "Lagian dia juga orang nya enggak bisa cerita ke sembarang orang kak jadi Adiba cukup diem aja."

"Kamu suka banget sama cowok itu?" tanya Nabila.

Adiba mengangguk kembali, "Suka banget. Enggak tahu kenapa padahal Adiba baru aja kenal sama dia tapi kayaknya dia itu orang yang beda apa lagi dari sikap dia yang seolah nutupin banyak sesuatu itu buat Adiba semakin pengen deketin dia," ucap Adiba bersemangat.

"Dia orangnya kayak gimana?" tanya Nabila lagi. Kepo.

"Dia orangnya baik dan enggak suka sama orang yang ingkar janji. Dia susah senyum dan sering di panggil kulkas berjalan sama temen-temennya padahal dia enggak suka disebut dingin dan selalu bilang 'gue enggak dingin kalo gue dingin berarti gue udah mati' " Adiba terkekeh saat mengucapkan kalimat itu.

"Dia kelihatan cuek tapi Adiba ngerasa dia enggak secuek itu pas Adiba liat dia ketawa dan satu lagi. Dia suka banget benda di langit sana yang bernama bintang," tutur Adiba dengan perasaan berkecamuk.

"Oh ngerasa beruntung ya kenal sama dia?"

"Banget kak," ucap Adiba.

Nabila menghela nafasnya, "Padahal kamu mau kakak kenalin sama adik kakak," ucapnya lalu terkekeh, "Oh iya jadi kamu selama di sana perasaannya kayak gimana?" ucap Nabila lagi.

"Seneng kak. Adiba malah pernah mimpi Adiba jadi mermaid," cetusnya membuat Nabila benar-benar tidak bisa menahan tawanya.

"Jadi kamu nyaman disana dan perasaan kamu bahagia," ucap Nabila membuat Adiba mengangguk.

Nabila tersenyum kecil dan menghela nafas lega, "Kakak tahu sekarang caranya biar kamu enggak selalu ngerasain itu lagi," ucap nya membuat Adiba terkejut.

"Pertama kamu sebelum tidur udah ngerasa risih duluan karena masalah itu kan? Tapi pas kamu karyawisata karena kamu udah terlalu kecapekan jadi enggak mikirin hal itu lagi dan kamu bisa tidur nyenyak sampai pagi," jelas Nabila membuat Adiba mengiyakan dalam hati.

"Kedua kamu selalu mimpiin hal yang sebelum-sebelum nya belum pernah kamu mimpiin. Kamu selalu mimpiin mama kamu dan itu selalu buat kamu kebangun di jam itu," sambungnya.

"Jadi?" tanya Adiba tak mengerti.

"Jadi kamu harus berhenti ngingat dan berhenti cari tahu gimana mama kamu bisa meninggal. Itu yang jadi beban pikiran kamu selama ini dan itu udah terlalu menguasai tubuh kamu. Kamu bahkan bisa mendengar hal-hal yang enggak bisa orang lain dengar. Itu udah keterlaluan Adiba," ucap Nabila membuat wajah Adiba memucat.

"Tapi Adiba enggak bisa-"

"Kamu bisa. Kamu cuma perlu nyibukin diri kamu biar enggak terus kepikiran tentang itu," potong Nabila.

"Apa kakak yakin itu masalahnya?"

Nabila mengangguk mantap, "Kamu bisa percayain hal itu sama kakak," ucapnya sambil tersenyum membuat Adiba bernafas lega dan sangat berharap pada ucapan itu.

"Disaat jam menunjukkan pukul duabelas malam ingat aja kalau dunia buruk seakan berhenti dan berganti ke dunia yang baik. Segalanya adalah baru saat pukul nol-nol," ucap Nabila membuat Adiba menganggukkan kepalanya mengerti.

"Dan-"

Kedua wanita itu mengalihkan fokus mereka ke ponsel berwarna hitam milik Nabila yang berbunyi dan bergetar di atas meja membuat sang empunya cepat-cepat menjawab panggilan itu.

"Ngapa lo," ucap Nabila dengan sinis saat menjawab panggilan itu membuat Adiba mengerenyit.

"Enggak usah kesini ngerepotin aja tau gak lo. Paling-paling mau minta duit jajan kan?" katanya lagi.

"Yaudah sini kalo emang udah di parkiran. Emang dasarnya aja nelfon pas udah nyampe," desis Nabila lalu memutuskan panggilan itu.

"Kenapa kak?" tanya Adiba saat melihat perubahan raut wajah dokter di depannya itu.

"Adik kakak mau dateng. Enggak tau apa sebabnya padahal dia enggak pernah mau kesini kalau bukan kakak duluan yang minta," jawab Nabila dengan nada malas membuat Adiba bingung apakah mereka tidak akur?

"Adik kakak itu orang nya nyebelin Dib dia selalu sesukanya sendiri bahkan enggak pernah manggil kakak dengan sebutan kak selalu aja nyebut nama. Emang kurang ajar ya gitu," keluh Nabila membuat Adiba terkekeh. Baru kali ini ia melihat dokter yang selama ini menasihatinya sekesal itu.

"Memang dia kelas berapa?" tanya Adiba.

"Kakak tingkat kamu di sekolah," jawab Nabila.

"Kok aku-"

"Nah itu orang nya dateng. Enggak ngetok pintu dulu lagi," ucap Nabila membuat Adiba memutar badannya dan menengok ke belakang.

"Adiba?"

"Kak Akbar?"














🌹🌹
TBC

Eh kamu?😂
Gatau ah part ini kayak gimana bingung aku juga😆

Jangan lupa follow IG: @za.wattpad untuk mengetahui kelanjutan dari cerita mana saja yang telah di update dan cerita apa saja yang baru di tulis. Dan juga untuk saran atau pun kritik bisa di dm saja. Jangan lupa nyalakan notifikasi nya agar tidak tertinggal part manapun

Salam Hangat Adora Buanaa💜

Zero O'clock (Completed✔)Where stories live. Discover now