36 Dag Dig Dug

6.9K 534 92
                                    


Anthony keluar dari dalam mobil dengan wajah yang tidak bersemangat. Lelaki paruh baya itu tampak sangat membutuhkan istirahat yang cukup.

Anthony baru saja kembali dari kantor. Mendapat ucapan-ucapan penyemangat dari rekan-rekan kantornya setelah selesai mengurus segala kepentingan yang terbengkalai.

Darres masih belum mau membuka mata dari tidur panjangnya. Membuat Anthony terus berharap dan memanjatkan doa untuk keselamatan putra kebanggaannya itu.

Sedikit memijit lehernya yang serasa ingin patah, Anthony berjalan menuju pintu rumah nya. Belum menyadari bahwa pintu itu tidak tertutup dengan rapat.

Anthony membalikkan badannya saat mendengar suara mobil yang berhenti di depan pagar.

Seorang lelaki tua dengan seragam supir taksi berjalan tertatih-tatih menuju Anthony.

"Bapak, bapak Anthony Wijaya?"

"Iya pak, saya sendiri. Ada apa?"

Anthony memperbaiki jas yang berada di tangannya ketika terasa ingin jatuh. Ditatapnya lelaki tua didepannya dengan pandangan bertanya-tanya.

"Pak, anak-anak bapak ada di gedung tua pak. Tadi saya mengantar seorang pemuda. Dia menyuruh saya memanggil bapak kesana pak".

Anthony terdiam sebentar.

Pemuda?

Beberapa detik kemudian, Anthony berlari masuk ke dalam rumah.

Putrinya itu tadi ditinggalkannya di rumah saat dirinya berangkat pagi sekali ke kantor.

"CAMELE.... CAMELE"

Setelah memastikan putrinya itu tidak ada di bawah, Anthony segera berlari untuk melihat apakah Camele berada di kamarnya.

Namun yang didapatinya hanyalah kamar yang kosong dengan sprei ranjang yang berantakan.

"Sial...."

Anthony berlari keluar. Didapatinya lelaki tua tadi masih berada disana dengan raut wajah yang sedikit cemas.

"Dimana anak saya pak? Bapak tidak bercanda kan?"

"Tidak pak, pemuda tadi menyuruh saya membawa bapak kesana sekarang juga."

"Ayok pakk. Cepat. Naik mobil saya saja"

Anthony bergegas masuk ke dalam mobil diikuti lelaki tua itu.

Dilajukannya mobil dengan kencang. Padahal tadi, Anthony sudah merasa lelah sekali. Ingin mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak.

Namun takdir berkata lain. Ujian lagi dan lagi.

Supir taksi tersebut terus saja memberi arahan jalan mana yang harus mereka lewati.

Keadaan di dalam mobil itu terasa sangat tegang. Namun tidak lebih tegang daripada suasana di sebuah bangunan usang dan terbengkalai.

Hardi menaiki tangga itu satu persatu. Suara tangga yang terbuat dari kayu yang sudah dimakan usia  membuat orang-orang yang berada di lantai atas siaga.

Camele menjerit tanpa suara. Mulutnya diikat oleh kain yang sangat kuat. Dan juga bau. Camele merasa jijik sekali.

Badannya dilempar saat berada di lantai ini. Lalu orang-orang tidak berhati itu mulai mengikat dirinya di sebuah kursi dengan tali.

Air mata Camele jatuh saat merasakan sebuah tangan yang mengelus pipinya. Camele tidak bisa melihat sama sekali. Matanya ditutup oleh sebuah kain.

"Ehmmmm. Mmmmmmm"

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang