Prolog

24 4 6
                                    

"DEWAAAA !!"

Suara teriakan keras Bunda membangunkanku dari  mimpi indahku, seketika aku pun gelabakan melompat dari ranjang.

"Bunda kebiasaan nih, bikin kaget orang tidur," gerutuku saat sudah bangun, hendak menuju kamar mandi.

"Makanya habis solat subuh, jangan tidur lagi!" omelnya, yang tidak akan berhenti, sebelum aku menuruti perintahnya.

"Iya bundaku yang cantik, yang cantiknya ngalahin artis Hollywood," godaku pada Bunda sambil merangkul pundaknya, yang sedang sibuk membuatkan sarapan pagi untuk kami berdua.

Ya! Berdua saja, karna Ayahku sudah meninggal saat aku masih kelas 7 SMP.

Namaku Dewa Arendra, aku tinggal berdua bersama Ibundaku Aisyah Fatma.

Kami tinggal di kampung Permai (fiksi) dan rumah kami pun sangat sederhana berukuran 4 x 5 meter dengan bangunan dari papan kayu jati, di kampung ini rata-rata penduduknya adalah petani padi.

Berbeda dengan keluarga kami, karena kami tak memiliki sawah ataupun ladang, dulunya Ayah adalah pendatang di kampung ini, beliau bekerja keras mengais rejeki sebagai pedagang sayur keliling untuk mehidupi keluarga kami, sedangkan Bunda membantu Ayah dengan membuka jasa menjahit di rumah.

Hingga suatu ketika, saat Ayah tengah keliling menjajakan sayuran, Ayah mengalami kecelakaan lalulintas yang cukup fatal, beliau menghembuskan nafas terakhir kalinya di dalam ambulans saat perjalanan menuju rumah sakit.

Dan semenjak kepergian beliau, Bunda mengasuhku seorang diri sampai saatnya aku lulus SMP, aku tidak lagi melanjutkan sekolah dan memilih bekerja untuk membatu Bunda memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Awalnya aku sendiri binggung untuk memulai kerja dimana, sedangkan aku baru lulus SMP, tapi beruntungnya ketika itu ada Pak Ferdi pelanggan jahitan Bunda, yang sedang mencari karyawan untuk bekerja sebagai tukang cuci mobil di bengkelnya.

Dan saat mendengarnya aku langsung mengajukan diri untuk bisa bekerja padanya, yang awalnya Pak Ferdi menolak dengan alasan aku masih terlalu muda untuk kerja kasar dan gaji yang tak seberapa menurutnya, namun saat aku menjelaskan tujuanku dan juga setelah mendapatkan restu Bunda Pak Ferdi memperbolehkanku bekerja di bengkelnya.

Hari pertama bekerja aku diajarkan cara bekerja di sana, oleh beberapa karyawan yang sudah lama bekerja di sana,
jam kerjaku hanya 8 jam, mulai jam 07.00 pagi sampai jam 16.00 sore dan waktu istirahat selama 1 jam, Rp. 900.000 gaji awal yang ku terima dari Pak Ferdi selama satu bulan, nominal yang cukup banyak menurutku dan aku pun selalu mensyukuri berapapun hasil yang aku dapat, seperti apa yang selalu bunda ajarkan padaku selama ini

Di bengkel Pak Ferdi aku belajar banyak hal, tak hanya sebatas mencuci mobil saja, karena di sana juga ada beberapa mekanik mobil yang sudah handal di bidangnya.
Mereka mengajarkan ku cara menyervis mobil, membongkar dan memasang kembali mesin mobil, merawat mobil agar tetap dalam keadaan prima, juga hal-hal lain yang ku pelajari.

Selama 3 tahun aku bekerja di bengkel Pak Ferdi, gaji yang aku peroleh juga bertambah dan berbagai macam ilmu yang aku dapat, lalu dari gaji yang selalu aku sisihkan, aku melanjutkan sekolah dengan mengikuti kejar paket, sampai pada akhirnya aku lulus dan menerima ijazah SMA.

Satu tahun berikutnya, Pak Ferdi yang selama ini selalu mengawasiku ketika bekerja, menyarankanku untuk beradu nasip di Jakarta, ralat lebih tepatnya mengembangkan bakat, beliau bukan tanpa alasan menyarankan hal itu padaku, beliau sangat mengakui kemampuan dan potensi yang ku miliki di usiaku yang baru menginjak remaja.
Bunda tak melarangku ketika aku menyampaikan perihal saran dari Pak Ferdi.

Hanya saja, aku tak sanggup meninggalkan Bunda di rumah sendirian.

Entah seperti apa perjalanan ku ( Dewa Arendra ) nanti? dan siapakah jodoh yang telah menunggu ku di sana? Nantikan Part Selanjutnya ...

Dewa Cinta Dari KampungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang