11. DRAMA

42 5 4
                                    

Kamu boleh tidak mempercayaiku, suatu saat nanti keadaan pasti akan sebaliknya.

***

Perpustakaan adalah tempat yang paling Malika sukai. Dia bisa membaca buku sekaligus ngadem. Menghindari kebisingan kelas yang tak akan berhenti sebelum suara lonceng berdering.

Malika duduk dengan kepala diletakkan di atas meja dan  tangan sebagai sanggahannya. Malika mengedarkan pandangannya, ruangan itu sepi hanya ada penjaga perpustakaan.

Biasanya Malika yang selalu nempel dengan Dinar, kini sahabatnya itu sedang mengikuti lomba basket putri yang diadakan di SMA Bangsa yang masih satu kecamatan dengan sekolahnya. Dinar mengikuti lomba itu tanpa seleksi karena anggota estrakulikuler basket putri lebih sedikit dari ekstrakulikuler basket putra.

Ketika semua siswa memilih untuk memanfaatkan waktu istirahatnya untuk bergosip atau apapun itu. Jika tidak ada Dinar Malika memilih ruang perpustakaan sebagai temannya.

Gadis itu keluar dan mencuci mukanya di kran yang berada di depan ruang perpustakaan. Merasa bosan, Malika berpikir untuk ke kelasnya. Karena ruang itu berada di lantai bawah, sedangkam kelasnya di lantai dua. Otomatis Malika harus melewati lapangan. Terdapat Malik di sana sedang latihan basket dengan anggota timnya.

Malika tak mau mengalihkan pandangannya ke arah Malik. Sebelum akhirnya, suatu bola megenai kepalanya dan membuatnya jatuh ke tanah, paving lebih tepatnya.

Bruukk

Sontak membuat siswa-siswi sekitar mengerumuni Malika, seperti sarang lebah.

****

Malika di bawa ke UKS. Gadis itu membuka matanya perlahan. Pandangannya pudar dan kepalanya kunang-kunang, seakan ruangan itu bergoyang. Dilihatnya seorang pemuda duduk sampingnya.

Wajahnya remang-remang bagi Malika. Dia mencoba memperjelas dengan cara mengucek matanya.

Malik ternyata. Dia sedang menatapnya balik, "Pelan-pelan," ucap Malik melihat Malika bangkit dari pingsannya.

"Gue kenapa ya?" jawab Malika memegang kepalanya yang masih sakit.

"Tadi lo kena bola basket, waktu gue main."

Malika mencoba mengingat kejadian tadi. "Terus siapa yang bawa gue ke sini?"

"Siapa lagi kalau bukan gue," ucapnya bangkit dari duduknya.

"Eh, lo mau ke mana?"

"Lo pikir waktu gue cuma buat lo, gue masih harus latihan."

Malika berdecak pelan. "Yah gue nggak ada temennya dong."

"Jangan manja!" jawabnya beranjak pergi dari ruang UKS.

Bukannya kesal Malika senang. Dengan menemaninya sampai sadar dari pingsan, berarti Malik masih peduli padanya.

****

Perjalanan menuju kelasnya tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Malika mendapat tatapan sinis dari siswi di setiap koridor. Adapula siswa yang menggodanya.

Apakah setelah kejadian pingsannya, dia akan menjadi orang famous di sekolah?

"Oh ini yang namanya Malika. Cantik juga."

"Cewek yang lagi deket sama Malik? Sama abwang ganteng aja lah. Gue siap kok setia sama lo."

"Haha ..."

Malika segera mempercepat lajunya. Tidak mau mendengar omong kosong seperti tadi. Di kelasnya, lagi dan lagi dia mendapat tatapan sinis dari Lyora.

"Lo bisa caper juga ternyata," ucap Lyora tersenyum miring.

"Maksud lo apa?"

"Kejadian di lapangan lo pikir gue nggak tau? Lo pasti udah rencanain ini kan, deket-deket lapangan supaya bola kena lo dan lo pura-pura pingsan."

"Jaga mulut lo," ucap Malika menaikkan volume suaranya.

Lyora membuatnya naik pitam. Bagaimana tidak, dia menuduh dirinya pura-pura pingsan? Menurutnya ini hanyalah kecelakaan. Ini di luar dugaannya. Awalnya dia hanya ingin menatap Malik lebih lama saat itu. Tetapi malah dia terkena bola salah sasaran.

"Nggak usah banyak alasan deh lo. Emang sebenarnya lo suka sama Malik, kan?"

"Kalau iya kenapa?"

"Gue udah duga dari awal, tapi tenang aja gue akan buat semakin lo deket sama dia, semakin lo dibenci."

Apa maksud dari perkataan Lyora? Rencana apa lagi yang yang ada di otak perempuan itu? Sekarang dirinya harus menjaga benteng pertahanannya.

****

Rencana pulang cepat harus pupus karena Bu Dina guru matematika sekaligus wali kelasnya, meminta bantuannya. Dia mengikuti langkah wanita itu dari belakang menuju ruang guru.

"Malika, tolong kamu letakkan kertas-kertas itu ke gudang. Saya sudah rapikan tadi."

Setiap kali ulangan, jika hasilnya sudah diumumkan Bu Dina pasti menyuruh salah satu muridnya untuk menyimpan hasil ulangan itu di gudang. Sekarang Malika mendapat gilirannya. Dan sialnya tidak ada Dinar, tidak ada yang membantunya. Mau menolak tidak enak hati.

"Baik Bu."

"Kamu bisa, kan sendiri." Di balas anggukan kecil oleh Malika.

Gudang berada di pojok lantai bawah. Ada yang aneh, dia belum membuka pintunya ternyata sudah terbuka sedikit. Mungkin ada orang yang masuk tetapi lupa menguncinya.

Malika memasuki ruangan itu tanpa ragu. Tiba-tiba saja jebretan pintu terdengar sangat keras. Bulu kuduknya merinding, apalagi ruang itu gelap tidak ada cahaya yang masuk.

Suara gesekan seperti menghampiri Malika. Apa ada orang selainnya di sini? Tidak berlari, keringat meluncur di pelipisnya. Malika memperhatikan sekitar tidak ada yang bisa dilihatnya.

Suatu cahaya tiba-tiba saja muncul bebarengan dengan penampakan seseorang. "Lyora," lirih Malika.

"Kenapa? Takut?"

"Kenapa lo ada disini?" ucap Malik balik bertanya.

"Malika, apa gue perlu ulangin kata-kata gue tadi?"

"Minggir, gue mau pulang!" ucap Malika.

Lyora mencegah lengannya. "Ettss, tunggu dulu dong."

Cengkraman Lyora membuat Malika meringis kesakitan. "Mau lo apa hah!?"

"Gue mau lo mati!"

Malika tercengang dengan perkataan perempuan itu. Lyora memunculkan tatapan elangnya. "Tapi boong."

"Nggak mungkin gue bunuh lo! Karena kalau lo mati, gue nggak punya musuh dong," ucapnya tersenyum getir.

"Musuh? Kalau lo masih mau berteman sama gue, gue terima kok. Kenapa gue harus jadi musuh lo?" dengan suara serak. Udara yang pengap membuatnya sulit bernapas.

" Nggak usah sok baik deh lo, tunggu waktunya aja, gue bakal jatuhin lo!"

"Lo pikir gue takut?"

Lyora berdecak mendengar perkataan Malika. Dia mencengkram bibir Malika. Sebuah suara terdengar dari luar. Rencananya akan mencapai puncaknya. "Aw sakit, Malika gue minta maaf kalau punya salah sama lo. Gue mau pulang, tolong lepasin gue," ucap Lyora menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai.

Lyora menetaskan obat mata ke pipinya. Sebenarnya siapa yang datang? Hal ini membuat Malika bingung. Seseorag muncul setelah pintu berhasil terbuka. Dia ... Malik.

Pemuda itu membantu Lyora kembali berdiri, tatapannya tak teralihkan ke arah Malika. "Lo lebih kejam dari yang gue kira Lika," ucapnya berlalu meninggalkan Malika.

Thank you♡.

Malik dan Malika (SELESAI)Where stories live. Discover now