Smells Like Teen Spirit

28.3K 3.8K 87
                                    

Marsha tampak termangu setelah Vincent mengakhiri ciumannya. Diam-diam lelaki itu memaki dirinya sendiri. Seharusnya, dia tidak mencium Marsha begitu saja, kan? Vincent adalah pria dewasa yang semestinya bisa menahan diri.

"Aku belum pernah dicium, Vin," gumam Marsha. Kedua tangannya menempel di pipi. Vincent pun seketika merasa bersalah. Dia belum sempat membuka mulut saat Marsha kembali bicara. "Kamu pacar pertamaku. Sebelum kamu, aku nggak pernah pacaran sama sekali. Nggak pernah ngajak siapa pun pacaran."

Vincent terkesima. Zaman sekarang, gadis seusia Marsha biasanya sudah pernah memiliki hubungan asmara. "Maaf, Sha. Aku nggak tau semua itu." Dia menggenggam tangan sang kekasih. "Aku udah lancang. Nggak seharusnya aku nyium kamu."

Marsha menukas tanpa terduga. "Kenapa malah minta maaf?"

Vincent mengerutkan glabela. "Nggg ... karena kamu keliatannya nggak suka," balasnya dengan nada tak yakin.

"Aku nggak pernah bilang nggak suka, Vin. Aku cuma ngasih tau, kalau kamu orang pertama yang menciumku." Marsha menggigit bibir. "Memangnya, aku nggak boleh ngasih tau kamu soal kayak gitu? Aku boleh aja jadi cewek paling berani yang mungkin kamu kenal, Vin. Tapi, pengalamanku urusan pacar-pacaran ini, nol besar."

Vincent sungguh merasa lega hingga dia tertawa kecil. Diremasnya kedua tangan Marsha yang berada di genggamannya. "Aku nggak jago menebak-nebak. Apalagi, cewek itu makhluk rumit. Itu rahasia umum. Para laki-laki bisa mumet cuma karena pacarnya bilang 'terserah', misalnya. Jadi, aku lebih suka kamu ngomong apa adanya. Kalau ada sesuatu yang kamu suka atau sebaliknya. Nggak perlu jaim."

"Oke, aku setuju. Kamu juga sama, harus ngomong jujur kalau ada sesuatu. Aku lebih suka kayak gitu," bisik Marsha.

"Tentu, Sha," timpal Vincent. Dia menekan perasaan tak nyaman yang menusuk-nusuk dadanya karena harus bercerita tentang respons Salindri setelah tahu Vincent menggandeng Marsha. Dia tak mau menutup-nutupi hal itu. Lebih baik, Vincent memberi tahu Marsha sejak awal. Supaya gadis itu tidak terlalu kaget.

"Jadi, kita baik-baik aja walau Mamamu keliatannya nggak suka karena aku yang jadi pacarmu? Kita nggak akan putus?" Marsha memastikan.

Pertanyaan Marsha membuat Vincent ingin memeluk gadis itu. Mereka memang baru pacaran, masih saling mengenal satu sama lain. Karena hubungan pertemanan keduanya berjalan singkat sebelum naik level sebagai pasangan kekasih. Marsha banyak mengejutkan Vincent sejak hari pertama mereka bersua. Namun, dia menikmati hari demi hari bersama sang pacar. Setiap hari menjadi begitu seru.

"Kita baik-baik aja, Sha. Nggak ada yang berubah sama hubungan kita. Lagian, nggak semudah itu kita bisa putus. Bertahun-tahun ini aku nggak pernah pacaran. Sekarang, setelah ketemu kamu, nggak mungkin aku lepasin dengan mudah." Laki-laki itu mengerjap tanpa melepaskan tatapan dari Marsha.

"Aku yang ngajak kamu pacaran, Vin. Artinya, aku yang—"

Vincent menukas, "Memang iya. Tapi, aku bakalan nolak kalau nggak punya perasaan apa pun. Aku punya beberapa pertimbangan, makanya nggak berinisiatif ngomong duluan, Sha. Salah satunya, karena nggak yakin kamu juga jatuh cinta. Jadi, jangan lagi nyebut-nyebut soal putus. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan."

Marsha tersenyum lebar, mengusir semua kemurungan yang sempat melintas di wajahnya. "Aku cuma perlu dengar kamu ngomong kayak gitu. Urusan yang lain, aku nggak mau ambil pusing. Yang paling penting, kamu nggak menyerah pas kita harus ngadepin masalah."

"Iya, Sha. Aku tau. Aku bukan orang yang gampang nyerah," beri tahu Vincent.

***

Vincent sebenarnya belum siap untuk menghadapi Salindri karena memacari Marsha. Dia baru dua minggu punya pacar, semua masih dalam tahap awal. Akan tetapi, karena Vincent mengajak pacarnya menghadiri resepsi Taura, seharusnya dia sudah menebak bahwa ini akan terjadi.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Where stories live. Discover now