Epilogue

541 30 12
                                    

Dengan piawai, dibubuhkan benda dengan ujung berbulu halus pada wajah. Sesekali menjelaskan tips dengan menghadap kamera. Ia mengangkat sesuatu berwarna seukuran jari tangan, mengoles sedikit pada punggung tangan, lalu menunjukkan pada benda yang merekam kegiatannya. Setelah selesai mengoles pada bibir, ia tersenyum, meraih kamera setelah mengucapkan perpisahan.

Suara oven berhasil menarik kepala gadis itu untuk menoleh. Ia berdiri, berjalan cepat, mengeluarkan makanan yang telah dipanaskan, dan mengendus aroma yang menguar. Kemudian, meletakkan makanan tersebut di meja. Gadis itu berdiri kembali, mengambil laptop di kamar, setelahnya duduk di tempat semula.

Ia meraih kacamata di atas laptop, kemudian membuka benda berlayar lebar. Lengkung bibir timbul ketika mengamati hasil kerja selama beberapa tahun. Ia menuai hasil dari rencana yang telah disiapkan delapan tahun silam. Gadis itu merasa harus banyak bersyukur mengingat ia berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi di Jepang, meskipun memang bukan universitas nomor satu seperti Kuma, kakaknya yang harus lebih banyak bersyukur lagi karena dikaruniai kepintaran lebih sekaligus kerupawanan. Ponsel diraih, jari telunjuk diletakkan pada pelipis. "Apa makan malam nanti ... ramen aja?" Bahunya terangkat, mungkin sang kakak takkan mengajukan protes mengenai apa yang mereka makan. Kuliah pasti menguras tenaga dan pikiran sang kakak hingga terlalu merepotkan untuk mengajukan ketidak setujuan meskipun mereka telah mengonsumsi mie khas Jepang empat hari lalu. Tetapi, mungkin akan melakukan sedikit protes karena mereka harus mengantre terlebih dahulu.

Teringat sesuatu, ia berjalan menuju kulkas, mengambil sepiring buah yang telah dipotong kecil-kecil. Gadis itu mengisi gelas dengan air putih. Ia mengembuskan napas, berjalan perlahan ke tempat kamera berada. Sarapan hanya seorang diri telah menjadi rutinitas yang dijalani. Jadwal sarapannya sedikit terlambat dibandingkan dengan sang kakak yang selesai satu jam lalu sebelum pergi menuju universitas untuk menempuh strata dua.

Ia meraih ponsel, membuka insta, kemudian melambaikan tangan ke arah kamera, sesekali melahap menu sarapan. Dijawab satu persatu komentar yang muncul ke permukaan. Sebagai seseorang yang bergelut dalam bidang kecantikan di aplikasi kotak berwarna merah, dengan subscriber mencapai jutaan, ia tentu memiliki kesibukan. Baik di dunia nyata, maupun maya. Walaupun, dunia maya lebih menyita waktu dibandingkan dengan dunia nyata.

"Ini hasil akhir riasan untuk vlog selanjutnya yang akan segera kuunggah. Sangat sesuai untuk riasan remaja di musim semi." Ia tersenyum manis setelah menjawab salah satu pertanyaan yang muncul. Delapan tahun menjalani bidang yang ia pilih, keinginan untuk pergi dari kehidupan sosial turut dilatih. Bagaikan terapi, keinginan yang sebelumnya ingin selalu mendominasi, kini lebih terkendali. Meskipun tidak benar-benar pergi. Setidaknya, 'terapi' yang ia lakukan membuahkan hasil.

Ia mengakhiri live streaming, meringis, lalu melahap makanan saat perut menanti konsumsi. Suara bel rumah segera menginstruksi sang kaki untuk berdiri, membuka pintu. "Okaerinasai, Kakak." Gadis itu membelalak saat mendapati dua orang yang berada di belakang sang kakak, tersenyum lebar. "William, Ethan!"

Kuma masuk dengan mengembuskan napas berat. "Kenapa kakak lupa hari ini hari libur? Kayaknya kamu juga nggak sadar hari ini hari Minggu." Laki-laki itu menggendong kucing hitam di bawah meja. "Omong-omong, dua manusia di sana sebenarnya udah ngirim pesan ke kakak dari seminggu lalu. Tadi ketemu di jalan pulang."

William, sang surai pirang masuk ke dalam rumah dengan mata berbinar, hendak berlari menghambur memeluk Nara namun ditahan Ethan.

"Nara, lama nggak ketemu." Ethan tersenyum, ia menatap Nara, terkekeh.

William terkagum, sedikit membungkuk untuk mengamati wajah Nara dengan riasan. "Nara imut luar biasa." Ia mencubit kedua pipi Nara, kemudian berlari menyusul Kuma saat Nara mengomel. "Jack!"

Ethan mengulurkan tangan, tersenyum ketika Nara membalas uluran tangannya. Dua orang berbeda jenis itu berjalan beriringan.

"Keberatan kalau aku minta tur rumah?" Ethan terkekeh.

Nara memandu Ethan, mengelilingi seisi rumah yang ia dan Kuma tinggali semenjak empat tahun lalu setelah berpindah dari tempat tinggal sebelumnya. Gadis itu tersenyum malu saat Ethan terkagum mengamati penghargaan yang ia dapatkan dari menjadi seorang beauty vlogger.

"Ai!"

Nara mendekati sumber suara, diikuti Ethan. Gadis itu mendapati William yang duduk di depan kamera.

William berdecak sembari menggeleng. "Luar biasa, Ai."

Nara tersenyum, menggaruk leher, kemudian memilih duduk di samping William.

"Jadi, apa ini bisa disebut mengasingkan diri?" tanya Ethan. Laki-laki itu mengeluarkan suvenir khas Yogyakarta, memberikannya pada Nara dan William. "Lebih seru kalau kalian berdua masih di Yogyakarta." Ia mendengus, menatap William yang memutuskan angkat kaki kembali menuju Swiss setelah lulus sekolah menengah atas, bersamaan dengan Nara yang memutuskan tinggal di Jepang bersama sang kakak.

Nara terkekeh. "Disebut benar-benar mengasingkan diri, salah. Aku cuma mengasingkan dari dari kehidupan lama." Ia terdiam sejenak. "Ethan, makasih. Kamu benar, sosialisasi ... nggak seseram yang kubayangin."

"Jadi, keinginanmu mengasingkan diri gagal?" tanya William.

Nara menggeleng. "Seperti yang kubilang, aku mengasingkan diri dari kehidupan lama. Jadi, aku berhasil." Gadis itu mengamati suvenir yang Ethan berikan. "Meskipun mengasingkan diri, aku nggak menolak orang-orang yang datang." Dirangkulnya leher William dan Ethan yang lebih tinggi dengan lutut menopang tubuh. Ia tersenyum.

Delapan tahun bukan waktu yang singkat. Kehidupan seorang 'Nara' yang dahulu memendam keinginan untuk mengasingkan diri, disuguhi berbagai kejadian dengan gelombang yang memengaruhi hati. Akan tetapi, ia berhasil mengikuti arus, meski sempat terombang-ambing dalam logika dan perasaan. Kali ini, Nara menjadi 'Nara' (manusia) yang lebih kuat.

Ketiganya saling berpandangan, tertawa kecil mengenang masa sekolah menengah atas yang dipenuhi berbagai macam kejadian.

Nara berkedip, matanya merekam apa yang dialami saat ini, menyimpan dalam hati, sebagai bukti bahwa ia mampu menjalani hari meski memutuskan mengasingkan diri dari kehidupan lama. Leher William dan Ethan dirangkul semakin erat, tersenyum lebar atas perasaan hangat yang menjalar dalam hati. "Ethan, William ... senang bertemu kalian kembali."

- AOI 'NARA' N -

- AOI 'NARA' N -

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
Aoi'Nara'n [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora