vii. pekan perasaan.

1.7K 368 204
                                    

jumat ini saya ada janji sama anya, pulang sekolah hendak jalan sebentar. sebenarnya ini karena saya kalah taruhan, maka konsekuensinya harus mentraktir anya sekotak baskin robbins. sudah kebayang sehabis ini saya bakal miskin.

tapi untungnya sekarang masih jam pelajaran terakhir, saya duduk di kursi kayu sambil menatap wajah anya yang sedang kuyu. tumben dia nggak senyam-senyum, tapi tetep sih, ayu.

"kenapa itu muka ditekuk gitu, neng?"

sebenarnya tidak terlalu mau tahu apa alasannya, takut membuat sakit hati atau bagaimana. tapi daripada dia nggak kunjung senyum, mending ditanya dulu. "ko witra bawel banget dari semalem, mana habis marah-marah perkara rambutku yang dipotong kependekan."

nahkan.

saya menghela nafas, memasang senyum semanis mungkin walau sedikit tidak ikhlas. "kenapa? lucu kok."

karena kalian semua harus tahu, anya mau sekali botak pun, akan terus terlihat menarik. walau akan saya ketawain dulu sebentar. bibirnya mengerucut, dia dalam mode sensitif emang kalau semisal si koko mau balik. lalu gak lama kepalanya saya usak sebentar.

"tau lah, kakakmu itu nggak jelas kaya kadal."

lalu tertawa, mendengar celotehan anya setelahnya sembari sesekali saya memutar-mutar kubik. jam pelajaran terakhir ini nggak penting, tapi menurut saya menghabis waktu bersama anya di sela-sela kesempatan terakhir ini lebih penting. setelahnya akan susah.

sampai ketua kelas kami, si cana datang sembari sedikit ngos-ngosan. "yang ditempel posternya si kamal."

saya kecewa sebentar, tapi anya kelihatan senang melihat mimik saya yang berubah suram. tak begitu lama tapi si cana melanjutkan katanya.

"ada dua tapi," katanya. dih dipotong-potong gini emang kebiasaan. "punya danar sama anya juga dipajang."

kalau hidup adalah sinetron, mungkin langsung ada efek-efek bunga di sekitar wajah saya dan backsound lagu cinta. senyum-senyum sendiri, waktu saya lirik wajah anya sedang masam-masamnya. apalagi netranya bersitemu dengan manik saya, seperti keluar sengatan tanpa listrik, tapi berbahaya.

serem.

saya mainkan alis, kemudian menyeringai sebentar. "aku dapet cium, kamu dapet baskin robbins. adil 'kan?"

ting!

hari beranjak gelap, jika tatap mengudara sebentar, dapat dilihatlah cakrawala yang dengan awan-awan menggumpal murung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

hari beranjak gelap, jika tatap mengudara sebentar, dapat dilihatlah cakrawala yang dengan awan-awan menggumpal murung. mendung sebentar, namun anya terlihat begitu senang. saya hanya ikut memasang senyum saat ia sebegitu bahagianya menceritakan ini itu.

di dalam mobil dingin, jari-jari anya bertemu satu sama lain, sempat saya lihat tangannya bergesekan berusaha mencari hangat. sempat hening beberapa saat waktu lagu nadin amizah mengalun sayup-sayup. kereta ini melaju terlalu cepat dikumandangkan.

langit marah, gemuruhnya berisik sekali. saya lihat anya yang tak berhenti menggantung senyum di atas bibir merah delimanya, diam-diam saya tersenyum takjub. ada ya, manusia segini lucunya?

tuhan pasti bercanda.

kami sedang di perjalanan menuju bandara, roda-roda empat memenuhi jalan tol. suaranya rusuh bergerumbul, jalan-jalan besar bumi pasundan penuh. ambil kesempatan, tangan kiri saya ulurkan. anya sempat melihat penuh tanya sembari ragu.

saya hanya mengangguk meyakinkan. akhirnya jemari kami bertautan, hangat sebentar memenuhi telapak. "aku masih inget perjanjian poster kemarin itu."

lalu saya rasakan ia mendelik, tawa saya mengudara. lampu-lampu jalan berpijar terang, belah merah basah kami menyatu sebentar, anya sempat menghalangi pandang.

tapi saya enggan marah.

sumpah, hati saya bersemarak. rasa-rasa yang ditanam karena suatu perjanjian orangtua kami sempat mengudara di permukaan. merekahlah senyum saya, bias merah memenuhi pipi anya.

anya baru saja mencium saya.

"di bibir, eh?"

pukulan telak melayang pada lengan atas saya, kekehan terdengar lagi. anya mendengus. tak lama kami sampai di parkiran bandara, ramai sekali disini. anya membereskan rambut sebahunya yang tadi sempat ingin ia bungkus dengan wig hitam karena ko witra tidak suka.

iya, sebelum saya bilang kalau semua panjang rambut miliknya itu sama indahnya. mau diapakan helai-helai halus milik anya masih sama hebatnya. membuat saya ingin selalu mengagum.

"aku sudah cantik?"

"selalu."

dia mengulum senyum.

"nanti bilang apa ya, ke ko witra?"

saya sisipkan beberapa surai anya ke belakang telinga, "halo. halo koko ganteng. atau, halo calon suami."

dia terkekeh sebentar, ingin memukul bahu saya kalau tak saya sela kegiatannya. bersitatap sebentar.

inilah jenaka semesta yang kesekian, hubungan kami harus saya putuskan sekaligus kabar yang saya sampaikan malam itu pada anya. orangtua kami menjodohkan anak mereka; sayangnya bukan saya yang menjadi lakon utama di kisah perjodohan kuno ini.

mereka memutuskan dua sulungnya yang menjadi tokohnya. saya kecewa sebentar, namun untuk apa? keputusan sudah bulat. nasi sudah jadi bubur, gerimis sudah jadi lebat.

saya kalah telak.

"terima kasih, ya, andrea yara. semoga ko witra lebih handal bermain dengan hukum jagad, dan lebih mampu perihal membahagiakanmu. tenang, kalau kamu cari saya, saya masih akan selalu disini."

kereta perasaan saya tak gentar, terus melaju.















FIN.

epilog setelah ini!
btw ini trailernya

kenal danar, yangyang. ✓Where stories live. Discover now