vi. wejangan mama.

1.4K 359 59
                                    

redup cahaya lampu jalan menyiram tapak kaki kami yang makin malas saja, jam delapan malam. tadi danar dengan heboh memintaku untuk menemaninya membeli brownis instan yang diminta mamanya di indomaret.

sayup-sayup helaan nafas danar yang kelewat berat menginvasi pendengaran, aku menoleh. “napa nar? naber?”

ia mendengus, “aya aya wae! mana ada naber. males aja jalan.” katanya menjawab. “harusnya kamu sekuat baja, neng, biar aku bisa nangkring di punggungmu.”

gantian aku yang menatapnya kelewat malas. langkah kami terkesan terpaksa, menyeret.

“ya terbang ajalah kamu, susah amat.”

dia mengangkat bahu, “nggak ah, kalo ketauan aku terbang-terbang sama manusia 'kan repot, bukan disangka malaikat malah dikira pocong kehilangan kain nanti.”

temen-temen, maafin ya.

aku cuma ketawa sebentar, dia ikut ketawa. gak ada yang spesial sih, kita cuma ngobrol sambil jalan aja ke rumah dari indomaret yang kebetulan lumayan jauh. tadinya aku mau minta dia bawa motor atau setidaknya sepeda, eh dia malah udah di depan rumah sambil ngerengek minta jalan. aduh, repot.

“nar kenapa kalau lagi jatuh cinta, kita jadi suka senyam senyum sendiri ya?” aku bertanya sambil masih melangkah dan menunduk, memperhatikan kaki yang berlomba lebih depan. kanan, kiri.

kulihat dari ujung mata, danar menoleh. “kamu lagi jatuh cinta?”

terkekeh sebentar, aku mengangkat bahu. nggak tahu, bumi, aku sudah seperti hilang rasa. danar menghela nafas, membawa kresek makanan yang dia beli dan juga sebungkus brownis instan sembari di ayun-ayun. tatapanku menengadah, mengawang cakrawala gelap yang kelam tanpa terlihatnya titik-titik bintang.

“kenapa ya?” dia malah bertanya lagi. “kayanya karena kebanyakan tingkah waktu jatuh cinta itu bodoh, neng. sadar, tapi malah tertawa sebentar. tanpa niat menyanggah kita lanjut. misalnya nyuruh makan ke gebetan, padahal gak perlu juga, karena manusia 'kan juga butuh makan. gak diingetin juga nanti makan sendiri.”

danar berhenti sebentar, aku sih cuma ngagguk-ngangguk juga.

“atau mungkin misalnya udah tahu gak bisa bersama, tapi masih aja jatuh cinta. korban kebodohannya ya diri sendiri, senyam-senyum sendiri sambil ngebatin, goblok ya gua.

“yeee, itu mah namanya senyum nahan pahit.”

“beda emang konteksnya? kan sama-sama senyum,” tanya danar, aku berdecak.

“jelas! ah gak nyambung si danar mah,” aku mengomel pelan. “btw kamu nyindir ya di kalimat terakhir itu.”

diam-diam danar terkekeh, pelan sekali. aku sempat mendengar kekehannya sayup, berlomba-lomba nyaringnya dengan beberapa kendaraan yang lewat di sebelah kami.

“bisa jadi.”

“bisa jadi apa?”

“bisa jadi iya, bisa jadi aku naksir kamu lagi.”

“nar jangan gitu ah...”

“assalamualaikum,” aku menutup pintu rumah, langsung menuju dapur untuk mengambil segelas air

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“assalamualaikum,” aku menutup pintu rumah, langsung menuju dapur untuk mengambil segelas air. seret ngobrol ngalor ngidul sama si danar.

“eh nyonya besar udah pulang.”

“kenapa pak satpam?” aku balik meledek si keenan yang udah usil waktu aku baru melangkah ke dapur. anaknya lagi ngemilin pudding susu di sofa. “mama si keenan makan sambil tiduran lagi!”

“HEH!”

aku ketawa aja, ngambil gelas terus nuang air sambil mama ngomelin keenan. emang itu kutu aer ribet banget dah, dia selalu makan sambil tiduran yang buat tempat berantakan sama makanannya.

nambah kerjaan. apalagi ditambah fakta kalau dia selalu gak mau beresin bekas makannya.

“kamu abis darimana teh?” tanya mama yang udah duduk sambil mangku kepalanya danar, mau ancang-ancang ngorekin kuping sih kayanya. udah bawa-bawa alatnya, yang besi itu loh.

aku duduk di sofa sebelah, ngambil satu potong puddingnya keenan. “keluar, anter danar beli brownis buat mamanya.”

lengang, mama cuma ngangguk doang. aku juga fokus ke depan tv, sesekali ringisan keenan kedengaran, anaknya gelian dia. mama udah sebel banget nyuruhin si bungsu diem, tapi ya mana bisa. keenan selalu ngeluh, ma kedaleman!

“teh emang gak pernah naksir a' danar lagi apa kalo suka main gitu?” keenan nanya.

fakta selanjutnya adalah, baik keluarga danar dan aku, dua-duanya gak ada yang tau kalau aku sama danar pernah pacaran. ah lucu kalau diingat, dan gak ada yang mau ngasih tahu juga.

aku langsung diam, mama juga ngelirik tadi bentar. aku berdehem, “kok tiba-tiba nanya gitu?”

“yaaaa penasaran lah!”

ngeselin.

mama langsung ambil satu topik baru, “si witra 'kan mau ke sini, nya. udah tahu? katanya bentar lagi wisuda terus bakal tinggal disini.”

aku mengangguk, “iya tau.”

iya aku juga tahu mengenai bagaimana perasaanku harus terkubur dalam-dalam. aku gak boleh suka danar lagi.









•••

sedih, besok udah selesai :(
yang nanya kok gak ada konfliknya, emang
iya guys, 'kan cerita ringan.

semoga gak diam-diam nyakitin ya.

kenal danar, yangyang. ✓Where stories live. Discover now