Phytag Nggak Pitak

71 9 6
                                    

"Taaak! Angkat jemuran, Tak!"

Kelopak mata Phytag bergerak-gerak seperti ada gempa. Membuka lalu perlahan menutup. Membuka lagi kemudian menyipit. Sayup-sayup gendang telinganya mendengar suara teriakan beberapa orang. Makin lama suara mereka terdengar jelas. Mereka panik dan memanggil namanya dengan panggilan yang dia benci.

"Taaak! Hujan! Angkat jemuran, Tak! Kolor dan celdam kamu nanti basah!"

"Tak, kebakaran, Tak!"

Lalu muncul suara sirine.

Dengan setengah nyawanya, Phytag berusaha memproses kata-kata yang menghantam gendang telinganya. Kebakaran? Hujan? Kolor?

Hah?

Sontak mata Phytag terbuka sepenuhnya. Gadis itu terduduk di kasurnya dengan kepala pening karena terbangun dengan tiba-tiba. Manik matanya memperhatikan sekitar dan mendapati dia sendirian di kos. Sirine masih berbunyi dengan orang-orang yang menjerit panik. Phytag menoleh pada sebuah benda yang tengah menyala dan bergetar-getar di lantai.

"Sialan!" seru Phytag. Tangan kirinya terulur untuk menyentuh layar ponselnya supaya segala bunyi-bunyian yang membuat kepalanya pening itu diam.

Teman kosnya telah menyabotase ponselnya. Mereka sengaja merekam suara-suara gaduh itu lalu menjadikannya nada dering. Phytag sukses terkena prank. Mereka tahu setiap pagi bundanya sering menelepon sekadar bertanya kabar. Maklum, ibu dan anak itu nggak hidup bersama karena Phytag harus ngekos selama dia SMA.

"Assalamu'alaikum, Bun." Phytag memberi salam.

"Waalaikumsalam, Phy." Terdengar suara lembut wanita yang membalas salamnya. "Gimana kabar anak Bunda satu ini? Beberapa hari nggak telepon."

"Sehat, Bunda."

"Hari ini beneran nggak pulang ke rumah?"

"Nggak, Bun. Phytag capek," jawab Phytag lirih.

"Memangnya kamu nggak mau ngobrol berdua saja sama Bunda? Kamu nggak kangen sama Bunda ya? Nggak ada cerita apa gitu?"

Tanpa aba-aba, mata Phytag menatap pada poster di white board yang dia tempel di dinding kamar. MANGA-ZONE, tertulis besar di bagian atas. Bagian bawahnya berisi pengumuman perlombaan komik.

"Bun, boleh nggak kalo Phytag...." Kalimat Phytag berakhir menggantung.

"Apa, Sayang?" tanya bundanya.

Phytag menggeleng. Satu-satunya cerita yang ingin disampaikan Phytag adalah perlombaaan itu. Sudah sejak lama dia ingin memberitahu bundanya mengenai perlombaan itu tapi dia yakin Bunda nggak akan memperbolehkannya. "Nggak pa-pa, Bun. Phytag nggak pulang dulu ya."

Phytag bisa mendengar helaan napas berat di seberang sana. Kemudian dia pun mengajak Bunda berbicara hal lain untuk mengurangi kekecewaan bundanya.

Setelah panggilan telepon itu berakhir, Phytag kembali rebahan di kasurnya. Dia menatap kosong pada poster lomba seperti yang kerap dilakukannya sebelum menutup mata.

Berharap. Dia masih berharap.

Phytag nggak bisa tidur lagi kalau dia sudah terbangun secara tiba-tiba seperti barusan. Maka dia memilih untuk berjalan menuju kamar mandi. Baru saja dia keluar dari kamar mandi, lagi-lagi dia mendengar sebuah suara gaduh. Kali ini tidak asing karena suara itu berasal dari dalam perutnya.

Kruuucuuuk!

Seperti ada sebuah sound system yang bergetar-getar di dalam perutnya. Yak, perut memang nggak pernah bisa kompromi. Baru saja Phytag membuka mata, dia langsung bernyanyi.

The Gado-Gado'sWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu