7. Phone

788 121 3
                                    

LANGIT hitam menemaninya pada taman yang sedang ia duduki, ayunan disampingnya kosong. Amber itu menatap bintang yang bertabur, kerlap-kerlip yang cukup membuat pemuda itu tercenung tatkala ia mengingat kalimat yang membuat hatinya mencelos "Arigatou Kirishima. Demo, aku tidak bisa membalas perasaanmu."

Kenapa? Apa ia telat mengungkapkannya? Apa gadis itu sudah benar-benar menghapus perasaan miliknya?

Lalu, bagaimana dengan Ikuya?

Mengusak surainya kasar, ini membingungkannya sungguh. Sekilas ia rasakan gadis itu yang memeluknya perasaan yang meluap dalam tangis miliknya, namun persekon berikutnya gadis itu malah berujar skeptis.

Lalu, bagaimana dengan perasaan Ikuya?

Benar-benar ia tidak mengerti hal yang berbau mahluk yang bernama 'Wanita.' Getaran ponsel miliknya membuat pikirannya terinterupsi "Ikuya? Dimana kau? Aku dirumahmu tapi kau tidak ada." Suara Hiyori diseberang sana seperti orang yang sedang meraup nafasnya, mungkin saja pemuda megane itu memcarinya.

"Taman. Aku akan kesana." Ia beranjak, turnamen yang sebentar lagi diadakan membuat kepalanya sedikit pening. Mungkin saja ia akan bertemu dengan teman lamanya disana, yah Ikuya tidak peduli sih. Lagipula sejak saat itu Ikuya membiarkan dirinya terus tenggelam.

Desah lelah tatkala ia mencapai pintu apartemen miliknya, Ikuya memutar knop pintu dengan wajah datar yang dapat Hiyori lihat pertama kali "Katakan, kenapa mukamu kusut seperti itu?." Ikuya mendengus menghempaskan tas selempang pada single bednya, ia menghampiri Hiyori yang tengah duduk pada sofa meminum soda kaleng "Aku mengatakannya."

Alis pemuda bermegane itu terangkat "Mengatakan apa?." Kembali menyeruput pelan soda miliknya, persekon detik kemudian suara Ikuya membuat dirinya hampir tersedak tatkala ia berkata "Bahwa aku mencintainya."

Ini tidak mungkin. Tunggu, bisa jadi. Kepala Hiyori menggeleng kuat-kuat "Kau? Yang benar? Secepat itu?!." Oh ayolah Hiyori tidak menyangka bahwa Ikuya mengatakannya, Hiyori hanya ingin Ikuya terlebih dahulu memahami perasaan seorang perempuan yang sulit dipahami tapi jika seperti ini bukankah itu terlalu cepat dan lihatlah bahkan Hiyori saja sudah tahu jawabannya dari raut wajah Ikuya yang pertama kali ia lihat saat membuka pintu apart miliknya.

"Ikuya, kau tidak seharusnya mengatakannya secepat itu. Jika aku menjadi dia mungkin aku juga kan bersikap sepertinya." Perkataan Hiyori membuat alis Ikuya berkerut, menatap pemuda yang sedang duduk di depannya dengan raut penasaran miliknya. Hiyori yang melihat Ikuya seperti itu hanya menghela nafas lelah, diambilnya kaleng soda yang kedua "Dengar Ikuya, saat kau mencintai seorang wanita kau harus mencari tahu seluk beluk mereka. Apa yang disukainya, bagaimana kesehariannya dan yang lain."

Suara khas soda saat dibuka itu membuat atensi Ikuya teralih kesana, Hiyori meneguk hingga sisa seperempatnya "Kupikir kau harus mendekatkan diri terlebih dahulu padanya."

Hiyori melirik Ikuya yang tengah menyugar rambut hijau tua miliknya "Kau tahu, itu sepertinya akan sulit Hiyori." Lagi-lagi perkataan Ikuya tidak bisa Hiyori mengerti, apa sebegini rendah presentase Ikuya mendalami perasaan?

"Apanya?."

Memijat pangkal hidungnya Ikuya beranjak, menuju kulkas dan mengambil jus pistachio kaleng "Aku menciumnya."

Beruntunglah Hiyori tidak meminum sodanya, mungkin saja jika iya pemuda bermegane itu akan menyemburkan minuman tanpa peduli menjijikan atau tidaknya "Ikuya, benarkah itu?."

Ambernya melirik sekilas Hiyori yang memasang wajah terkejut bukan mainnya, lantas Ikuya mengangguk dan menegak minuman favoritenya. Hiyori terkekeh, sedikit tidak percaya sahabatnya mengetahui hal seperti berci– lupakan. Yang terpenting Hiyori kepalang senang karena Ikuya yang telah menemukan perasaanya.

𝐈 𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐘𝐎𝐔Where stories live. Discover now