12. Caffe

838 115 54
                                    

KAKI nya berhenti melangkah, kedua tangan yang saling menaut seolah tak ingin waktu berakhir. Keduanya terdiam menatap satu sama lain dibawah lampu trotoar jalan "Arigatou sudah mengantarku sampai sini."

Ikuya menatap tautan tangannya, seolah tak ingin melepas kehangatannya "Etto Ikuya–"

"[Name] datanglah kembali menonton pertandinganku dengan Aniki." Ikuya mengusap punggung tangan [Name] dengan ibu jarinya. Gadis tersebut menatap lekat amber milik Ikuya lantas mengangguk "Baiklah, kurasa aku bisa menonton pertandingan kalian."

Ikuya tersenyum lembut tangan yang terbebas menepuk pelan puncak kepala gadis didepannya "[Name]."

"Kau suka memanggil namaku ya, Ikuya?" [Name] terkekeh dengan Ikuya yang memunculkan semburat merahnya.

"Ya, aku suka memanggil namamu." Jawaban yang tidak terduga oleh gadis tersebut malah membuat jantungnya berdebar. Ikuya memandangnya lekat "Bagaimana kalau kita bertaruh?"

Alis [Name] menaut, biasanya Ikuya tidak pernah seperti ini membuat gadis itu gugup setengah mati "A–apa? Katakan."

"Kalau aku menang saat pertandinganku dengan Aniki. Kau harus mengabulkan satu permintaanku." [Name] terdiam dengan raut wajah bingung "Kirishima-senpai banyak memenangkan pertandingan di luar sana, yah aku juga termasuk korbannya. Aku tidak cukup yakin bahwa–"

Ikuya terkekeh "Yah lihat saja nanti, aku akui kemampuanku dengan Aniki sangat besar tapi tidak menutup kemungkinan aku dapat memenangkannya bukan? Dia rivalku saat dipertandingan nanti." Wajah Ikuya memandang pemandangan yang disajikan pada pinggir trotoar jalan, ambernya terlihat sendu.

"Kalau begitu baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu. Tapi, jangan aneh-aneh." Ikuya menoleh menemukan wajah gadis itu yang tertimpa sinar lampu yang menyorot keduanya, angin malam menggoyangkan surainya. Ikuya mengangguk.

"Kalau begitu selamat malam [Name]." Melambaikan tangannya pada punggung Ikuya yang menjauh dari pandangannya, tubuh mungilnya berbalik hendak meninggalkan tempat perpisahan itu.

Merasakan sebuah tangan besar yang menariknya kebelakang, bahkan belum sempat otaknya memproses dapat ia rasakan sentuhan lembut pada dahinya. Netra [Name] melebar kala rongga hidungnya mencium harum familiar "Ikuya?"

Ikuya terdiam, kedua tangannya menangkup kedua pipi [Name] agar menatap wajahnya, dapat dilihatnya wajah penuh dengan raut terkejutnya.

"Jangan pikirkan apapun. Pulanglah dan tidur."

[Name] masih terdiam dengan jantung yang berdebar terlebih Ikuya mencium keningnya lembut, mengirim desir hangat pada hatinya "H–hai, o–oyasumi Ikuya."

Tiba dalam apartnya, ia melihat Hiyori tengah meminum jus kaleng "Aku mencarimu." Menghempaskan tas selempangnya asal, Ikuya mengambil duduk pada singel soffa. Alis Hiyori terangkat bingung kala Ikuya berteriak menutup wajahnya dengan tangan "Aaggh!"

"Hoi, Ikuya? Kau tidak apa-apa?"

Dari balik kacamatanya Hiiyori dapat melihat telinga Ikuya yang memerah, Hiyori terkekeh "Kau melakukan sesuatu pada [Last name] kan? Hingga membuat telingamu memerah."

"Damare Hiyori, ini memalukan." Dan Hiyori hanya tersenyum menegak kaleng jusnya hingga tandas.

Pagi yang cerah, gadis itu bersenandung. Akhir pekan biasanya ia akan selalu sibuk dengan tugas yang menumpuk tapi untuk hari ini adalah kebebasan. Menggumam kecil kala ia menekan tombol hijau disana, netranya melirik jam yang menggantung disana "Moshi-moshi?"

"Ah Nee-san! Ini aku [Name]."

Wajah diseberang sana tersentak terkejut hampir menjatuhkan cangkir yang hendak menyeduh kopi "[Name]?! Astaga kemana kau selama ini?!! Datanglah kemari Nee-san merindukanmu baka!"

𝐈 𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐘𝐎𝐔Where stories live. Discover now