LTWYA - bagian satu

101 31 11
                                    

Banyak orang yang bilang bahwa sekolah adalah tempat kita bisa bertemu banyak teman. Banyak juga yang bilang bahwa sekolah itu menyenangkan. Kamu bisa mendapatkan uang jajan dari orang tuamu. Kamu bisa pergi bermain ataupun jalan-jalan sepulang sekolah bersama teman-teman.

Tapi itu tidak berlaku untukku.

Ini sudah tahun kedua aku bersekolah di SMA. Mayoritas murid di sekolahku menjunjung tinggi senioritas. Mereka berhak membully yang lemah. Tentu saja guru tidak tau. Karena guru-guru tidak melihat langsung kejadiannya.

Awalnya kehidupan SMP ku biasa-biasa saja. Tetapi, semenjak aku masuk ke SMA, semuanya berubah. Seseorang tahu bahwa aku yatim piatu. Aku mulai dicemooh, dijauhi, dan tentunya dibully. Dan aku tidak pernah punya teman.
Tentunya banyak yang dibully di SMA-ku. Tetapi kami tidak berani untuk berteman. Karena kalau kami berteman, kami akan diadu domba. Tidak. Tidak ada yang boleh berteman dengan murid yang dibully. Atau mereka akan merasakannya juga.

Ini aku,

Clara Devina. Aku yatim piatu. Kedua orang tua ku meninggal saat aku di tahun ketiga saat SMP. Aku harus mencari uang untuk kehidupanku sehari-hari. Aku berasal dari keluarga yang tidak kaya. Kedua orang tua ku berdagang untuk menghidupi kehidupan kami. Namun, kini mereka sudah pergi.

Aku, Clara. Gadis yang dibully hanya karena aku yatim piatu.

•••

Tubuh mungil itu terjatuh ke tanah. Ia memejamkan matanya menahan sakit di pundaknya. Ia mencoba untuk duduk, rambut dan seragamnya basah karena air. Sehingga baju seragam nya itu tembus pandang. Ia mengusap wajahnya yang basah. Air mata terus berjatuhan dari matanya.

Gadis itu bangkit dengan perlahan-lahan dan berjalan pincang karena merasakan sakit di seluruh badannya. Ia pergi ke kamar mandi sekolah dan membersihkan dirinya. Seragam dengan name tag 'Clara Devina' kini sudah kotor akibat ulah mereka.

Setelah selesai membersihkan dirinya. Clara keluar dari kamar mandi itu dengan memakai seragamnya yang kotor. Rambutnya yang sebahu itu basah karena sehabis mandi. Ia pergi ke kelasnya dan mengambil tas ranselnya. Setelah itu berjalan ke arah gerbang sekolah berniat untuk pulang kerumah.

Ia berjalan di jalanan yang lumayan sepi. Karena sekarang sudah menjelang malam dan tak banyak orang yang lewat di jalanan ini. Ia memegang handphone nya yang berada ditangannya. Berjalan dengan pandangan menunduk.

Bruk.. Bruk...

Langkahnya terhenti. Di sebelah kanannya terdapat tiga orang yang tengah memukuli seorang lelaki. Tubuhnya gemetar. Ia ingin berpura-pura tidak tahu, tetapi lelaki itu sudah seperti sekarat. Ia membuka handphonenya dan menelpon polisi.

Namun, belum juga tersambung oleh polisi. Mulutnya dibekap oleh seseorang. Tubuh mungilnya terseret mengikuti arah jalan seseorang itu. Tubuhnya lagi-lagi dijatuhkan ke tanah. Ia berteriak, namun tidak kencang. Ia meringis kesakitan.

Didepannya, lelaki dengan wajah yang dipenuhi banyak darah tengah menatapnya dengan nafas yang tak beraturan.

"Wah, ada pahlawannya nih," ucap lelaki yang memakai masker hitam. Di Tangannya ia tengah memegang balok kayu berukuran sedang. Membuang rokoknya yang mulai mengecil itu ketanah dan menginjaknya.

"Lo pacarnya dia?" tanya lelaki itu. Clara dengan cepat menggeleng.

"Terus kenapa lo ikut campur sama urusan gue?"

Air mata Clara jatuh. Nafasnya naik turun dengan cepat. Ia menangis namun tidak terdengar suara. Sedangkan lelaki yang memakai masker itu menyeringai. Ia berdiri dan mengapit kedua tangan Clara kebelakang tubuh Clara

"Kayaknya cewek ini suka sama dia," ucap salah satu dari mereka.

"Oh iya kah? Lo suka sama dia? Wajar sih. Dia ganteng, dan lo cantik. Kenapa nggak kita jodohin aja?" ucapnya. Lelaki itu menjambak rambut pendek Clara.

"Cium dia kalo lo gak mau ngeliat dia mati di hadapan lo," lelaki itu tersenyum licik.

Clara diam, menatap lelaki itu yang sudah bercucuran dengan darah. Mata sebelah kirinya yang sudah bengkak. Lelaki itu mengucap sesuatu namun tidak dapat Clara mengerti.

"Cepetan cium! Lo mau dia mati hah?" ucap lelaki licik itu sedikit berteriak.

Clara memejamkan matanya. Jika ia mencium lelaki di hadapannya, itu adalah ciuman pertamanya. Jika ia tidak mencium lelaki di depannya, maka lelaki itu akan mati dihadapannya.

"Lo mau dia mati nih? Oke!" ucap lelaki licik itu lagi dan berniat untuk mengambil balok kayu yang berada di tanah.

Namun, sebelum ia mengambilnya. Clara mendekatkan wajahnya kepada lelaki itu dan bibir mereka bertemu. Air mata Clara turun saat bibir mereka bertemu.

Tidak lama, Clara menjauhi tubuhnya dari lelaki itu. Kedua lelaki yang tengah memegangi lelaki itu berteriak heboh, mereka tak sadar bahwa mereka tak lagi memegangi lelaki itu.

Tanpa disadari satu pukulan mendarat di wajah lelaki licik dengan masker hitamnya. Lelaki itu terus-menerus meninju wajahnya hingga mulutnya mengeluarkan darah. Kedua temannya menyingkirkan nya dan meninju balik lelaki itu. Dan tubuhnya tersungkur jatuh ketanah. Ketiga lelaki itu pergi dengan wajah yang babak belur.

"Urusan kita belum selesai!" ucap lelaki licik itu dan berjalan dibantu oleh kedua temannya.

Clara berdiri dan menatap lelaki di depannya yang tengah memegang wajahnya. Ia berjalan mendekat dan membantu lelaki itu untuk berdiri. Lelaki itu menatap wajah Clara yang terdapat luka-luka.

"Maaf," ucapnya dengan suara parau.

Lelaki itu mengibas-ngibaskan tangannya di bajunya yang dekil. Matanya sesekali melirik pada seragam Clara. Rambutnya yang sedikit gondrong ia kuncir sehingga menambah tingkat ketampanannya. Hanya saja, kini wajah tampan itu tertutupi oleh banyak darah.

"Kita satu sekolah. Gue bakalan balas kebaikan lo, lo mau apa?" tanya lelaki itu menatap Clara.

Clara hanya diam menatap lelaki itu. Ia tidak berbicara apa-apa pada lelaki itu. Merasa tak ada jawaban, lelaki itu berjalan berniat meninggalkan Clara.

"Gue kelas 12 IPS 3. Cari gue disitu," ucapnya kemudian pergi berjalan pincang meninggalkan Clara.

"Lindungi gue!"

•••

See you to next chapter!

Love The Way You AreWo Geschichten leben. Entdecke jetzt