LTWYA - bagian tujuh

28 6 0
                                    

Lelaki beralis tebal itu kini tengah terduduk diam di lantai rumah sakit. Ia menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan keringat yang sudah bercucuran di wajahnya. Ia menggenggam handphone yang berada di tangannya. Seorang perawat berpakaian serba biru itu keluar dari sebuah ruangan berjalan mendekat kearah lelaki itu berada.

"Kamu bisa pulang sekarang, Mamah kamu sudah diberi obat penenang" ucap sang perawat itu.

"Boleh saya lihat mamah sebentar Bu?" tanya lelaki itu.

"Tian, lebih baik besok saja. Ibu bakal jagain Mamah kamu. Kamu belum pulang loh. Lihat seragam kamu, kotor begitu, habis berantem apa gimana?" tanya Perawat itu.

Lelaki bernama Tian itu tersenyum sambil memperlihatkan sederet gigi kemudian ia menggeleng.

"Tadi Tian jatuh Bu, ya udah Tian besok kesini lagi ya Bu," ucap Tian sambil mencium tangan kanan sang Ibu. Lalu berjalan keluar meninggalkan Rumah Sakit Jiwa itu. Ia duduk di jok motornya dan memakai helm. Lalu menyalakan mesin motornya, mengendarai motornya menuju rumahnya.

Setelah beberapa menit ia mengendarai motornya, ia sudah sampai di depan rumahnya. Rumah yang tidak terlalu besar. Namun terlihat menyeramkan karena tidak dipasang lampu.

Ia memasuki rumahnya dalam keadaan gelap. Duduk di sofa yang ditutupi oleh kain putih. Benda-benda yang berada di rumah nya ia tutupi dengan kain putih dengan sengaja. Toh dia juga jarang di rumah. Memejamkan matanya sebentar sambil mengusap wajahnya kasar.

"Arghh!! Tama Sialan!!"

•••

Keesokan paginya Tian tengah berjalan di koridor sekolah yang masih sepi. Ia sengaja datang pagi agar bisa tidur dikelas lebih lama. Berjalan sambil mendengarkan musik, ia terus sibuk bersenandung menikmati musik yang ia dengar.

Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang berdiri di hadapannya. Raut wajahnya kembali datar. Ia melepas earphone nya dan menaruhnya di saku bajunya.

"Apa lagi hah?" tanya Tian menahan emosi.

"Santai aja dong, masih pagi loh ini" ucap lelaki yang juga memiliki tubuh tinggi seperti Tian. Tian hanya mengacuhkan ucapan itu dan berjalan melewati lelaki yang ia benci.

"Clara ... Namanya Bagus, menurut Lo, Clara atau Cindy?" tanya Lelaki itu mencoba memancing emosi Tian. Tian berbalik menghadap lelaki itu dan mencengkram kerah baju lelaki tersebut. Ia berbicara tepat ditelinga lelaki itu.

"Jaga ucapan Lo, Tama. Kalo sampai Lo main-main sama keduanya, gue gak akan segan-segan ngelukain Lo!" ucap Tian kemudian melepaskan cengkraman nya dan pergi menuju kelasnya.

Sungguh hari-hari yang buruk bagi Tian. Beberapa hari ini masalah selalu saja datang kepadanya. Ia rasanya ingin satu hari saja hidup dengan tenang tanpa masalah. Namun takdir selalu berkata lain.

"Tian!"

Panggilan tersebut membuat Tian yang tengah melamun kini sadar dari lamunannya. Ia refleks mengangkat sebelah alisnya.

"Kata Ibu, nyokap Lo mau makan makanan buatan Lo" ucap gadis itu.

Tian hanya mengangguk acuh dan menyembunyikan wajahnya menggunakan kedua tangannya. Gadis itu masih berdiri di sebelahnya. Tian yang merasa risih mulai menatap tajam gadis itu.

"Ngapain lagi lo?" tanya Tian. Gadis itu menghela nafas kasar. Ia duduk dibangku sebelah Tian yang masih kosong.

"Lo semalem gak makan ya?" tanya Gadis itu.

"Bukan urusan lo Cindy, mending lo ke kelas sekarang kalo gak mau ngeliat Brian marah," ucap Tian mendorong pelan tubuh Cindy. Bukannya pergi, Cindy justru tetap duduk di samping Tian sambil tersenyum.

"Kenapa sih Lo gak mau Brian ngeliat kita?" tanya Cindy sambil mengapit lengan Tian. Tian melepaskan genggaman tangan Cindy. Lelaki itu terus menatap arah pintu masuk kelas takut-takut Brian datang.

"Gue gak mau Brian tau hubungan kita yang sebenarnya, karena kalo dia tau, lo pasti udah abis ditangan dia" ucap Tian was-was. Cindy menghela nafasnya kasar. Ia kesal dengan sifat Tian.

"Ya memangnya kenapa? Sampai sekarang gue masih bingung alasan lo mutusin gue tuh apa. Karena Brian?" ucapan Cindy terhenti, air matanya tak sengaja jatuh dari kedua matanya.

Lo sadar ga sih lo itu cuma dijadiin budak nya Brian, emangnya Brian nganggap Lo temen? Brian tau gak masalah nyokap lo? Nggak kan? Dia aja ga peduli temannya ini lagi ada masalah. Kenapa Lo malah takut Brian gituin gue?" lanjut Cindy dengan suara sedikit terisak. Untungnya kelas hanya ada mereka berdua.

"Gini ya Cindy, Brian itu benci banget sama cewek kayak lo. Gue gamau lo malah makin dibenci sama Brian setelah tau lo pacaran sama gue"

"Kita emang udah ga pacaran, bukan berarti gue gak boleh perhatian kan? Tugas gue skrg cuma bisa lihat lo dari jauh" ucap Tian.

"Kalau lo cinta gue, lo seharusnya pertahanin hubungan ini. Emang dasarnya lo itu cupu. Laki-laki kayak lo emang pantes buat di jadiin budak nya seorang Brian!" ucap Cindy lemas. Ia mengusap wajahnya dan merapikan posisi rambutnya kebelakang.

"Mendingan sekarang Lo ke kelas sebelum Brian dateng"

"Kalo Brian udah dateng gimana?"

Tian menatap lelaki yang berdiri sambil bersandar pada pintu kelas. Dengan posisi lengan yang dimasukkan kedalam saku celananya.

"Lo? Sejak kapan disitu?" tanya Tian.

"Baru aja dateng, nih. Ngapain ini cewek disini? Gangguin lo lagi Tian?" tanya Brian.

Cindy yang panik mulai mencari cara agar Brian tidak mencurigai nya. Ia menatap Tian yang juga tak kalah panik.

"Inget ya Tian, gue gak akan pernah berhenti ngejar-ngejar Lo lagi! Lo pasti akan suka sama gue!" Ucap Cindy bersandiwara kemudian ia pergi meninggalkan kelas tersebut sambil mendorong pundak Brian.

"Buset tuh cewek, masih ngejar-ngejar lo juga?" tanya Brian terkekeh.

"I-iya ga jelas banget tuh cewek" ucap Tian gugup. Ia kembali membenarkan posisi duduknya dan menatap kearah jendela luar membelakangi Brian.

•••

Clara, gadis itu tengah menulis catatan pelajaran yang sedang diterangkan oleh guru. Ia sibuk menyimak ucapan guru tersebut sambil sesekali mencatat.

Namun sedang asik menyimak penjelasan guru, ia merasa seseorang sedang menatapnya. Ia melihat ke arah Ravin yang tengah menatapnya lalu dengan terkejut nya Ravin langsung membalikkan tubuhnya panik. Ia merasa bingung dengan sifat Ravin yang akhir-akhir ini aneh.

"Clara,"

Clara menengok ke arah teman sebangkunya. Ini adalah kedua kalinya teman sebangkunya itu mengajaknya berbicara. Biasanya mereka jarang berbicara ataupun sekedar basa-basi saja.

"Liat catatan yang ini dong, gue gak sempat nyatet," ucapnya. Clara memberikan buku catatannya kepada temannya itu. Ia kembali fokus memperhatikan guru yang tengah mengajar. Meskipun ia merasa Ravin yang diam-diam melihat ke arahnya lagi. Dan dia ingin mencoba mengacuhkan itu.

"RAVIN!"

Seluruh siswa yang berada di kelas terkejut tatkala sang guru berteriak kencang ke arah Ravin. Ravin yang namanya dipanggil dengan sigap berdiri dan menunduk.

"Kamu ibu perhatikan dari tadi tidak menyimak. Melihat ke belakang terus, ada siapa sih?" tanya Ibu Winda–guru yang mengajar pembelajaran IPA pada kelas hari ini.

"Maaf bu"

"Ya sudah, sekarang perhatikan penjelasan ibu. Buat anak-anak semuanya, kalian ini sudah kelas 12. Mau gak mau kalian harus siap siap untuk ujian kelulusan. Harus fokus belajar dong!"

•••

See you to next chapter♡

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love The Way You AreWhere stories live. Discover now