Chapter 7. La Trampa

7.1K 383 31
                                    

note:

La trampa: jebakan

Lagipula... apa maksudnya dengan hati-hatilah terhadap kawanmu?

Siapa yang ia maksud? Joaquin? Apa dia mengenal Joaquin? Hmmm... tapi kalau dia sering menghabiskan waktu di sini, tak mustahil ia mengenal Joaquin, dan profesinya. Wajar kalau ia menganggap berurusan dengan orang seperti Joaquin sangat berbahaya. Tapi kenapa ia harus memperingatkanku? Apa dia juga memperingatkan gadis-gadis yang jelas-jelas sedang digagahi oleh pria-pria hidung belang ini?

"Siapa orang itu? Kau mengenalnya?" Joaquin mengagetkanku gara-gara aku terus melamun. "Apa dia mengganggumu? Bilang saja kalau dia mengganggumu, aku akan mematahkan kedua lengannya."

"Oh, tidak, tidak," jawabku gugup sebab bisa saja ia serius. Bukan rahasia lagi bahwa pengedar obat bius bisa melukai atau membunuh orang tanpa alasan yang jelas. Aku tak ingin menjadi alasan dari kekejaman seperti itu. "Aku tidak mengenalnya. Kami baru saja mengobrol, aku bahkan tak tahu namanya."

Joaquin mengangguk-angguk, kemudian menunjuk orange juice di tanganku. "Minumlah, kau yakin tak ingin apapun lagi? Mau mencoba kokain?" Ia kemudian tergelak karena aku hampir tersedak minumanku. "Aku hanya bercanda. Gadis baik-baik sepertimu, mana mungkin aku berani. Esmeralda terus mengingatkanku untuk menjagamu, Ramona, dan aku sangat terkesan kepada keteguhanmu. Jarang sekali, gadis secantik dirimu, jauh dari orang tua, tapi menjaga diri dengan baik, dan tidak ugal-ugalan."

"Aku tidak punya apa-apa untuk dipakai ugal-ugalan," candaku. Joaquin tak mendengar, jadi aku mengulanginya sekali lagi tepat di telinganya, dan membuat tawanya kembali berderai.

"Jangan khawatir, kali ini kau akan punya. Relasiku berjanji akan memberimu upah yang layak. Tapi sebenarnya, Ramona, kau tinggal minta kepadaku. Kawan Esmeralda, kawanku juga. " Joaquin tiba-tiba merangkul bahuku, dan menarik tubuhku lebih rapat kepadanya dengan mudah. Aku hanya bisa menelan ludah. Tak sempat berbuat apa-apa. Lebih tepatnya, aku tak berani berbuat apa-apa. "Omong-omong, bagaimana kau pulang nanti? Biarkan salah satu anak buahku mengantarmu pulang."

"Tidak perlu, Joaq—"

"Jangan bilang tidak perlu," joaquin menyelaku dengan tegas. "Aku memaksa. Setelah kau menghabiskan orange juice-mu, Martinez akan mengantarmu pulang. Jangan sampai kau kelelahan, dan tidak bisa datang tepat waktu besok pagi. Meskipun aku mereferensikanmu, kau tetap harus mengesankan mereka."

"Tentu saja, Joaquin. Aku akan berusaha sebaik mungkin," ikrarku, sambil meneguk hampir separuh jusku. Aku juga ingin cepat pergi dari sini. Mungkin tidak segera setelah jus-ku habis, aku akan menemani Joaquin mengobrol barang sepuluh, atau lima belas menit, demi kesopanan. Dia sudah begitu baik. Mungkin tidak semua pengedar narkoba itu jahat. Joaquin buktinya. Atau paling tidak, pada orang-orang yang mereka kenal, mereka bukan monster yang mudah membunuh.

Aku meminum seteguk lagi, sementara Joaquin menyalakan cerutu sambil sesekali kutangkap basah mengamati gelas di tanganku. Hm. Apa dia yang ingin aku cepat pulang?

"Bagaimana? Belum kelihatan?" tanya seseorang, aku tak tahu apa maksudnya.

Joaquin menggeram, "Tutup mulutmu, Bedebah," katanya, membuat jantungku mencelus. Sejak tadi Joaquin bersikap manis di depanku, agak mengejutkan mendengarnya memaki. Padahal kukira orang itu bertanya baik-baik.

"Eung, Joaquin," panggilku, tubuhku entah kenapa terhuyung ke belakang saat aku menoleh kepada Joaquin di sisiku. Seolah-olah, gerakanku tadi terlalu cepat sehingga tubuhku tak bisa mengimbanginya.

Mengapa kepalaku terasa ringan sekali, ya? Aku nyaris tidak bisa merasakan kakiku. Mungkin lebih baik aku bersandar sebentar.

"Kau mengantuk?" suara Joaquin terdengar jauh.

The Gentlemen (El Hidalgo)Onde histórias criam vida. Descubra agora