BAB 1 - PRELUDE

230 23 167
                                    

.

.

Sebuah kisah dongeng biasanya dimulai dengan narasi "pada zaman dahulu kala", atau mungkin "alkisah, di suatu zaman" dan sebagainya. Narasi itu sejujurnya sungguhlah terlalu klasik dan basi (tolong simpan protesnya, kalian dilarang berargumen disini).

Jadi mari kita mulai kisah dongeng ini dengan sebuah narasi yang agak berbeda dari yang lainnya...

Adakalanya hidup itu bisa serupa dengan drama yang biasa dipentaskan di teater-teater. Sungguh dramatis, sampai-sampai kau merasa dirimu adalah tokoh utama dalam serial itu. Menyedihkan memang.

Baiklah, kisah drama ala teater yang akan dibawakan hari ini adalah datang dari sebuah kerajaan antah berantah yang nun jauh. Kerajaan mahsyur itu banyaklah ditinggali oleh keluarga-keluarga dengan kekayaan berlebih.

Diantara para borjuis itu, hiduplah satu keluarga yang bahagia. Sepasang suami istri yang saling mencinta dan seorang putra tunggalnya yang selalu ceria. Potret ideal dari sebuah keluarga bahagia yang diimpikan oleh para pasangan muda diluar sana.

Semuanya berjalan dengan mulus pada mulanya. Sang ayah yang bekerja keras demi keluarga, namun tetap meluangkan waktu untuk istri dan putranya. Istrinya adalah sosok ibu yang penuh kelembutan dan cinta kasih. Dan sang putra tunggal, bertumbuh menjadi seorang yang penuh dengan semangat dan periang (walaupun agak nakal, dan masokhis--tapi bukan berarti ia betulan masokhis).

Hingga tragedi menimpa keluarga kecil itu. Sang ayah jatuh sakit karena bekerja terlalu keras, tiada tabib yang dapat menyembuhkannya, dan ia pun meninggal setelah lama sakit. Istrinya yang syok akan hal itu menyusul tak lama kemudian. Meninggalkan sang putra sendirian.

Tragedi yang malang.

Sang putra yang hanya tinggal sendirian kemudian diadopsi oleh pamannya, yang memiliki dua orang anak yang lebih tua dari sang putra. Ia menjadi bagian dari keluarga mereka.

Mulanya ia senang-senang saja. Selama ini, ia mengenal sang paman sebagai sosok yang menyenangkan walaupun sedikit aneh dan alay. Kedua kakak sepupunya juga sama, mereka adalah duo paling konyol yang pernah ia kenal.

Hidup bersama mereka mungkin akan terasa menyenangkan, begitu pikirnya.

Sayangnya, itu hanya sebuah angan belaka.

.

.

.

"Hiroki Moriuchi!! Mana gunting kuku limited edition-ku?!"

"Oi, bocah! Carikan celana dalamku, cepat!"

"Jangan dengarkan Tomo-kun! Lebih baik kau bersihkan sepatuku!"

Hiroki Moriuchi hanya bisa menghela napas lelah, melempar sapunya ke sembarang arah sebelum berlari menuju sumber suara-suara cempreng membahana yang memanggilnya. Sudah tipikal tiap-tiap harinya, kok.

Gunting kuku berwarna merah mencolok Hiroki bawa ke ruang makan, dimana terdapat tiga sosok lelaki duduk mengitari meja makan sambil menyantap sarapan buatannya--yang belum sempat ia cicipi, sial betul memang.

"Ini gunting kukunya, ayah." Hiroki menyerahkan gunting kuku pada pria bersurai hitam gagak yang duduk di tengah dengan jengah. Jemari lentik pria itu mengambil barangnya, sembari ia memasang ekspresi angkuh.

TSUNDERELLA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang