part patsatu

5.4K 525 19
                                    

"Loh nino? Ngapain di sini" tanya hanan

Hanan tentu saja terkejut, bukannya nino sedang masa pemulihan. Kenapa malah keluyuran di tempat umum seperti ini.

"Apa maksud lo? Tentu saja gue di sini makan,  nggak mungkin mandi kan"

Hanan menghela napas kasar, ia salah jika harus berbasa-basi dengan nino. Anak itu nggak pernah beres.
Hanan memilih duduk di kursi yang kosong, menemani sekaligus sedang menunggu siapa nino di cafe yang biasa dia datangi

"Lo masih sakit kenapa malah di sini?" nino tersenyum dia memperlihatkan sebuah pesan singkat yang dia kirimkan pada daddy, "lihat. Gue mau turun ke sirkuit. Sekarang"

Hanan terdiam. Dia meneguk minuman milik hanan, dia nggak salah dengar kan? Apa katanya, kembali ke sirkuit? Dalam keadaan belum pulih benar.
Apa nino sudah gila, eh nino memang pada dasarnya sudah melebihi kata gila.

"Ayah dan kakek lo tau?"

Nino menggeleng.

"Nino... " panggil hanan

Nino diam. Namun maniknya menatap hanan tajam, seperti akan melubangi kepalanya saja. "O-oke. Gue bakalan tutup mulut." ucap hanan. Nino menepuk tangan milik sahabatnya dua kali

Lalu obrolan mereka berubah santai kembali, baik nino maupun hanan tidak terlalu ambil pusing apa yang terjadi beberapa saat lalu. Mereka asik membicarakan teman mereka yang lain, istilahnya menggosip.

Mommy tiba-tiba datang memeluk tubuh nino dari belakang, mengusap gemas surai kecoklatan milik nino. Hanan hanya bisa terdiam melihatnya, tidak tau harus merespon apa. Sedangkan dia seperti transparan, sejak tadi tidak di ajak bicara sedikit pun.

"Sudah lama menunggu sayang?" mommy asik memainkan squishi lembut di pipi nino. Kadang juga mencubit gemas, erangan tertahan nino hanya bisa sampai di tenggorokan. "Mom. Aku bukan bayi lagi, please lah... Ada sahabat nino juga, malu"

"Mom nggak peduli. Nino tetep bayi mom"

Bolehkah hanan tertawa sekarang? Hm, raut kesal nino semakin membuat mommy gencar mengerjai pipinya.

"Kita berangkat sekarang?" tanya daddy

"Lebih cepat lebih baik dad"

Mereka bertiga segera berdiri, nino menoleh pada hanan. "Lo mau ikut? Kita bisa balapan nanti bertiga dengan dad?" hanan menggeleng. Tadi saja di cueki gimana nanti kalau sampai di sirkuit, bisa-bisa dia di tinggal sendirian.

"Have fun ya. Tetep jaga kesehatan, gue sayang lo no"

Nino terdiam menatap punggung hanan yang semakin jauh. "Dasar sinting!" umpatnya

"Kamu... Gay?"

Nino mendengus. "Bukan lah mom, aku masih suka lubang perempuan dan kedua semangkanya. Kalaupun aku belok, seleraku tidak seperti curut hanan!!"

"Uuh, mom kira...

Nino keluar dari cafe, mengikuti langkah daddy nya masuk ke mobil. Dia duduk nyaman di kursi belakang, memejamkan matanya sebentar. Dia melirik ke luar dari jendela. "Kenapa semakin panas ini hari" gumam nino

Dua jama menempuh perjalanan yang membosankan akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, nino tergesa turun dari mobil. Bising riuh penonton semakin membuatnya bersemangat. Ini yang dia inginkan, nino mau ini. Dia melompat kecil kesenengan, nino mengekor di belakang mom and dad, bibirnya sentiasa menggumamkan kata 'wow"

"Kamu ganti setelan di ruang khusus, kamu bisa memilih mobil yang mana mau kamu gunakan. Dad tunggu di garis start"

Nino segera berlari kesenengan apa yang di suruh daddy. Hari ini, nino mau jadi anak baik. 

"Lah. Itukan ada kak febri, mati aku!" nino berjalan cepat menghampiri daddy yang sudah menunggu, orang tua febri itu kenal dekat dengan ayahnya. Makanya febri di percaya buat mengawasi pergerakan nino, tapi febri seolah baru kenal nino, padahal mereka sudah lama dekat.

"Kamu kenapa?"

"Bisa kita mulai sekarang dad" ucap nino cepat

Brrumm

Brrrumm

Suara dari mobil yang daddy dan nino gunakan membuat atensi semua orang yang ada di sana menoleh pada mereka, satu persatu orang mulai berdatangan. Begitupun febri dan kedua temannya. Tapi untuk sekarang, fokus nino adalah mengalahkan daddy

"Siapa yang akan menang?"

"Mobil merah. Lihatlah caranya dia berbelok di tikungan tajam, keren"

"Mobil biru tak kalah kerennya, semuanya keren. Orang keren seperti itu kenapa bisa keren, dan kenapa nggak ikut lomba yang lebih keren"

Febri menoleh pada temannya yang sejak tadi memakai masker. "Maskernya coba di lepas dulu" tegurnya

"Ini style. Payah"

Wohoooooooo

Sorak sorai dari sekelilingnya membuat perdebatan mereka terhenti, febri penasaran siapa yang ada di dalam mobil warna merah. Gaya bermainnya seperti mirip seseorang.

"NINO!" teriak febri terkaget-kaget.

"Hai kak febri, jangan bilang ayah ya" nino mengedip genit, lalu mulai menyusul daddy yang mulai menjauh dari sirkuit. Febri terbengong bodoh.

Puk

"Kamu jago juga ya, berapa lama belajar seperti tadi"

"Otodidak dad. Terus coba gabung ke klub yang berhubungan dengan balapan, gitu deh"

"Mirip ayahmu. Dia dulu juga belajar otodidak, ayahmu dulu jago sekali. Setiap malem balapan, nilai raport selalu merah, tukang marah, suka malak duit anak orang,, ayahmu dulu blangsak sekali"

"Eh benarkah?"

Daddy mengangguk. "Daddy dan ayahmu dulu teman sekelas, tapi tidak saling kenal. Ayahmu sombong sekali" kata mommy

Nino mengangguk. Nggak usah di tanya lagi, pasti sifat nya ini menurun dari ayahnya.

"Mau dengar cerita remaja ayahmu lebih banyak lagi?" kata daddy, nino mengangguk antusias.

Sementara itu di kediaman keluarga ayah....

"Gitu om, tadi nino di sana bersama suami tante"

"Mereka tidak ijin denganku, benar-benar sialan!"

"Yaudah om, cuma itu yang bisa aku beritau. Oiya, om jangan sok kenal ya sama aku. Soalnya aku nggak mau ribet di tanyai macem-macem sama teman-temanku"

"Terserah. Pulang sana"

Febri pergi tanpa pamit. Dia menaiki mobilnya dan keluar dari halaman mewah milik keluarga nino

"Awas saja jika mereka bicara yang aneh-aneh dengan nino.....

Nino is NinoWhere stories live. Discover now