Part 08 || kemarahan Amir

53 4 3
                                    

"Apa yang di rasakan Rara dapat kita rasakan dengan sendirinya, karena perasaan kita terhubung dengan perasaan Rara."

-Amelia Aliya Banurasmi-

Gila, gila ini sih gila namanya! Gimana nggak gila coba! Udah tiga hari gue di diemin bang Fahmi dan tiga hari itu gue gunain buat minta maaf ke dia tapi dia cueknya minta ampun.

Seumur umur hidup gue, gue nggak pernah di cuekin abang gue kayak gini, dan kalau ini sih bikin gue frustasi!

Ya ampun bang gue itu sebenernya punya masalah apa sih sama lo, sampai sampai gue di cuekin kayak sekarang dan parahnya lagi gue nggak fokus tadi pas saat jam pelajaran gara gara mikirin cara gimana bisa dapet maaf dari bang Fahmi.

Emang ya kalau abang gue yang satu ini kalau ngambek kayak anak perawan aja! Bikin pusing orang!

Ya Allah bang andai lo tau! Selama tiga hari ini gue nggak makan gara gara elu?

Apa elu bakal khawatirin keadaan gue? Apa justru sebaliknya?
Untung aja gue masih tinggal di kostan jadinya aman kalau abi umi tau, setidaknya mereka nggak khawatirin gue.

Tapi kalian jangan berpikir kalau gue lari dari masalah! Bukan gitu, emang gue pingen aja tinggal di kostan dan gue udah bilang sama umi dan Abi waktu itu, kalau kalian nggak percaya kalian boleh liat chapter sebelumnya, di situ di tuliskan kalau gue pingen nempatin kostan gue lagi.

Apa gue coba lagi ya? Siapa tau dapat maafkan? Ya coba lagi lah.
Entar aja deh gue samperin setelah ba'da dhuhur.

"Ra are you healthy?" Lamunan gue terbuyar gara gara Kristin yang menanyakan keadan gue, emang sekarang badan gue keliatan pucet banget gara gara gue telat makan.

Sekarang adalah waktunya bagi siswa dan siswi istirahat. Gue dan teman teman gue kali ini cuman di kelas duduk dan ngobrol ngobrol aja biasanya sih itu semua kita lakuin di kantin tapi untuk kali ini nggak! Karena gue bggak mood buat ke kantin.

"Yes, I'm healthy " bohong! Sehat sehat gimana? Jelas jelas wajah gue keliatan pucet gini kok, tapi gue nggak mau bikin sahabat gue jadi khawatir sama keadaan gue.

"Lo tu nggak bisa bohong Ra, lo ngggak pandai berbohong! Jadi lo jangan bohong. Kalau nyembunyiin sesuatu sih elu jagonya." emang ya kalau nggak punya bakat buat ngibul tuh susah kalau mau ngibul, ya kayak gue ini mau ngibulin temen tapi nggak bisa.

"Iya, gue gapapa santay kali," ucap gue disertai senyum di bibir pucat gue.

"Gue nggak yakin lo baik baik aja." kali ini Kristin yang bersuara tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang dia baca.

"Terserah lah lo pada mau ngomong apaan." akhirnya gue pasrah dan memilih untuk diem dan tiduran berbantalkan tangan gue yang gue lipet di meja. Pusing melanda gue ketika mereka menanyakan ini itu, bisa bisa pecah kepala gue.

"Gue ke kantin dulu, lo mau nitip nggak?" Alya menawarkan diri untuk membelikan sesuatu di kantin pada kita.

Gue yang berasa butuh asupan buat kesehatan gue akhirnya angkat bicara juga, biar begini gue juga butuh makanan buat mengikuti pelajaran terakhir.

"Gue titip bubur ayam sama teh tawar anget aja ya," ucap gue membuat kedua teman gue mengernyitkan dahi bingung.

"Nah kan! Lo tu nggak bisa bohong Ra, lo nggak enak badan? Kalau gitu mending di UKS aja yuk, lo baring di sana sampai keadaan lo membaik," kata Alya mengkhawatirkan keadaan gue.

"Udah elah gapapa gue titip bubur ayam sama teh tawar ya! Nih uangnya! Kembaliannya buat elu semua," kata gue sambil menyodorkan uang seratus ribu kepada dia.

Nikah Dadakan [Mager Ngelanjutin]Where stories live. Discover now