7. Sosok Berjubah Bulu

2.9K 723 145
                                    

Jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar ya. Terutama komentar. Karena hal itu sangat memotivasi saya untuk cepat-cepat update.

...

Rait's Present

...

Seharusnya semua kejadian datang dengan sebuah pertanda. Baik besar maupun kecil. Mencoba memperingati seluruh makhluk di muka bumi akan segala yang hendak terjadi agar semuanya dapat mengantisipasi, memberikan sebuah petunjuk. Mencoba meminimalisir kejadian tak mengenakan.

Namun tidak kali ini. Sekalipun Mark yang selalu pintar membaca situasi. Mungkin akan lebih menguntungkan jikalau mereka membawa Lind ikut serta dalam perjalanan ini.

Selepas meninggalkan sungai besar yang menjadi tempat mereka bermalam, keduanya kembali melanjutkan perjalanan di bawah pohon-pohon besar berdaun lebat. Seiring dengan bertambahnya jarak menuju utara, pohon-pohon pinus dengan batang berdiameter besar yang berdiri tegak menuju angkasa raya nampaknya mencoba menguasai hutan sejauh mata memandang.

Semakin jauh mereka melangkah, semakin ke utara, udara dan suhu sekitar berubah drastis. Layaknya anak bipolar yang berganti emosi secara mendadak. Bagaikan bunglon yang berubah warna dalam sedetik. Seolah seperti setiap langkah yang mereka tempuh akan mengubah keadaan, menurunkan suhu sekitar.

Semakin rendah. Sangat dingin. Nyatanya jubah yang melingkupi badan keduanya tidak begitu efektif membantu menangkal suhu rendah itu.

"Bukannya ini terlalu dingin? Uhh astaga..."

Haechan membuka suara. Nampak jelas ia kedinginan dari cara dia berbicara. Sesekali dirinya menggosok-gosokkan kedua tangannya dan menempelkannya pada pipi. Berusaha mencari kehangatan, menangkal suhu yang amat sangat rendah ini. Mark pun melakukan hal yang sama. Namun sungguh hal ini tak membantu sama sekali.

"Ah, aku rasa ini yang peta itu maksud dengan 'Akan terjadi perubahan suhu aneh saat mendekati suku es'. Namun bukannya perubahan suhu ini sangat keterlaluan?"

Haechan hanya mengiyakan dalam hati setiap kalimat yang Mark keluarkan. Dirinya berusaha menciptakan langkah yang kokoh. Tanah yang licin serta udara berkabut yang mengurangi jarak pandang membuat keduanya harus ekstra hati-hati dan berkonsentrasi dalam setiap langkah yang mereka buat.

Angin seketika berhembus, menerbangkan beberapa anak rambut keduanya. Angin itu serta-merta turut serta dalam membawa udara dingin yang membuat tubuh keduanya semakin bergetar. Dan sesekali sebuah titik putih kecil-kecil dari langit seolah hendak menampar wajah keduanya, mencari perhatian bahwa mereka eksis.

Mark yang berjalan di depan tanpa aba-aba menghentikan langkah. Haechan yang hanya menaruh perhatian pada tanah sontak menambrak punggung tegap nan lebar itu. Haechan memundurkan badannya dan menatap sengit ke arah punggung Mark.

"Kenapa kau berhenti tib-"

"Sstt..."

Haechan lantas terdiam oleh karena instruksi dari Mark. Laki-laki itu nampak serius, was-was. Dirinya dengan segera menggenggam telapak tangan sebelah kanan milik Haechan menggunakan tangan kirinya yang terasa dingin, suhu yang sama dengan tangan milik Haechan. Lelaki jangkung itu menatap sekitar, mencoba membaca keadaan. Sesekali titik-titik putih kecil yang baru disadarinya sebagai salju itu menerpa keduanya.

"Mark kenap-"

"Sstt..." Haechan kembali mengatupkan kedua bibirnya, menghalau suara apapun yang hendak keluar dari kedua belah bibirnya.

Haechan ikut mengedarkan pandangannya, mencoba mengikuti apa yang tengah Mark lakukan. Genggaman tangan milik Mark semakin erat rasanya. Tatapan lelaki itu pada sekitar semakin terlihat waspada saat keduanya mendengar derap langkah kaki pelan yang mendekati keduanya. Bukan langkah manusia. Keduanya merasa sangat diawasi saat ini.

HORIZON : Markhyuck ✔Where stories live. Discover now