10. Ekspetasi

2.6K 649 107
                                    

Sekali lagi, jangan lupa tinggalkan jejak berupa bintang dan komentarnya. Terimakasih!

...

Rait's present

...

Angin berhembus membawa serta udara dingin, cukup untuk membuat seluruh bulu roma meremang. Dalam keadaan sunyi senyap tanpa ada yang berinisiatif memecahnya, Haechan masihlah terdiam. Menatap sosok tinggi yang tengah menangkup pipinya, tersenyum getir penuh kerinduan ke arahnya. Tak begitu lama. Sampai dimana Haechan mengambil keputusan untuk mengambil satu langkah ke belakang. Melepaskan tangan dingin itu dari permukaan wajahnya.

"Aku bukan Dongsook."

Pernyataan mutlak nan telak. Tak mau kesalahpahaman kian menggerogoti keadaan.

Sang Ayahanda masihlah mempertahankan senyum itu dan kemudian tertawa pelan. "Ah, bodohnya aku. Tidak mungkin Dongsook berubah menjadi lelaki. Maafkan orang tua ini, anak muda."

Sang Ayahanda berucap. Dirinya membalikkan badan dan berjalan secara perlahan ke arah rumah kayu miliknya. "Masuklah ke dalam. Akan sedikit lebih dingin dari rumah iglo. Tapi keputusan paling tepat untuk menyambut tamu dari pada membiarkan kalian berdiri di depan rumah. Mari."

Sekali lagi Ayahanda berucap dengan tenang. Keempatnya secara serempak mengekori sang Ayahanda. Kaki menapak tangga kayu yang dihiasi titik-titik salju. Sepertinya belum sempat dibersihkan pagi ini. Kayu yang mereka langkahi sedikit berderit. Rumah ini nampak tua, namun begitu rapi. Begitu pula isi di dalamnya. Ada beberapa perabotan yang diatur sedemikian rupa. Kursi kayu berada di ruang depan dengan meja kecil di tengah-tengah.

"Mari duduk." Ayahanda mempersilahkan. Keempatnya secara serempak menurut

"Ayahanda, ini dua tamu yang sempat kuceritakan kemarin." Jungwoo berucap dihadiahi anggukan pelan sang kepala suku.

"Hal apa yang membawa kalian mengunjungi suku ini, anak muda?"

Haechan menegakkan badannya perlahan. Menatap lekat sang kepala suku. "Mencari tahu siapa diriku yang sebenarnya."

Ayahanda tersenyum lembut. "Pencarian jati diri, ya?"

Haechan menggangguk pelan. Ayahanda hanya tersenyum memaklumi. "Namamu?"

"Haechan dan ini temanku, Mark."

"Haechan, nama yang sangat indah. Namun sebelumnya, aku ingin bertanya. Apakah kau memiliki korelasi dengan Dongsook? Semacam ikatan darah?"

Haechan menggangguk pelan. "Ya, dia ibuku."

Senyum lembut itu berganti menjadi sebuah senyum yang begitu sumringah. "Ah, rindu sekali aku pada Ibumu. Bagaimana kabarnya? Dia sehat-sehat saja kan?"

Pertanyaan itu membuat Haechan tersenyum kecut. Dirinya hendak menjawab namun telat sebab ia telah didahului oleh Mark. "Ibunya telah meninggal. Jauh sebelum Haechan dapat berbicara. Bahkan sebelum beliau sempat kembali pulang ke suku. Hanya ayahnya yang juga telah tiada yang mengantarkan Haechan kembali tanpa bersama ibunya."

Ayahanda terdiam, kaku tak tau harus berkata apa. Seolah ada batu besar yang menghantam jantungnya. Sesak. Hal yang selama ini ia yakini mengenai wanita jelita itu saat pertama kali ia menapaki suku air hancur begitu saja. Dikiranya Dongsook telah mengakhiri perjalanannya mengelilingi suku saat dirinya melihat Haechan, keturunannya. Namun nyatanya wanita hebat itu telah tiada menyisakan kenangan yang selalu ia jaga. Dongsook, wanita manis yang telah merebut hatinya di saat pertama kali berjumpa kini telah menyatu dengan bumi, kembali ke pangkuan Sang Penguasa Alam.

HORIZON : Markhyuck ✔Where stories live. Discover now