Berjuang demi berbagi

1 0 0
                                    


Menanggung tanggungan yang begitu keras, membuat seseorang akan lelah. Apakah semua itu hanya dirasakan oleh kalangan anak muda? Tidak, jawabannya. Seseorang yang dapat dikatakan sebagai seorang nenek dari beberapa anak cucu, memiliki tanggungan hidup yang amat sengsara, dimana Ia harus bekerja sebagai penjual makanan ringan setiap hari.

"Bu," panggilnya sembari duduk di teras rumah seseorang.
"Ada apa?" tanya balik sang calon pembeli.
"Saya baru saja membuat makanan yang sangat cocok sekali untuk keluarga ibu." Mengambil makanan jualannya.
"Tidak usah, saya sudah masak teriyaki kok untuk keluarga saya," pungkasnya.
"Teriyaki? apa itu? saya belum pernah mendengarnya," ujar sang nenek.
"Teriyaki, makanan yang dapat membuat keluarga saya berteriak 'masakan ibu enak!' gitu," Memonyongkan bibir.
"Ya sudahlah, saya permisi dulu." Pergi sembari membawa barang-barang jualannya.
"Saya mau ke rumahnya Bu Risma," cetus sang nenek.
.
.
Nenek Sum berjalan di hamparan jalan aspal yang disoroti oleh sinar matahari langsung. Apakah jika kalian berjalan di situ, kalian akan merasa kepanasan?
"Kenapa harus kepanasan, saya saja kuat, segar, bugar," ujar sang nenek sembari mengusap keringat di dahinya.

Berjalan, berjalan, dan berjalan. Itulah yang dilakukan oleh Nenek Sum selama beberapa menit.
Hanya beberapa menit?
"Aku juga kuat kalau hanya berupa menit," ujar seseorang.
Oleh karena itu, Nenek Sum kuat berjalan ke rumah-rumah tetangga.
Seseorang menatap datar, setelah mendengar pernyataan di atas.
.
.
"Halo bu!" seru Nenek Sum menghampiri calon pembeli.
"Ada apa Nek!?" tanya anak kecil yang duduk terdampar di samping Ibunya.
"Kamu mau jajan, nggak?" tanya sang Ibu.
"Sekalian, sama Bapakmu yang mau pergi beli garam," ujarnya sembari berusaha memasukkan benang tipis ke dalam lubang jarum.
.
Menghampiri. "Kok Bapak sih bu!?" geramnya.
"Kalau bukan Bapak, terus siapa lagi?" tanyanya kembali.
"Ya ... Nanalah!"
"Iya kan, Na!?" Mengedipkan salah satu mata.
"Nggak! Nana ga mau! Nana mau beli es krim!" ungkapnya.
.
"Bla bla bla bla" Itulah yang terdengar di telinga Nenek Sum.
"Kenapa saya ada di tengah hamparan ombak besar?" Batin Nenek Sum sembari meninggalkan mereka semua.
.
.
.
Berjalan menggunakan kedua kaki menyusuri gang kecil yang berhawa panas, tidak membuat Nenek Sum putus asa begitu saja.

Drap...
Drap...
Drap...
Menelapakkan telapak kaki di jalanan yang panas, membuat Nenek Sum beristirahat sejenak.

Menghela nafas kasar. "Mau kemana lagi ya?" Mengusap keringat. "Saya punya kucing, tapi makanannya sudah habis," ujarnya sembari merenung. "Saya harus beli makanan hari ini," pungkasnya.
.
.
.
Di toko penjual makanan untuk para peliharaan
"Mau beli apa, Nek?" tanya seorang pemuda yang tengah membersihkan rak usang.
"Saya mau tanya, di sini jual makanan kucing kan?" tanya Nenek Sum.
"Iya," jawabnya.
"Kalau iya, ambilkan saya sebungkus makanan dan satu hal lagi, kamu sudah tahu kalau ini toko makanan, tapi kenapa masih tanya mau beli apa,"
"Kau tahu tidak? sikapmu yang seperti tadi, itu telah membuang-buang waktu saya," tekannya.
"Jadi anak muda itu yang berpikir sedikit gitu, jangan sedikit-sedikit tanya."
"Kalau sudah mengerti, usahakan jangan bertanya karena itu akan menghilangkan kesempatan orang lain," pungkasnya.

"Oke, siap laksanakan, Nek!" Memberikan hormat.
Menatap datar. "Masih belum mengerti ya? jika sudah mengerti, lebih baik diam, jangan berkoar-koar seperti itu," jelasnya.
Mengangguk. "Sebentar ya Nek, saya ambilkan makanannya," pungkasnya.
"Tidak usah, saya ke sini hanya ingin mencari seseorang untuk dinasehati." Pergi meninggalkan sang pemuda itu.
.
.
"Oh, cuma mau berbagi ilmu." Menatap datar.
"Oke, gue terima, FINE!!" Memasang wajah lawak.

S to BWhere stories live. Discover now