Enam

80 21 4
                                    

Terima kasih sudah mampir
Silahkan beritahu jika menemukan typo
Enjoy

ooOOOoo

"Pergilah. Aku akan di sini seharian."

Zahraa kembali menarik penutup geser kebelakang. Dia melakukannya dengan cepat tanpa perlu mengamankan senjatanya untuk mengarah ke bawah.

Kedua pelayan wanita itu pun meninggalkannya. Kini Zahraa sendirian. Dia sudah meminta lapangan luas ini dikosongkan agar bisa menuntaskan amarahnya dengan bebas.

Suasana hati Zahraa terasa lebih panas dari terik matahari pagi ini. Jadi, untuk meredakannya dengan tenaga penuh dan tanpa ragu dia mengarahkan sejatanya pada sasaran tembak di depan lalu menarik pemicu.

Door!!
Door!!
Door!!

Suara bising berulang kali terdengar memekakkan telinga. Serpihan proyektil beterbangan, letusan peluru juga memicu keluarnya gas panas. Zahraa tak berhenti menarik pemicu hingga amunisinya habis.

Napasnya berkejaran, keringat mulai membasahi dahi namun Zahraa merasa belum cukup. Dia pun kembali mengisi magazine dengan peluru logam dan kembali mengarahkah senjatanya pada bullseye yang berjarak dua puluh lima meter di depannya.

Kembali suara letusan terdengar. Namun, kali ini sebelum menghabiskan stok amunisi, getar ponsel disaku menghentikan gerakannya.

Zahraa menggeram karena kesenangannya diganggu. Dengan terpaksa dia melepaskan kacamata dan headphone yang menutupi telinga.

Satu pesan masuk dari nomor tidak dikenal.

+967878xxxxxx: Kau dimana? Aku ingin bicara

Tanpa memastikan siapa pengirimnya Zahraa bisa menebak siapa pemilik nomor asing ini. Sudah pasti manusia sinting itu.

Kemarahan dengan cepat menguasai Zahraa. Dengan gerakan kilat Zahraa mengencangkan pegangannya pada hammer lalu membidik dengan jeli.

Door!!

Sempurna. Peluru itu tepat mengenai titik hitam yang ada ditengah-tengah gambar kepala.

Dia kemudian menekan tombol panggil. Diluar dugaan panggilannya diangkat didering pertama.


***

Kedua pelayan tua yang menggantikan Ozza dan Hadya kembali berjalan di belakangnya. Mereka terlihat segan hingga enggan untuk mengangkat kepala. Zahraa mengabaikan mereka. Kaki jenjangnya berjalan cepat menuju istananya.

Zahraa sungguh membutuhkan dua dayang-dayang kesayangannya itu--Ozza dan Hadya. Dia ingin mencurahkan kesialannya hari ini. Namun, dengan kembalinya dua pelayan tua ini menandakan bahwa pekerjaan mereka belum selesai.

Seharusnya pekerjaan mereka sebagai pelayan Putri Mahkota tidak boleh digantikan dengan pelayan lain kecuali Putri sedang tidak berada di istana. Tapi, Nyonya Jaleela memang terkenal sering melanggar aturan demi hasil yang maksimal. Zahraa diberitahu Hadya kalau mereka diminta ikut membantu karena hanya Ozza dan Hadya yang mengenal betul bangunan di sayap selatan. Bangunan itu sendiri masih berada dalam lingkup istana Putri Mahkota. Jadi, tak heran jika Nyonya Badeea meminta bantuan keduanya.

Selesai membersihkan diri dilanjut memakai pakaian santai--blouse tangan panjang dipadukan jeans biru--Zahraa berjalan meninggalkan kedua pelayannya. Dia mengatakan jika ada urusan penting yang harus dia kerjakan. Memastikan kedua pelayannya sudah tidak terlihat, Zahraa membawa langkahnya ke bangunan di sayap selatan. Jika beruntung dia bisa bertemu dengan Ozza dan Hadya.

Dari kejauhan Zahraa mendengar tawa sekumpulan wanita. Matanya memicing mencari sepasang sosok pelayan pribadinya. Tidak sulit karena kedua orang itu pasti akan mendominasi obrolan.

"Yang Mulia!"

Salah seorang pelayan menyadari keberadaan Zahraa, diikuti dengan pelayang yang lain. Mereka memberi hormat setelahnya.

"Kami sedang berisitirahat ... kebetulan Tuan Hamzah berbaik hati memberikan kami pie susu," jelas salah seorang pelayan. Rautnya menunjukkan kekhawatiran. Bukan tindakan baik jika pelayan ketahuan bersantai saat jam kerja.

Zahraa mengangguk. Pandangannya tertuju pada bangunan di belakang mereka. Pintunya terbuka lebar.  Terlihat perabotan di dalamnya sudah tertata. Sudah lebih baik untuk bisa ditempati.

"Kalian bekerja keras hari ini," puji Zahraa. "Aku akan ke kota, apa kalian ingin aku belikan sesuatu?"

"Kacang garing."

Semua menoleh pada Ozza. Mulutnya tanpa ragu menjawab pertanyaan Yang Mulia. Hadya segera menyikut Ozza yang sudah berbicara lancang di depan Yang Mulia. Jika hanya mereka bertiga itu bukan masalah, tapi ada pelayan lain bersama mereka sekarang.

Ozza mengucap maaf menyadari kesalahannya. Namun, respon Zahraa justru diluar dugaan. Gadis muda itu tertawa begitu mendengar jawaban spontan Ozza.

"Akan kucatat. Bagaimana dengan yang lain?"

"Ka-kami ... tidak menginginkan apa-apa Yang Mulia."

"Kalian yakin? Tidak mau kentang goreng MacDo? Banana choco pie? Tidak perlu takut Nyonya Badeea marah, aku yang bertanggung jawab. Bagaimana?"

Para pelayan saling memandang merasa bingung. Bukan bingung menentukan pilihan makanan, tapi karena sikap Zahraa yang membuat mereka tidak tau harus menjawab apa. Bukankah ada peraturan yang menyebutkan jika pelayan tidak boleh terlalu akrab dengan anggota kerajaan. Tapi, sepertinya Zahraa tidak mempedulikan itu. Dia masih berdiri di sana menunggu jawaban mereka.

"Kami akan berada di sini sampai malam Yang Mulia ...," ujar Hadya memberitahu. Mungkin dengan begitu Zahraa akan membatalkan tawarannya.

Zahraa terkejut mendengarnya namun dia berhasil menutupinya. Itu artinya dia tidak bisa menceritakan kesialannya hari ini pada Ozza dan Hadya. Haish.

"Mengapa begitu?" tanya Zahraa penasaran.

"Nyonya Badeea meminta kami tetap berada di sini sampai penghuni baru datang. Dia bilang kalau Tuan itu baru bisa kemari saat malam hari," jawab Hadya.

Zahraa mengangguk tanda mengerti. "Tidak masalah. Aku memang baru akan kembali saat malam. Jadi, kalian ingin apa untuk nanti malam?"

***

Di dalam mobil Zahraa bersenandung mengikuti lagu yang diputar diradio. Dia sudah mencatat diponsel pesanan para pelayan. Bukan pesanan yang macam-macam hanya beberapa junk food dan float.

Benar rupanya hanya mengobrol dengan mereka, perasaan Zahraa kembali membaik. Zahraa jadi tidak sabar untuk menceritakan semuanya. Setelah itu Zahraa yakin dia pasti bisa sedikiiiit menghilangkan keinginan untuk membunuh Sakha.

Ada tulisan Paper Lunch besar di atas pintu masuk. Zahraa mendorong pintu kaca kemudian melangkah ke dalam. Matanya memindai satu persatu pengunjung di sana. Punggung lebar yang duduk di kursi pojok itu menarik perhatiannya.

Zahraa sedikit gugup. Dia berdoa dalam hati agar semuanya berjalan lancar. Kakinya kemudian melangkah mendekati meja yang hanya ditempati satu orang itu.

ooOOOoo

Hayo lho siapa cowok yang lagi mojok itu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Revenge of The Queen (A Tale of Exotic Romance) [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang