⭕Pedulian aja terus⭕

190 36 0
                                    

  Sudah memakan waktu lumayan lama, Meli sampai saat ini tetap aja nggak bisa di ajarin. Karena kesal, waktu gue terbuang habis buat ngajarin Meli. Tanpa gue sadari, omongan mercon gue nyerocos gitu, aja.

  "Mel!" Gue melempar raket ke sembarang tempat. Biar aja, lagian itu raket pegangannya udah bau ketek. Emosi gue kali ini juga udah menjelang puncak amukan.

  "Lo itu tidak bisa di ajarin tau nggak, sebaiknya lo batalin aja buat ikut lomba itu. Lagian gue itu capek ngajarin, bahkan lo nya aja masih belum bisa bagaimana buat tanding minggu depan? Kalau nggak bisa jangan sok-sokan mau ikutan deh, ah," cerca gue muncrat-muncratan.

  "Ze, lo apa-apaan sih?" Reval mendorong tubuh gue sampai nemplok ke ujung meja.

  "Nggak ada apa-apa, salah emangnya gue ngomong gitu?" tanya gue. Jujur, makin lama  makin nggak suka gue sama Meli. Dia itu banyak banget yang peduli sama dia, lah gue? Okey bisa di katakan gue iri.

  "Lo kenapa jadi begini Ze, lo itu bukan Zeze yang dulu."

  "Oh, ya? Apa nggak kebalik, say?"

Gue mendekati tubuh
Reval, hingga jarak kami berdua kira-kira cuma empat centi. Kira-kira katanya. Karena tinggi badan gue lebih rendah di banding Reval, terpaksa gue mendongakkan wajah. Gue tersenyum miring. "Lo juga bukan Reval yang dulu gue kenal, dan lo lebih pedulikan cinta daripada sahabatnya sendiri," ucap gue sambil menyentuh dadanya menggunakan jari telunjuk, masa iya pakai jari jempol kaki. Susah, dong.

  "Maksud lo?" tanya Reval ke gue, lalu menepis telunjuk gue yang nempel di dadanya.

  "Nggak, papa," jawab gue seadanya. Dua kata yang keluar dari mulut Reval membuat gue mematung di tempat. Sungguh, ini di luar dugaan gue. Rasanya tuh Anjing banget.

  "Lo Anjing!"

  Gue menelan saliva berat, nggak bisa ngomong banyak-banyak lagi dah gue. "Iya, gue Anjing, lo teman gue. Jadi lo juga Anjing," sahut gue blak-blakkan.

  "Ingin rasanya gue tertawa." Samar-samar gue masih bisa dengar gumaman Vino, tapi gue acuhin doang.

  Reval mengalihkan pandangannya ke Meli. "Lo tenang aja, biar gue yang ajarin lo. Bukan hanya dia yang bisa."

  Meli menatap gue sekilas, bukannya membuang muka, gue melotot ke arahnya. Kesel banget gue.

  "Lho, kalian ini kenapa jadi berantem, eladalah!" Pandu menepuk jidatnya pelan, kerasin aja, biar lempek kek pizza.

  "Haduh, ujung-ujungnya kenapa jadi begini segi?! Hei kita semua ini bersahabat!" Willi angkat suara sambil merangkul gue.

  Percuma Wil, udah terlanjur marahannya. Gue melepas rangkulan tadi, bukannya apa. Soalnya ketek Willi ada keringatnya.

  "Sebaiknya kita berlima pulang dulu, biarkan dia berfikir apa kesalahannya," ujar Reval mengambil keputusan sepihak.

  Nggak papa sih gue ditinggalin sendiri sama bayangan sendiri. Dari sini gue masih meratapi punggung mereka yang hampir menghilang, lalu gue ingin berbalik badan tapi,

  "Kasian banget sih lo terjebak friendzone."

  Ck, jantung gue berasa mau copot. Nggak nyadar kalau Pandu masih ada di sini. Buat kalian yang kudet nggak tau arti friendzone, nih, gue kasih tau. Artinya di antara persahabatan cowok sama cewek, tapi salah satu di antara mereka menyukai sahabatnya sendiri. Ya seperti gue, yang suka sama sahabat sendiri.

  "Sotoi aja lo," titah gue, gelabakan.

  "Halah basi, terserah lo aja udah." balasnya dekat kuping gue. Bau mulutnya yang beraroma permen mint sangat menyengat nusuk ke hidung. Untung nggak bau proclin kayak biasanya, selepas itu tinggal gue sendirian di sini sambil meratapi diri sendiri.

  Tes

  Tes

  Air hujan turun gitu aja, padahal tadi cuacanya cerah benderang juga. Mungkin nih mungkin aja, kalau hujan turun itu berarti menyangkut tentang keadaan gue seperti sekarang.

  Teori macem apa itu.

  Gue nggak terlalu merasa kenapa bisa cairan kristal gue jatuh gitu aja. Dengan cepat gue menghapusnya, tapi tetap aja airnya meluruh ke kedua pipi gue.

  "REVAL, YOU FUCK!" Teriak gue nyaring, nggak peduli kata-kata kasar keluar begitu mulusnya.

  "OI GUE ITU SAYANG SAMA LO NJIR! BANGSAT! ANJING!" 

  Mohon maaf atas omongan gue yang nggak di saring dulu. So, jangan ditiru!

  Karena tenaga gue terkuras buat teriak-teriak nggak jelas gitu, gue menjongkokkan diri sambil mengelap ingus yang meler di tempat. Anehnya tetesan air hujan nggak mengenai badan gue lagi, padahal hujannya aja masih turun, mana deras lagi. Gue melirik ke belakang, ternyata Rio memayungi gue. Herannya, kenapa pula Rio pakai payung hitam. Gini kesannya dia itu lagi pergi ke makam, dan gue makamnya.

  "Lo, kenapa jadi ada di sini?" tanya gue sesegukan, malu sebenarnya sih nangis. Biasanya cewek-cewek di Wattpad kalau nangis tetap aja cantik, lah gue kayak Dugong berambut.

  Rio juga ikut menjongkokkan dirinya di samping gue. "Ekhem!  Lo sebenarnya suka 'kan sama Reval?"

  Buat yang kedua kalinya orang-orang menebak gue dengan benar. Keliatan banget, ya, kalau gue ada rasa sama Reval?

  "Nggak!"

  Air mata gue kembali luruh, dengan cepat gue memalingkan wajah ke samping agar Rio tidak mengetahuinya, untungnya bunyi hujan mampu membuat suara tangisan gue nggak bisa di dengar Rio. Tanpa gue duga, Rio asal-asalan menangkup pipi gue agar menghadap ke arahnya. Sumpah ini malu banget, mana suara tangisan gue kayak suara tawa bengek lagi.

  "Kalau mau nangis jangan di tahan, gue mau kok pinjemin bahu gue agar lo jadi lebih tenang." Solusi Rio bak cogan di dunia oranye.

  Tanpa basa-basi gue memeluk Rio, dalam kesempatan ini gue bisa mengendus-endus lehernya yang masih ada bau parfumnya. Jadi nanti kalau mau beli parfum, gue bisa beli parfum yang mereknya sama kayak Rio.

  "Ngik ngik ngik, hati gue sakit Rio teh pucuk harum!" ujar gue asal-asalan nambahin nama orang sembarangan.

  ( ... )

  "Dan sekarang Reval membenci gue, ngik. Gue cinta sama Reval, gue menginginkannya tau nggak sih lo? Gue pengen di peduliin sama dia. Tapi dia sukanya sama Meli! Hati gue hancur! Ngik ngik-----"

  ( ... )

  Gue tak mampu menahan kesedihan ini sendiri, pelukan dari Rio sangat adem bak suami. Andai aja Rio ini Reval.

  "Yakin, lah, sama gue suatu saat nanti lo akan mendapatkan apa yang lo mau. Ayolah, lo harus bangkit, kalau emang beneran sayang sama Reval, harus di kejar. Jangan lemah seperti ini, mana Zeze yang kuat dan penuh semangat?"  Rio tersenyum ke arah gue, dan gue balasi dengan senyuman kecut.

  Miris amat nasib gue.

  Perlahan gue melepaskan pelukannya, lalu tangan Rio menghapus lembut air mata gue yang tercampur sama air hujan.

  "Iya, lo benar, gue kenapa jadi lemah begini? He he----" tawa gue garing.

  "Eh, iya, lo kenapa jadi ada di sini?"

  "Cuma jalan-jalan doang. Terus, gue nggak sengaja liat lo di sini," balas Rio, dia membetulkan posisinya buat berdiri, tangan kanannya terulur buat gue.

  "Gue antar lo pulang, nggak  baik perempuan balik sendirian, apalagi cuacanya begini."

  Ukiran senyum gue mengembang seperti kue pisang, di balik sifat tengilnya Rio dia memiliki sifat yang bahkan gue sendiri baru mengetahuinya. Hari ini ialah hari yang sangat sangat membuat mood gue menurun drastis.

T B C

Kalian ada di tim mana nih?

#Tim Reval sama Zeze?
#Tim Reval sama Meli?
#Tim Rio sama Zeze?
#Tim Rio sama Meli?
#Tim Zeze yang lebih baik ngejomblo aja? wkwkwk.

Diary Remaja [End]✓Where stories live. Discover now