1

41 4 2
                                    

.

.

.

Matahari pagi mengintip dibalik sisi gedung-gedung tinggi, sinarnya menembus masuk ke setiap sudut rumah sakit. Yuna, seorang wanita paruh baya membuka tirai jendela kamar berwarna putih polos. Perlahan matahari menembakkan sinarnya kedalam ruangan.

Sebuah ruangan yang bersih dan nyaman. Yuna mendekati ranjang rumah sakit, didepannya seorang anak muda berusia tujuh belas tahunan terbaring. Setengah wajahnya tertutup masker yang terhubung dengan tabung oksigen disampingnya. Tangan kanannya ditusuki jarum infus yang terus menetes yang menjadi makanannya setiap hari.

Juno, anaknya, tetap menggunakan masker oksigen karena sempat mengalami kritis dan tersadar beberapa detik sebelum akhirnya tertidur kembali.

"Juno, mama bersihkan badanmu ya," wanita itu menyeka pelan tangan Juno, anaknya, yang mengalami koma sejak seminggu lalu.

Tok tok tok

"Permisi," nampak seorang perawat masuk tanpa menunggu jawaban dari si pemilik kamar.

"Pagi bu, saya beri obat dulu ya," perawat berusia dua puluh tahunan itu nampak bersemangat menyuntikkan obat ke botol infus Juno. Dia memang suster magang yang selama ini merawat Juno, namun cukup ahli dengan kemampuannya meski terbilang masih anak magang.

"Iya, silahkan." Keduanya tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, tak berapa lama Yuna dikejutkan oleh gerakan singkat jari telunjuk Juno.

"Eh? Suster, Juno bergerak!,"Yuna melebarkan pupil matanya menangkap gerakan jari Juno untuk meyakinkan dirinya sendiri.

"Pergerakan kecil saat pasien mengalami koma itu pasti akan terjadi, bu. Jika Juno mulai menunjukkan tanda-tanda siuman, panggil saya, nanti saya akan panggilkan dokter untuk pemeriksaan Juno lebih lanjut. Tapi ibu tidak boleh menyerah, Juno pasti cepat siuman."

"Juno...ini mama, sayang. Juno bangun sayang...,"Yuna memegang tangan kiri Juno, berharap Juno mendengarnya dan membuka matanya, tanpa memperdulikan apa yang suster itu katakan.

"Baiklah bu, sudah selesai. Juno, cepat sembuh ya...permisi bu."

"Iya,"Yuna pasrah dan membiarkan suster pergi. Kepalanya tertunduk, kedua tangannya masih menggenggam tangan kiri Juno, batinnya memohon pada Yang Kuasa agar anaknya cepat siuman.

"Hemh..." Sebuah suara muncul ditengah keheningan ruang itu, Yuna spontan memalingkan wajahnya kearah Juno.

"Juno! Juno sadar, nak. Syukurlah." Yuna mengelus kepala Juno beberapa kali dan membiarkan kerinduannya pada Juno pecah seketika. "Sebentar mama panggil dokter,"Yuna langsung berlari keluar pintu tanpa menyeka air matanya.

"Demian! Suster!". Suara itu semakin lama semakin jelas terdengar ditelinga Juno. Akhirnya ia kembali...

-

-

Yuna membiarkan Juno diperiksa Demian. Masker oksigen yang Juno gunakan sebagai alat bantu pernafasannya selama ini sudah dilepas. Meski masih tampak pucat, dokter muda itu menyatakan Juno mengalami peningkatan kesehatan yang pesat dan tidak perlu melakukan perawatan intensif lagi.

"Juno perlu melakukan beberapa terapi untuk pemulihannya. Aku ikut senang melihat Juno mampu melewati masa kritisnya, tante. Masih ada pasien yang harus ku tangani, aku serahkan Juno pada tante."

"Iya, terima kasih, Demian"Yuna mendekati Juno setelah mengantar Demian keluar dari kamar perawatan.

"Juno, mama senang sekali kamu sadar, nak. Mama tidak bisa membayangkan kalau terjadi sesuatu padamu."mata Yuna berkaca-kaca.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Piece Of MemoryWhere stories live. Discover now