Chapter 16

555 61 0
                                    

Happy Reading 🔥

Ann berlari menuju toilet dengan tergesa-gesa. Beberapa kali ia meminta maaf ketika tak sengaja menabrak beberapa siswa yang lewat. Ia mulai membuka satu persatu pintu toilet. Hingga, akhirnya ia menemukan seseorang yang sadari tadi ia cari.

"Lo nggak papa, kan?" tanya Ann dengan napas ngos-ngosan. Cewek itu memandang miris melihat penampilan cewek di depannya yang terlihat mengenaskan.

Ann menghela napasnya. Sudah beberapa kali ia melihat kedua sahabatnya kembali melakukan pembullyan pada cewek yang dekat dengan Rafasha.

"Tolong maafin Tasya sama Bella, ya." Ann membantu salah satu cewek korban dari kedua temannya.

"Gue nggak bisa. Mereka harus dilaporin ke polisi." Ann menggelengkan kepalanya panik.

"Jangan!"

Cewek itu mendengkus sinis pada Ann. "Kenapa? Lo mau bela kejahatan? Jangan karena mereka sahabat lo, lo dengan seenak jidat nutup kejahatan mereka."

"Bukan itu." Ann menggaruk tekuknya. Ia tidak bisa menjelaskan semuanya.

"Jangan banyak bacot. Gue bakalan laporin dia ke guru. Lo nggak akan bisa halangin gue," ujarnya sebelum pergi meninggalkan Ann yang terpaku sejenak.

"Gue harap semuanya akan baik-baik aja," gumam Ann. Cewek itu mengembuskan napasnya gusar. Sepertinya ia harus menasehati kedua sahabatnya itu.

"Bella, Tasya!" Ann berteriak ketika melihat Tasya dan Bella yang berjalan di koridor sekolah. Keduanya sepertinya baru saja selesai memberi hukuman pada cewek yang berdekatan dengan Rafasha.

"Hai, Ann," sapa Bella. Cewek itu terlihat berjalan dengan santai seakan tidak terjadi apapun.

"Tasya, Bella. Bisa berhenti meneror semua cewek yang dekat dengan Kak Asha?" tanya Ann dengan wajah memelas.

Tasya melipat tangan di dada. Cewek itu mendengkus kesal.

"Seseorang harus diberi hukuman biar sadar kalau Kak Asha itu tidak bisa mereka raih, itu aja, Ann. Mereka aja yang ngeyel. Jadi, ya, gitu, deh!" Tasya mengangkat bahu acuh.

"Tapi, bukannya kalian udah janji buat bersaing dengan cara sehat?" tanya Ann.

"Ann." Bella menepuk bahu Ann pelan. "Janji itu berlaku untuk gue sama Tasya doang. Yang lain, nggak."

"Tapi—"

"Udahlah, Ann. Jangan ikut campur. Ini semua nggak ada kaitan sama lo. Biar kita yang urus, oke?" Tasya memandang Ann dengan kesal.

"Gue cuma mau ambil yang seharusnya jadi milik gue. Lo tahu sendiri, kan kalau dari dulu keinginan gue selalu dikabulin nyokap sama bokap gue. Jadi, gue nggak akan terima kalau keinginan satu ini nggak terkabul," ujar Bella. Tangan cewek itu mengepal.

"Gue juga, Ann. Kak Asha itu kayak bokap gue yang udah nggak ada. Gue harap dia bisa gantiin bokap gue yang selalu gue rinduin," timbrung Tasya.

"Jadi, masalah ini lo jangan ikut campur. Atau persahabatan kita sampai di sini aja," lanjutnya dengan nada mengancam.

"Tapi, gimana kalau Kak Asha suka sama orang lain?" tanya Ann.

"Cinta itu datang karena terbiasa bersama, Ann. Jadi, kita bakalan singkirin orang-orang yang deket sama Kak Asha," jawab Bella.

"Tapi, gue takut kalian kenapa-napa. Jadi, berhenti, ya. Gue yakin perasaan kalian bakalan terkabul. Cuma butuh waktu aja," ujar Ann lirih.

Cewek itu merasa tidak berguna menjadi sahabat Tasya dan Bella. Ia tidak bisa menghentikan sikap keduanya. Ann paham, Bella selalu dimanja oleh kedua orang tuanya dan juga Tasya yang begitu dimanja oleh ibunya setelah kehilangan sang ayah. Karena itulah, kepribadian itu mulai terbentuk menjadi sebuah obsesi.

WINTERSWEET (Judul Awal Possessive Prince Ice) Where stories live. Discover now