⭕It's okey⭕

177 33 0
                                    

  °Keesokan Harinya

  "Ze, lo kenapa melamun sih?"

  Yap, sehabis membeli sebuah boneka Panda yang besar. Kami berdua ada di tempat latihan badminton. Di sini cuma kami berdua, sedangkan Meli dengan yang lainnya masih dalam perjalanan. Kenapa Reval nggak jemput Meli? Kepo aja lu pada.

  "Ze."

  "Eh, iya, ada apa?" tanya gue agak linglung.

  "Lo kenapa melamun, sih?"

  Yaiyalah gue melamun, salah lo sendiri yang ganteng banget ngalahin biawak. Gue berharap banget Meli nggak jadi datang sama yang lain. Pengen berduaan gue soalnya.

  "Jaga yang benar!" instruksinya, dimana Reval mengambil ancang-ancang buat me-smash.

  "Ganteng," gumam gue nyeplos gitu aja. Dasar nih mulut, asal-asalan aja ngomong.

  "Lo bilang apa tadi?"

  "Nggak bilang apa-apa!" Untung telinga Reval belum di update. Kalau dengar, kumat lagi sok kegantengannya.

  "Jaga yang benar!" Reval mengingatkan gue kedua kalinya.

  'Pletak!

  Gue mengangguk pelan tanpa menyadari bola badminton itu nemplok ke kepala gue.

  "Kenapa di biarin ogeb?!"

  Ya ampun dari tadi pandangan gue nggak beralih ke lain, cuma memandangi dia doang. "Hah, apa?"

  "Ck!"

  'Deg!

  Jantung gue berasa konser dangdutan Saiful Jamil. Bagaimana enggak, Reval mendekati gue lalu sentuhan hangat dari tangannya yang berbau sunlight menyentuh pelipis. Gue yakin, nih, muka gue sekarang kek tomat matang. Tulunk bat tulunk!

  "Muka lo merah begitu, lo sakit?"

  Hembusan nafas Reval sangat wangi bener, kira-kira dia itu pakai apa, sih? Ngomong-ngomong, apa gue jujur aja kali, ya, bahwa gue itu suka sama dia? Ah, sebaiknya gue harus bilang tentang perasaan ini ke Reval. Bodo amat di bilang apa kek, tapi yang pasti gue nggak akan menyesal kedepannya.

  "Val, gu-gue sebenarnya anu."

  "Anu, apa?" ulangnya, gue natap Reval dalam-dalam. Entahlah, mulut gue serasa di gembok sekarang.

  "Anu, itu."

  "Cie ...ngapain aja lo berdua?"

  Belum sempat gue nerusin kalimat , tau-taunya mereka udah pada dateng. Dan Pandu langsung nyolot aja nanyain begituan. Gue melirik ke arah Meli, terlihat jelas wajahnya lesu begitu. Itu tuh seperti cemburu, buat apaan cemburu, Revalnya aja suka sama dia. Mana mungkin Reval suka sama cewek potongan kek gue.

  Gue mendekati Meli, lalu mengulurkan tangan kanan gue terpaksa. Rada-rada nggak ikhlas. "Gue minta maaf soal kemarin. Jujur, Mel gue kagak ada niatan membentak lo kemarin."

  Meli tersenyum ke arah gue. Tangannya pun terulur buat membalas jabatan tangan. Ini kesannya kayak lagi setuju mau buat rumah.

  "Iya, gue ngerti kok. Kemarin itu lo cuma kebawa emosi doang. Lagian, gue juga salah."

  "Ah, zudahlah, lupakan aja."

  "Eh, kalian berdua cepetan latihannya. Awan mulai mendung, noh!" Vino menunjuk ke arah langit. Emang sih, sekarang lagi musim hujan. Kenapa nggak musim semi atau gugur aja, 'kan seru tuh kayaknya.

Diary Remaja [End]✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant