Part 3

1.7K 231 8
                                    

Oke, aku siap!

Menekan tombol lalu menempelkan ponselmu di telinga kananmu, kemudian suara tersambung pun berbunyi. Kamu sudah membulatkan tekad untuk menghubungi Shanks, tentu ini tidak mudah namun perasaan tidak enak menyelimutimu karena sudah hampir seminggu kamu tidak menghubunginya.

"Moshi moshi..."

Ini dia!

"Ah, moshi moshi, Shanks. Ini aku (Y/n)." Suaramu yang bergetar terdengar jelas di telinga Shanks di mana itu membuatnya tersenyum senang.

"(Y/n) kah? Senang akhirnya kau menghubungiku. Sepertinya terlihat menyeramkan ketika aku menyodorkan kertas itu secara tiba-tiba." Suara tawanya membuatmu ikut tertawa kecil, "ti-tidak... aku hanya kaget saja dan bingung harus berbicara apa denganmu."

"Tidak perlu alasan untuk menghubungiku. Jujur saja mendengar suaramu lagi sudah membuatku senang." Perkataannya ini sukses membuatmu memerah dan jantungmu mulai tidak terkontrol lagi. "tapi aku benar-benar ingin mengenalmu lebih dekat, (Y/n). Aku hanya mengetahui kalau kau adalah anak dari Shirohige dan memiliki kerja paruh waktu di perusahaan ayahmu itu." Tambahnya.

"Kau benar, tapi aku rasa tidak lama lagi kau akan mengenalku, Shanks." Di balik telepon Shanks tersenyum miring mendengarnya, "Karena a-aku juga tertarik untuk mengenalmu." Sambungmu dengan memaksa rasa percaya diri yang kamu miliki.

"Aku jadi ingin bertemu denganmu." Lirih Shanks, "tapi kau pasti tau ini akan sulit." Senyumanmu sedikit memudar mendengar fakta itu. Tentu saja itu sangat sulit, siapa pula yang akan menyetujuimu berkencan dengan Shanks? Selain karena dia adalah partner kerja ayah, perbedaan umur diantara kalian juga menjadi penghalang. Di usiamu yang menginjak 23 tahun ini terdapat perbedaan hingga 15 tahun dengan Shanks. Walau kamu tau umur hanyalah angka, tapi saudara dan ayahmu tentu tidak berfikir begitu.

"tapi kalau belum mencobanya kita tidak tau, kan?" tiba-tiba Shanks berkata seperti itu dan kembali membuatmu tersenyum. Kamu bergumam pertanda menyetujui perkataannya. "kalau begitu bagaimana dengan makan malam di restoranku?"

"tentu saja, Shanks."

"kapan kau ada waktu luang? Bagaimana kalau akhir minggu nanti?" tanya Shanks.

"ya, aku bisa!" nada bicaramu terlalu antusias, kamu tersadar akan jawaban spontan itu lalu bergumam kata maaf. Shanks tertawa mendengar kelucuanmu ini, "aku akan menjemputmu jam 7 kalau begitu." Kemudian kalian melanjutkan sesi teleponan itu hingga larut malam.

.
.
.

Kamu sedang membongkar lemari untuk mencari pakaian yang cocok untuk kamu pakai di kencan pertama yang akan datang. Kamu memandang pantulan dirimu dari cermin yang sedang menempelkan salah-satu gaun ke tubuh bagian depanmu, tidak cocok. Kamu kembali mengulangi tindakan yang sama dengan pakaian yang lain.

"jadi siapa pria yang beruntung ini?" kamu memekik kaget mendengar suara itu yang ternyata adalah Sabo. Dia ada di daun pintu sedang bersandar dengan tangan yang terlipat di dada. Terasa keringat yang mulai keluar dari sisi kepalamu, "A-aku hanya mau hangout dengan teman-teman." Ujarmu dengan nada yang tidak meyakinkan. Sabo menghela nafas lalu menutup pintu kamar dengan rapat.

"Aku mengenalmu dengan sangat baik. Ayolah berbagi rahasia dengan saudaramu apa salahnya?" senyum tipis Sabo menghiasi wajahnya, pun ia duduk di ranjangmu sambil kembali melihatmu, menunggu jawaban. Kamu menatapnya sejenak, kalau dilihat-lihat ada benarnya juga lagian Sabo adalah orang paling kamu percaya, kemudian kamu berjalan menghampirinya lalu menghempaskan dirimu di ranjang. Tatapanmu langsung mengarah ke atap yang berwarna pastel dengan sedikit corak abstrak yang ada di kamar, "Aku tidak bisa menyembunyikan apapun darimu ya.." kamu tertawa pelan diikuti dengan tawa Sabo. Kamu menegakkan tubuhmu, kini kalian duduk berdampingan.

"kau benar, aku ada kencan dengan seorang... pria." Kamu memijit jari-jarimu pertanda kamu gugup dan Sabo menyadarinya, pun ia menggenggam tanganmu yang mungil itu lalu meremasnya dengan pelan, seakan-akan memberitahumu kalau tidak perlu takut.

"Aku tidak tau bagaimana reaksimu nanti, aku ragu memberitahunya."

"Ayolah aku tidak akan menyalahkanmu..." Sabo semakin memberi keyakinan. Kamu menelan ludahmu dengan susah payah, "Shanks... dia orangnya." Gumammu dan secara perlahan kamu melirik Sabo untuk melihat reaksinya. Si pirang itu tertegun mendengarnya, "maksudmu Shanks... Akagami?" kamu mengangguk sebagai balasan.

Dipikiran pria itu langsung terisi dengan berbagai hal. Dia tidak memperdulikan kamu memiliki hubungan dengan siapapun itu asalkan kau bahagia, tapi ini adalah Shanks! Selain umur yang terpaut jauh tentu saja Newgate tidak akan senang-sialan- bahkan dia akan murka kalau mengetahui ini, karena pada hakikatnya kamu adalah putri satu-satunya dan yang paling dicintai oleh ayah.

Dia jadi teringat saat kamu mengenalkan pacarmu yang sebelumnya, Law yang seorang dokter dan tentu umur tidak jauh berbeda, itu saja membuat ayah sempat memandang sinis mantan pacarmu yang malang itu. Butuh beberapa waktu untuk membuatnya menerima kenyataan bahwa Law adalah pacarmu. Sabo akhirnya menghela nafas, "perhatikan gerak-geriknya ketika kalian berkencan. Jika kalian memang memiliki hubungan, aku akan mendukung kalian, tapi sungguh, beritahu aku kalau dia menyakitimu! Akan aku tendang bokongnya." Jelas saudaramu dengan nada yang seram di akhir kalimat, secara otomatis kamu memeluk Sabo dengan erat lalu mencium keningnya. "Arigato~~ Kau memang yang terbaik!" Sabo tertawa lalu membalas pelukanmu. "Tapi serius, kau harus memberitahukan aku!" katanya sekali lagi setelah melepaskan pelukan dan kamu membalas dengan acungan jempol. Sabo pun bangkit dan berjalan menuju lemarimu, "Jaa.. mau aku bantu memilihkan pakaian?"

MR. SHANKS || Shanks x ReaderWhere stories live. Discover now