EMPATPULUHENAM

3.9K 291 13
                                    

Kereta yang membawanya dari Jakarta kini sudah berhenti di pemberhentian terakhir yaitu stasiun Tugu Yogyakarta. Dengan harap-harap cemas, Dirinya mulai melangkahkan kaki keluar dari gerbong kereta. Tidak melupakan sebuah tas travel yang sejak tadi diletakkan untuk penyangga kakinya karena memang hanya berisi pakaian yang dibutuhkan selama empat hari berada di Jogja.

Segera setelah turun dari gerbong, dirinya lalu membeli air mineral. Dan mulai duduk disebuah kursi yang disediakan di lorong stasiun. Sebenarnya perutnya sangat lapar, namun entah mengapa, ia sedang tidak berselera makan. Jangankan makan, minum saja rasanya tidak enak. Mungin karena perasaannya sedang tidak menentu membuat dirinya tidak selera untuk makan dan minum.

Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul setengah duabelas malam. Karena perjalanan kali ini sama sekali tidak direncanakannya, jadilah saat ini dia masih belum menentukan dimana akan bermalam. Namun rencana dadakan yang ia susun sejak didalam kereta tadi tidak lagi berlaku karena ia mendapatkan pesan singkat dari mantan mahasiswanya yang mengatakan kalau orang yang dicarinya masih ada di café miliknya. Tanpa berpikir dua kali, dirinya lalu memesan ojek online yang langsung mengantarkannya ke alamat yang tadi dipesannya.

Kalau tadi ia tidak selera untuk makan dan minum, kini lebih parah lagi. Rasanya perutnya sangat mual hingga ia harus memegang erat pegangan besi yang ada dibelakang motor matic milik ojek online yang ditumpanginya. Sementara itu pikirannya terus membayangkan hal yang tidak-tidak. Membayangkan semua kemungkinan terburuk yang akan ia hadapi sebentar lagi.

Lupakan soal mual, kini tubuhnya mendadak panas dingin saat menatap sebuah Café dengan lampu yang masih menyala walaupun tulisan di depan pintunya sudah diganti menjadi 'Close'.

Mojok Café begitu café itu dinamai. Dengan satu tarikan nafas, tangan kanannya mendorong pintu kaca itu dengan mantap.

Kedatangannya menimbulkan suara lonceng yang berbunyi nyaring. Lalu diikuti dengan suara perempuan yang terdengar asing. "Maaf Kak, kami sudah tutup!" Ucap suara itu.

Bukan-bukan, itu bukan suara orang yang dicarinya.

Pandangannya meneliti satu persatu orang yang ada di dalam café ini. Ada banyak orang yang masih ada di dalam. Dan semuanya adalah karyawan disini karena mereka memakai kaos polo dengan warna yang sama. Dan mereka semua kini sedang sibuk melepas aksesoris bertemakan natal di sekeliling café.

Matanya menangkap sosok Yudit yang kini sedang menaiki tangga untuk melepas lampu kelap-kelip khas natal. Dirinya lalu tersenyum saat Yudit juga membalas tatapannya. Lalu tatapan Yudit beralih menatap sosok perempuan yang sedang duduk di lantai. Dengan cepat, dirinya mengikuti arah pandan Yudit.

Hingga pandangannya tertuju pada punggung seorang gadis yang sedang duduk di lantai dan memunggunginya. Dirinya yakin seribu persen kalau punggung itu adalah punggung orang yang dirindukannya. Punggung milik orang yang saat itu pernah meninggalkannya. Punggung seseorang yang menyiksanya selama dua tahun ini karena memaksanya untuk tidak saling mengontak.

Nada namanya. Bagaimana dirinya bisa lupa kalau setiap ia berdoa kepada Tuhan, Dia selalu menyebutkannya.

Nada gimana kamu bisa baik-baik saja disini sedangkan saya tidak memiliki hari dimana saya tidak memikirkanmu.

"Maaf Kak, kami sudah tutup!" Lagi-lagi suara perempuan tadi menyuruhnya untuk segera keluar dari café ini karena memang kedatangannya tidak diinginkan sebagai pelanggan.

Rupanya suara seorang karyawan yang sudah dua kali mengusirnya itu membuat sosok Nada membalikkan tubuhnya dan akhirnya pandangan mereka berdua bertemu.

"Pak Rama!" Ucap Nada tanpa suara.

Melihat wajah Nada yang terlihat kaget, Pak Rama malah tersenyum. Namun perasaanya masih sama. Ditambah lagi keringat mulai membasahi badannya.

DRAFT 2 -Jasa Pendamping ( ✔)Where stories live. Discover now