19

1.6K 191 87
                                    

Ps. Naruto hanya milik Masashi Kishimoto









"Aku sudah mengumpulkan beberapa literatur yang mungkin akan kau butuhkan untuk tugasmu. Mengejutkan bagaimana ide secemerlang itu bisa terlintas di pikiranmu yang biasa saja."

Sai kembali berwajah datar. Nada bicara yang tadinya ia buat seantusias mungkin rupanya tak berguna. Gadis berambut merah di depannya benar-benar tak menghiraukan kehadirannya.

Pemuda itu melempar buku-buku tebalnya di atas meja. Sontak saja, gadis yang tengah menopang dagu itu terperanjat.

"Seharusnya aku tak membuang waktuku yang berharga demi gadis sepertimu, Karin."

Karin mengerjap cepat, ia baru saja tersadar dari ... lamunan? Sejak kapan ia melamun? Dirinya bahkan tak mengerti kenapa hal itu terus mengganggu ketenangan pikirannya.

"H-hei! Kau sudah berjanji untuk membantuku menyelesaikan siksaan ini. Aku tidak mau menjadi bulan-bulanan karena tidak lulus tepat waktu. Harga diriku terlalu tinggi!" sungut Karin.

Pemuda bermarga Shimura itu memutar bola matanya malas. Benar-benar gadis tak tahu diri. Tak tahukah ia jika Sai bahkan rela tak menemui Naruto seharian hanya untuk membantu Karin yang memelas meminta bantuan?

"Ku ingatkan jika kau yang mengabaikanku sejak tadi."

Mulut Karin yang sempat terbuka ia katupkan kembali. Jika bukan karena membutuhkan bantuan pemuda kutu buku itu, ia pasti sudah membalas dengan kata-kata yang kejam. Sai adalah satu-satunya harapan, satu-satunya orang yang bisa ia bujuk untuk meminta bantuan.

Detik berikutnya, Karin menghela napas. Ia akan berusaha menjadi gadis manis, setidaknya untuk saat ini.

"Oh, ayolah. Salahkan saja si rubah itu! Tak hanya mengganggu hidupku, sekarang ia juga mengganggu isi kepalaku!"

Gagal. Karin tetaplah Karin. Ia lebih suka bersikap bebal dari pada berpura-pura menjadi gadis baik.

"Kau masih saja mengganggu Naruto?" Sai menyipitkan mata tak suka.

Karin membulatkan mulutnya tak percaya. Pemuda ini benar-benar.

"Untuk informasi, aku memang suka mengganggu orang. Tapi aku sedang tidak dalam mood untuk mengganggu gadis yang sedang--"

Kata-kata Karin tertahan di ujung lidah, sesuatu seolah menahannya agar tidak mengucapkan kata-kata itu dengan lantang.

"Apa? Kenapa kau tak melanjutkannya?" tuntut Sai tak sabaran.

Karin menghela napas. Gadis itu mengedarkan pandangannya di area taman universitas yang mulai lengang. Setelahnya, netranya terfokus kepada Sai. Raut wajahnya berubah serius dalam sekejap.

"Depresi? Entahlah." Karin menjeda, "Yang kulihat ia seperti sedang tertekan." Aku tidak sedang bercanda. Tapi, selama beberapa saat aku melihatnya, gadis itu seperti hampir kehilangan kewarasannya."

"Di mana terakhir kali kau bertemu dengannya?"

Kedua alis Karin menyatu saat merasakan Sai memegang sisian lengannya cukup kuat.

"Kamar mandi dekat kantin fakultas kalian."

Sai membereskan buku serta semua barang yang ada di atas meja, memasukannya ke dalam tas milik Karin, juga tasnya sendiri. Setelahnya, pemuda itu berjalan cepat menuju ke arah fakultas seni.

Karin masih terkejut selama beberapa detik. Saat tersadar, ia segera mengebor langkah kaki Sai yang panjang dan tergesa. Tak lama, laju langkah keduanya semakin cepat. Mereka berlari tanpa sadar, dengan kepanikan yang merayap dalam sekejap.

Our September Story [Book-1]Where stories live. Discover now