HIJRAH CINTAKU

23 4 0
                                    

“Assalamualaikum, Fan, maaf karena sudah menunggu lama disini.”

Lelaki mengenakan  jubah abu-abu tak lupa sorban putih di kepalanya, membuat  dia makin berkharisma. Siapa saja yang melihatnya pasti ingin memiliki imam seperti lelaki itu, begitu juga dengan gadis yang sudah menunggunya sejak satu jam yang lalu.

“Waalaikumsalam, Ustaz Adnan, tidak masalah, lagian saya baru saja sampai di sini,” ucap lirih gadis itu yang terpaut usia dua tahun dengan Ustaz Adnan.

Keduanya duduk terpisah, sementara gadis itu hanya bisa memilin khimar  sambil mencoba meredamkan degup kencang di dadanya. Adnan tersenyum, sambil membawa buku hadist wanita yang akan diberikan kepada gadis di hadapannya itu. Lidah Fanny sangat kelu saat bersama lelaki yang selalu dia sebut dalam do’anya di sepertiga malam.

“Afwan, Ustaz, ada apa memanggil saya ke sini?. Sementara tidak ada hal yang mendesak untuk saya lakukan saat ini,” ujar Fanny lalu berdiri melangkah ke depan.

“Begini Fan, saya ingin pamit karena besok hari terakhir saya di Jakarta. Dan ada beberapa kajian yang diadakan oleh beberapa majelis, mengundang saya beserta tim, maafkan saya jika selama ini mempunyai salah sama kamu. Ingat selalu pesan saya ini, janganlah hijrah hanya karena ingin mendapatkan cinta seorang ikhwan, tapi niatkan hati untuk hijrah karena Allah SWT, bukan karena ciptaan-Nya.

Sesungguhnya manusia dimata Allah sama saja, hanya beda cara kita bagaimana mengamalkannya, jangan sampai salah mengartikan hijrah kita,” ucap Ustaz Adnan Hanafi pada perempuan di hadapannya itu sambil memberikan buku 40 Hadist Pembentuk Karakter Muslimah. Sementara Fanny hanya melihat, matanya berkaca-kaca sambil menerima buku hadist itu.

“Fanny akan selalu ingat ucapan Ustaz, tapi kenapa harus meninggalkan kota ini ? Siapa yang akan memberikan materi kajian? Selama ini belum ada pemimpin kegiatan kami seperti Ustaz yang bisa mengemban amanah.”

“Saya percaya sama kamu dan Fatimah, kalian pasti bisa pemimpin dan menggantikan saya apalagi untuk kajian, Fatimah paham betul tugas-tugasnya. Insyaallaah, kita akan dipertemukan kembali dilain waktu dengan keadaan yang berbeda. Kalau begitu saya pamit dulu, assalamualaikum,” pamit Adnan pada gadis itu, sementara di balik pohon besar yang tak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita tengah menangis sendu saat mendengar ucapan lelaki yang sudah memikat hatinya itu.

Ummah Adzana, pemilik pondok pesantren di salah satu kota Jakarta hanya dapat memandang putri kesayangannya berlari memasuki aula tempat pengungsian, yah siapa lagi kalau bukan Fatimah, putri semata wayang Ummah Adzana dan Abi Haidar. Putrinya itu mencintai ustaz muda yang sudah hafidz Quran., Siapa sangka, sejak umur lima tahun orang tua dari Fatimah dan Adnan sudah menjodohkan mereka. Bahkan memutuskan untuk menikahkan keduanya saat mereka dewasa, Ummah Adzana menghampiri putrinya yang sedang berada di aula. Sementara Fanny hanya menatap kepergian lelaki yang dia cintai dalam diam itu, mungkin yang diucapkan oleh Ustaz Adnan benar sekali, masalah niat utama hijrahnya itu salah. Lihat saja penampilan dirinya, masih belum sepenuhnya menutup aurat seperti muslimah salihah  di luar sana.

Malam pun tiba, di sepertiga malam, Fanny menangis meminta ampun pada Allah karena niatnya hijrah itu salah, Nikita yang satu kamar di pondok dengan Fanny hanya bisa menggeleng saat melihat tingkah laku sahabatnya itu. Cinta sudah membutakan mata dan hati sahabatnya, bahkan niatnya untuk hijrah saja sudah salah dari awal, sudah berulang kali di ingatkan oleh Ustazah Khanza, bahkan beberapa sahabatnya, tetapi memang Fanny yang susah diatur akhirnya merasakan sendiri bagaimana sakitnya saat cinta tak terbalaskan.

***
Minggu terakhir di Jakarta, Adnan sudah siap dengan kopernya yang tersedia di aula santri. Lelaki itu menunggu Akhmad dan Fatur, kedua sahabatnya untuk mengikuti kajian di majelis setempat untuk yang terakhir kalinya sebelum kembali ke Jogyakarta, tempat kelahirannya. Fatur melihat tatapan sahabatnya yang kosong ke arah pondok santriwati, Akhmad dengan jahilnya menepuk pundak kedua sahabatnya agar segera berangkat ke majelis sebelum terlambat.

ROMANTIC STORIES Where stories live. Discover now