LEO SI PENGECUT

11 3 0
                                    


Hai! Namaku Leo, Mungkin Libra sudah menceritakan sedikit tentangku kepada kalian semua. Tapi hanya sedikit, dan Libra hanya menceritakan diriku yang ambisius dan sikapku yang terlalu serius dan keras kepadanya. Benar bukan? Nyatanya tidak seperti itu. Aku tidak seambisius yang kalian bayangkan, mungkin nilai matematikaku bisa diatas rata-rata, namun aku selalu mendapatkan nilai merah pada pelajaran seni budaya. Sikapku yang keras kepadanya semata-mata hanya demi masa depannya, aku ingin Libra rajin belajar karena orang tuanya mempunyai harapan yang besar agar anak semata wayangnya itu menjadi seorang dokter. Namun Libra tidak pernah mendengarkanku, setiap hari ia hanya menghabiskan waktunya dengan membaca komik dan latihan dance. Tugas sekolah pun ia sering tidak mengerjakan jika tidak kukerjakan.

Oh ya, jika kalian menganggapku sebagai pria kutu buku, kalian salah besar, karena aku adalah ketua OSIS dan ketua tim basket di sekolah. Banyak siswi di sekolah yang mengirimkanku surat, bunga, dan berbagai macam kado, namun aku tidak pernah memperdulikannya. Ups! Kalian jangan berpikir bahwa aku tidak normal! Tentu saja aku normal, aku menyukai wanita, namun hanya satu wanita dan takkan pernah tergantikan. Mungkin kalian bertanya-tanya, Siapa dia? Apakah dia wanita popular di sekolah? Apakah dia anak konglomerat? Tidak, dia adalah wanita yang sederhana, namun begitu istimewa bagiku. Dia adalah Libra, sahabat kecilku. Ya, aku sudah jatuh cinta padanya sejak aku masih di taman kanak-kanak. Tapi aku tidak pernah dan tidak akan sanggup untuk mengutarakan perasaanku yang sebenarnya, karena aku tahu aku akan mendapatkan jawaban yang tidak kuinginkan dan dia akan menjauh dariku. Namun, hal yang membuatku sakit sekali yaitu ketika aku tahu dia menyukai Ditho.

"Le, gue mau bilang sesuatu nih, tapi lu jangan bilang siapa-siapa ya! Gue cuman cerita ama lu doang."

"Apa, lu ngompol lagi?"

"Bukan itu leeee! Gue serius nih, jangan bercanda dulu dong!"

"Haha oke deh, lu mau bilang apaan sih, kek serius amat."

"Hmm, gue suka sama..."

"Siapa? Si Aldo anak kelas sebelah? Dah gue bilangin, jangan mau sama tu anak. Dia kalo malem katanya berubah jadi Alda hahaha."

"Ih Leo! Udah ah ga jadi aja, nyebelin banget sih."

"Beneran nih kagak jadi? entar lu nyesel loh."

"Dengerin dulu makanya, jangan asal potong aja."

"Iya iya maaf deh, sensi amat, pms lu ya"

"Gue suka sama Ditho, le"

"Giliran gue serius, lu malah becanda. Elu mah."

"Gue serius Leo, gue suka sama Ditho. Iya gue tau, Ditho mana mau suka sama anak tengil kek gue. Tapi gue yakin, suatu saat Ditho bakal sadar kalo gue beneran tulus sayang sama dia."

"Lu ga bercanda kan lib? Ditho sahabat kita lib, gue ga mau persahabatan kita hancur gara-gara cinta."

"Iya gue tau le, tapi gue emang bener-bener udah sayang banget sama dia, cuman Ditho yang bisa ngertiin perasaan gue. Gue ga bisa bohong sama perasaan gue sendiri!"

"Ni anak dibilangin ngeyel amat, jangan terlalu baper ama dia, dia kan emang gitu ama semua cewek, bukan ama lu doang"

"Le, kalo gue nyatain perasaan gue ke dia, gimana?"

"Lu udah gila ya?"

"Gue serius le, lu kan tau gue orangnya gak bisa nahan perasaan kek gini. Gue gak malu kok kalo mau ngungkapin duluan. Kalo bakal terima resikonya."

"Terserah lu deh lib, lu mana pernah dengerin perkataan gue.Dah gue bilangin jangan, tapi lu masih aja ngelakuin. Jadi terserah lu aja deh."

Aku langsung pergi meninggalkan Libra yang pada saat itu masih ingin bercerita denganku. Aku benar-benar ingin marah, marah kepada diriku sendiri. Mengapa aku begitu pengecut, menyatakan perasaanku kepada Libra pun aku tidak bisa. Aku tidak punya keberanian yang cukup untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Dan tidak ku sangka ternyata Libra benar-benar serius pada saat ia mengatakan bahwa ia ingin menyatakan perasaannya kepada Ditho. Sore yang indah ditemani senja kala itu menjadi sore yang suram bagiku. Aku melihat dengan mataku sendiri kemesraan mereka berdua, aku belum pernah melihat Libra sebahagia itu sebelumnya. Tak ada hujan maupun badai, namun aku merasa sore itu benar-benar sore yang sangat menyedihkan.

Setelah Libra dan Ditho resmi berpacaran, aku hanyalah orang ketiga yang hampir dianggap tak ada oleh mereka berdua. Aku hanya dibutuhkan oleh Libra ketika ia kesulitan mengerjakan tugas matematika atau aku hanya menjadi penampung ceritanya ketika ia sedang bertengkar dengan Ditho, itu saja. Sebenarnya aku tidak mau, aku tidak ingin menjadi seseorang yang hanya dibutuhkannya ketika ia sedang bersedih saja. Aku ingin menjadi seseorang yang menemaninya dalam suka duka, dan aku sangat ingin menjadi seseorang yang selalu membuatnya tersenyum. Namun posisi yang kuinginkan ternyata sudah diisi oleh Ditho. Cukup sakit bagiku, namun aku melihat Libra benar-benar bahagia bersamanya. Baiklah, aku harus menurunkan egoku, melihat Libra bahagia, merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagiku, meskipun ia bahagia bukan bersamaku.

Namun sesuatu hal telah terjadi. Pesawat yang ditumpangi Ditho jatuh dan hingga sekarang belum ada kabar apapun tentang dia. Sebenarnya aku tidak terlalu bersedih akan hal itu, namun hal yang menyakitkan bagiku adalah ketika melihat Libra yang menangis tak berdaya karena kejadian itu. Sudah dua tahun aku mencoba untuk memenangkan hatinya, namun hasilnya nihil. Aku merasa telah gagal menjadi sahabatnya ketika aku melihatnya menangis setiap hari, aku benar-benar merasa gagal. Namun aku tidak menyerah, aku pasti dapat memenangkan hatinya kembali. Aku tidak boleh menyerah, aku akan melakukan apapun demi membuat Libra kembali menjadi seperti dulu, aku sangat merindukan tawa candanya, benar-benar merindukan hal itu.

Eits! Tapi kalian janji ya, jangan bilang ke Libra mengenai hal ini. Hanya aku dan kalian saja yang tahu. Biarkan saja perasaan ini terus ada sebagaimna mestinya, tanpa perlu adanya balasan yang sama darinya.

LEO & LIBRAWhere stories live. Discover now