HARAPAN BARU

8 0 0
                                    

"Kamu yakin, mau ambil beasiswa ini? Mama ga maksain kamu loh, semua terserah kamu."

"Leo yakin ma. Leo ga pengen nyusahin Mama, biaya kuliah sekarang kan mahal banget ma."

"Katanya kamu mau masuk ITB sama Libra?"

"Hmm, keknya ga jadi deh ma."

"Kenapa? Kamu berantem sama Libra?"

"Ngga kok ma."

"Mama tau kamu bohong. Kenapa? Libra marah sama kamu?"

"Mama kok bisa tau?"

"Apa sih yang Mama ga tau dari kamu. Cinta itu ga bisa dipaksain, nak. Mau dipaksain dengan cara apapun, kalo dia ga cinta juga sama kita, ya ga bakalan bisa."

"Iya ma, Leo tau Leo yang salah."

"Mama tau, pasti susah banget ya buat kamu, tapi Libra juga berhak bahagia dengan pilihannya, kamu harus hormatin keputusannya."

"Hmm, iya Ma. Leo paham."

"Udah udah, sekarang kamu beresin barang-barang kamu yang mau dibawa, besok kita berangkat ke Solo."

"Hah? Ke Solo? Ngapain Ma?"

"Kamu harus pamitan dulu dong sama eyang, minta doa sama eyang biar kamu lancar kuliahnya disana. Kita nginep dulu disana selama dua hari, setelah itu kita bisa langsung berangkat ke Berlin."

"Hmm, yaudah deh Ma. Leo ke atas dulu ya."

Sebenarnya aku masih ragu dengan keputusanku saat ini, namun aku mencoba untuk meyakinkan diriku, aku yakin aku bisa hidup tanpa hadirnya Libra disisiku. Aku mulai memasukkan barang-barangku ke dalam koper, huft! Cukup melelahkan. Tunggu, apa ini? Ini kan.. Album fotoku bersama Libra, ini adalah hadiah dari Libra tahun lalu. Aku mencoba membuka lembar demi lembar, aku tersenyum melihat foto-fotoku bersamanya, aku masih tak menyangka bahwa persahabatan kami telah usai. Hei Leo! Sudahlah! Libra ga ngebutuhin lu lagi! Aku menampar diriku sendiri, aku harus kuat, aku harus bisa melupakan Libra, meskipun kedengarannya sangat sulit bagiku.

Besok aku harus berangkat ke Solo, berarti tidak ada kesempatan lagi untuk bertemu Libra. Aku memandangi dinding kamarku, malam ini aku tak bisa tidur dengan tenang, dipikiranku kini hanya ada Libra, Libra, dan Libra. Aku beranjak dari tempat tidur lalu duduk di meja belajarku, aku mulai menuliskan hal-hal terakhir yang ingin kusampaikan padanya. Aku juga ingin mengucapkan kata maaf dan terima kasih padanya, aku berterima kasih karena telah menjadi sahabat yang sempurna bagiku, dan aku minta maaf padanya karena selama aku belum bisa menjadi sahabat yang sempurna dan selalu ada untuknya. Aku merasa gagal, aku merasa gagal menjadi sahabatnya, apakah aku masih pantas dikatakan sebagai sahabatnya, sedangkan aku tak bisa menghapus kesedihannya, bahkan aku menambah kesedihannya. Dasar aku, tak berguna.

Huh! Sial! Rupanya aku ketiduran. Untung saja surat untuk Libra telah selesai ku buat, ku lihat arlojiku ternyata sudah pukul 06.00 WIB, sudah tidak ada waktu lagi, sebaiknya aku segera mengantarkan surat ini kerumahnya.

"Tok! Tok! Tok!"

"Ehh, Leo? Leo bukannya liburan sama Libra ya?"

"Maaf tante, Leo duluan pulang, soalnya Leo mendadak mau berangkat ke Berlin."

"Waduhh, bakalan jauh ni dari Libra, tante kira kalian ga bakalan pisah hahaha."

"Hehehe, Leo mau kuliah disana tante, Leo nitip surat ini buat Libra."

"Leo ga mau nunggu Libra pulang?"

"Kalo sempet, nanti Leo usahain buat ketemu dia ya tante."

"Ngomong-ngomong, Leo kapan berangkat?"

"Lusa tante. O iya sekalian titip salam ya sama Libra.."

"Iya, nanti Tante sampein ya."

"Hmm, Leo pamit pulang dulu, makasih banyak yaa Tante."

"Sama-sama, ati-ati ya nak. Baik-baik kuliahnya, semoga lancar."

"Amin, terima kasih Tante."

Huft! Perasaanku sedikit lega, meskipun aku tidak bertemu dengan Libra, setidaknya surat itu sudah berada di rumahnya, perasaan sedih menyelimutiku ketika melangkah pergi dari rumah itu, aku menahan air mata yang ingin jatuh, aku ga boleh cengeng! Aku pasti bisa melupakan Libra! Ayo dong Leo! Jangan lemah!!

"Semua barangmu udah diangkut kan? Ga ada yang ketinggalan?"

"Ga ada kok ma, semuanya udah Leo masukkin dalem mobil."

"Yaudah kalo gitu, yuk berangkat sekarang!"

Sebelum pergi, aku memeluk dan mencium Chiko, anjing kesayanganku. Lalu aku memandangi keadaan kamarku, tentu aku sangat merindukan ruangan ini. Dan aku melihat fotoku bersama Libra yang terpajang cantik di dinding. Dan untuk kali ini, aku tak dapat menahan tangisku, air mataku tumpah. Aku tau ini cukup memalukan, tapi sungguh, aku tak bisa menahannya lagi. Mama memanggilku dari mobil, aku mengusap air mataku, karena aku sangat malu jika Mama mengetahui bahwa aku menangis. Gawat! Hidungku terlihat merah sehabis menangis, mataku juga terlihat sembab dan lebih besar dari biasanya. Aku segera mengambil kacamata hitam dan memakai masker untuk menutupi mata dan hidungku, dan untung saja, Mama tak menaruh curiga padaku.

Mobil mulai melaju perlahan, meninggalkan kota Jakarta.

Lib, aku pamit ya... sukses untuk kita berdua...

LEO & LIBRAWhere stories live. Discover now