8. Hurt

101 29 17
                                    

Ternyata, kita harus siap menanggung luka saat memutuskan untuk jatuh cinta.

~Nuril's Page~

Hari Minggu ini aku sekeluarga diundang oleh Rumah Naungan Impian untuk ikut serta dalam syukuran berdirinya Panti asuhan itu yang ke 14 tahun.

Biasanya, acara ini diisi dengan pembacaan do'a, bershalawat, makan bersama lalu anak-anak Panti yang berjumlah lebih dari seratus orang itu dibebaskan untuk berkeliling mengitari Jakarta Pusat.

Mereka akan dibagi menjadi 8 kelompok dan setiap satu kelompok didampingi oleh tiga pengawas.

"Kak, jangan lupa kunci pintunya!" Ummi setengah berteriak dari arah garasi mobil.

"Iya Mi ... ini lagi dikunci ..," jawabku yang memang tengah kesusahan mengunci pintu rumahku itu.

"Kak Syif ..., jangan dulu dikunci! Ini Noval masih di dalem," tiba-tiba terdengar suara gedoran dari dalam.

"Loh, kok kamu di dalem? Tadi kan udah keluar," heranku setelah membuka pintu, menemukan Noval yang tengah menenteng sebuah kardus besar.

"Ini, ketinggalan kata Abi. Kak Syif maen kunci-kunci aja, deh." Noval melengos pergi tertatih-tatih karena aku yakin kardus yang ia bawa berisi kemasan aqua botol untuk sumbangan acara nanti. Sebenarnya bukan hanya satu kardus, melainkan sebanyak 6 kardus tetapi sebagiannya sudah Abi masukan ke dalam bagasi.

"Pijitin, dong!" Noval menyodorkan tangan kanannya kepada Nessa yang langsung dibalas dengusan oleh gadis itu. Kami semua sudah masuk mobil dan siap untuk berangkat.

"Padahal cuma ngangkat satu kardus doang. Cemen amat!" ledek Nessa meskipun ia tetap memijit lengan Noval sambil bersungut-sungut kesal.

"Yang kenceng dong! Lesu amat. Belum sarapan ya, Neng?" goda Noval sambil mencolek dagu Nessa.

"Ih ... dasar buaya genit!" Nessa mengusap-usap dagunya seakan tangan Noval mengandung virus mematikan.

💦💦💦

Sudah menjadi dugaanku jika keluarga kak Fahmi juga datang ke acara ini. Dan benar saja, Jihan dengan suara cemprengnya memanggil namaku dari arah berlawanan sana.

"Assalamu'alaikum ...," teriaknya ketika sudah sampai di depanku. Kenapa aku bilang teriak? Karena suaranya memang memenuhi kriteria berteriak.

"Wa'alaikumussalam ..," kami menjawab serempak. Putri yang paling bersemangat menjawab salam Jihan dengan senyuman riangnya. Adik bungsuku memang selalu senang dengan orang baru.

"Hai ..! Aku Jihan," tanpa memperkenalkan adik-adikku kepadanya, Jihan sudah lebih dulu memperkenalkan diri. Baiklah, sekarang aku mengetahui satu fakta lagi mengenai gadis itu.

Mandiri.

"Hallo kak Jihan .., aku Putli." Putri melambaikan tangannya ceria.

"Wah ... Namanya bagus. Kalo pangerannya ada, gak?" tanya Jihan meracau. Putri mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk, terlihat sedang berpikir. Lalu sedetik kemudian telunjuknya terapung di udara.

"Ada! Putli punya pangelan. Namanya Noval," tutur Putri dengan semangat. Noval yang merasa terpanggil langsung menolehkan pandangannya. Terkejut karena Putri memanggil namanya tanpa embel-embel 'kak'.

Ketika mendapatkan tatapan meminta penjelasan dari Noval, Putri justru terkikik geli sambil menutup bibirnya dengan satu telapak tangan.

Roda Kehidupan SYIFADonde viven las historias. Descúbrelo ahora