11. Different Boy

82 25 9
                                    

Saat kita memutuskan untuk mencintai, semuanya harus terlihat sempurna di depan dia, sang pemilik hati.

~Nuril's Page~

Mata kuliahku tidak ada jeda dari jam delapan pagi sampai jam dua siang ini. Dan itu sungguh membuat jiwa rebahanku meronta-ronta. Sebenarnya, aku bukan tipe orang yang pelor. Tapi ketika dalam mode lelah seperti ini, aku bisa tidur lelap dimana saja. Apalagi dibarengi dengan usapan lembut di kepala.

"Je ... usapin kepala aku dong ..," lirihku pelan dengan kepala yang sudah berada di atas meja perpustakaan. Bahkan mataku sudah tertutup, bersiap untuk tidur.

"Cape ya, Syif? Baca do'a dulu kalo mau tidur," tangan Jeje mulai terulur untuk mengusapi kepalaku. Aku mengangguk pelan dan kantuk itu langsung menyerang tanpa ampun, membuat bacaan do'a sebelum tidurku tak selesai. Suara terakhir yang kudengar adalah shalawat merdu khas suara Jeje. Bagaimana aku tidak tidur lelap setelah mendapatkan semua kenikmatan itu?

Aku sampai mendapatkan mimpi indah selama tidurku yang entah berlangsung berapa menit itu. Yang pasti, aku sangat lelap.

"Kak Fahmi?" aku membuka mata saat suara sholawatan Jeje berubah menjadi suara berat khas kak Fahmi. Mataku mengerjap bingung saat mendapati pria dingin itu tengah tersenyum lebar kepadaku.

"Ngapain disini, kak?" aku hendak mengangkat kepala, tetapi dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepalaku, menyuruhku untuk kembali membaringkan kepala di atas meja.

Aku mengikuti instruksinya dan memejamkan mata, menikmati suara berat milik pria itu yang mengalun menenangkan hati. Tangannya masih setia berada di atas kepalaku, menggerakannya dengan irama yang lembut.

"Aw ..!"

Usapan lembut yang berubah menjadi sebuah jitakan itu membuatku mengangkat kepala. Mataku mengerjap pelan lalu setelah aku sadar ...

"AAAAA ..!!" aku berteriak kencang dan bersamaan dengan itu, tubuhku terjatuh ke belakang. Untuk kedua kalinya, aku meringis kesakitan karena bokongku sempurna menghantam lantai.

Rasa maluku bertambah seratus kali lipat!!

"Adduh ..," ucapku pelan. Aku yang masih selonjoran di lantai langsung mengambil sebuah buku yang terletak tidak jauh dari tempatku terjatuh. Kugunakan buku itu untuk menutupi seluruh permukaan wajahku yang kuyakini sudah memerah.

Aku tidak berniat untuk berdiri karena rasanya, aku akan lebih memalukan jika melakukan itu. Jadi posisiku sekarang masih terduduk di atas lantai dengan buku sebagai tameng wajah.

Satu menit.

Dua menit.

"Ngapain masih selonjoran di lantai?" aku menahan napas mendengar suara itu. Kukira kak Fahmi sudah pergi. Tetapi dugaanku salah karena saat ini, suaranya berada tepat di depanku. Dia mengubah posisinya yang semula berdiri menjadi jongkok.

Ya Allah ... malu.

Ummi ...

Abi ...

Tolongin Syifa ...!!

Aku menelan saliva lamat-lamat.

"Ng ... anu ... aku ...," otakku kosong. Aku tidak tahu harus beralibi seperti apa.

Aku mengintip ekspresinya dari balik buku yang menjadi tameng wajahku. Ummi ... kak Fahmi ngetawain Syifa ...!!

Dengan gerakan pelan, aku berusaha untuk berdiri. Aku tidak mau berlama-lama terlihat konyol di depan kak Fahmi. Namun saat aku berbalik dan hendak berlari, suaranya menahan pergerakanku.

Roda Kehidupan SYIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang