6. After Married 2 (Flashback)

1.3K 178 19
                                    

Saat matahari menyembul keluar, cahayanya masuk ke celah jendela kos yang gordennya sudah tersibak. Pintu kos lalu dibuka oleh Tejo yang masih memakai celana selutut dan kaus oblong hitam. Berniat untuk membeli sarapan. Jam menunjukan pukul 06.20 menit.

"Sya, mau sarapan apa?"

Ketika Risya keluar dari kamar mandi—sudah menggunakan celana dan baju panjang, serta kerudung bergonya—Tejo bertanya. Ia jadi sedikit minder melihat gadis itu sudah bersih dan wangi. Tapi, dirinya? Ekh! Dekil and the kumel. Maklum, lelaki. Jadi, mohon pengertiannya.

"Mas mau beli sarapan?"

Kepala lelaki itu mengangguk. "Bubur ayam atau nasi kuning?"

Tidak menjawab, Risya malah mengajukan pertanyaan, "Aku boleh ikut gak?"

"Deket, di depan gang situ doang, mau ikut?"

"Nggak boleh?"

Mereka masih mempertahankan posisinya. Tejo yang di dekat pintu dan Risya yang di dekat lemari pakaian, masih memegang handuk juga.

Lantas Tejo terkekeh. "Iya, boleh."

Risya bergegas menaruh handuk. Tejo mengambil dompetnya. Mereka keluar kosan. Risya termangu di depan pintu saat Tejo mengunci pintu kosnya. "Mas, aku gak ada sendal jepit," ucapnya.

Memasukan kunci di saku celana, Tejo mengambil sendal di rak khusus depan kosnya. "Ini, kamu pakai sendal jepitku dulu, aku pakai sendal yang kemarin," katanya.

Risya menatap sendal jepit berwarna biru-putih itu dengan nelangsa. "Kalau aku pakai ini, jadinya kayak pakai sendal punya raksasa," ujarnya. Lalu memakai sendal itu. Dan benar saja, kebesaran.

Tejo sampai tertawa mendengar itu. "Nanti beli sendal jepit di depan. Tapi, lucu juga, Sya, kamu pakai sendal itu. Makanya, makan yang banyak biar cepet gede."

Mereka kemudian berjalan beriringan keluar area kos. Pintu-pintu kos yang lain masih tertutup. Entah penghuninya sudah pergi atau masih bergelung dengan selimut.

"Mas tiap hari beli sarapan sendiri?"

Risya mengalami progres cukup signifikan, setidaknya itu bagi Tejo. Lelaki itu menilai kalau Risya perlahan nyaman padanya—nyaman yang di maksud adalah sudah bisa berinteraksi tanpa rasa canggung.

"Enggak juga. Kadang kalau males gerak, aku beli di ibu kos. Lumayan, goceng."

Risya menelengkan kepalanya. "Goceng?"

"Kamu nggak tahu goceng?"

Kepalanya menggeleng. "Nggak tahu," jawabnya polos.

Dengan gemas Tejo mengacak kepalanya sambil terkekeh. "Goceng itu lima ribu, Sya. Awalnya aku juga gak tahu sih, cuma kan lama-kelamaan tahu."

Risya menjauhkan tangan lelaki itu dari kepalanya. "Bahasa orang ibu kota agak ribet, ya," katanya.

Mereka belok ke arah kanan, keluar dari gang. Tejo menggiring gadis itu ke warung madura yang menjual sendal jepit. Risya hanya diam saja, cukup menurut.

Setelah membeli sendal, mereka melipir ke penjual bubur yang ramai. Semua orang yang mengantre duduk di kursi plastik. Tersisa satu kursi plastik yang tidak diduduki. Tejo menarik kursi itu untuk Risya.

"Duduk, Sya. Ramai, pasti lama," ucapnya.

Tidak banyak kata Risya duduk. Mengamati ke sekitar. Banyak orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan ini. Ada tukang sayur yang dipenuhi ibu-ibu rempong. Penjual bubur tim untuk bayi. Dan beberapa penjual sarapan yang lain. Dalam hati ia membatin, "Di Tegal mana ada kayak gini."

I Found the Love (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now