1. Awal

38 3 0
                                    

Aku berjalan dari UKS yang berada di dekat kantin sebelah gedung IPS ke meja piket yang berada di sebelah kanan gedung IPA dekat kantor guru. Ah, iya, aku Sheeva. Sheeva Serafina. Kelas 11 IPA 5, anak ayah dan bunda, adik dari Vikram kelas 12 IPS 1. Apalagi ya? Mungkin hanya itu perkenalan singkatku. Kembali ke koridor IPS yang harus aku lewati untuk sampai ketujuanku, yaitu meja piket.

Aku berdiri di depan meja piket, "Bu, minta surat izin pulang bu. Ada yang sakit di UKS." Bu Ani yang kebetalan sedang piket berhenti mengetik di laptopnya, melihat ke arahku heran. "Orang tuanya udah dikabari?" Tanya bu Ani penuh selidik. Aku mengannguk yakin, "Udah di jalan juga bu."

Bu Ani berdehem, lalu mengambil surat izin dan menyodorkannya padaku. "Nanti taruh tasnya disini, habis itu segera masuk kelas Sheeva. Kamu jangan cabut."

"Astaghfirullah bu, Sheeva kan anak baik bu, belum pernah cabut." Bu Ani mendelik mendengar jawabanku. "Makasih bu." Lanjutku cepat, daripada mendengar omelan bu Ani, aku segera melesat ke kelas 11 IPA 4 dilantai dua. Gedung IPA di sekolahku ini ada tiga tingkat. Lantai satu untuk kelas 12, lantai dua kelas 11 dan kelas 10 di lantai tiga.

Baru saja sampai di depan pintu kelas 11 IPA 4 yang tertutup rapat, sebelum mengetuk pintu kelasnya, aku menghela nafas terlebih dahulu. Tak ada yang membuka pintu, aku membuka pintu kelas itu secara perlahan. Suara gaduh siswa kelas 11 IPA 4 menyambutku. Pantas saja tak ada yang mendengar ketukanku. Tak ada guru di kelas ini. Ku buka lebar pintu kelas, membuat seisi kelas 11 IPA 4 berhenti sejenak dari aktivitas mereka dan melihat ke arahku, mungkin mereka kira aku guru. Hanya sepersekian detik, lalu mereka kembali ribut. Mishall dan Shafiqa sahabatku yang berada di kelas ini meghampiriku.

"Ada apaan nih Sheev?" pertanyaan Shafiqa ku jawab dengan memperlihatkan surat izin yang sedari tadi berada di tangan kiriku. "Mana tasnya Arin?" Shafiqa kembali masuk kedalam kelasnya mengambil tas Arin. "Tadi gue mau ke kantin. Laper. Eh bu Ida manggil gue disuruh ambilin surat izin pulang buat Arin sekalian tasnya juga." Aku menjelaskan panjang kali lebar kepada Mishall. Sambil menunggu Shafiqa yang masih sibuk memasukkan barang-barang Arin ke dalam tas, aku melihat seisi kelas ini yang benar-benar GADUH. Ada yang main lempar kertas seperti anak SD, ada yang lagi ngumpul untuk gosip, main game, selfie, dan sebagainya. Sungguh jam kosong yang sangat berfaedah.

Shafiqa datang membawa tas Arin, lalu menyodorkannya padaku. Aku segera menyandang tas Arin. "Eh, temenin gue ke kantin dong. Laper." Mishall dengan semangat mengangguk. "Gue nitip aja ya, mager." Ucap Shafiqa sambil berjalan meninggalkan kami yang masih berdiri di pintu.

Kami berjalan menuju tangga, "Lo belajar sama siapa? Kok freeclass sih?" Tanyaku sambil menoleh ke belakang, karena Mishall yang berjalan di belakangku sambil main ponsel.

"Pak Kumis." Jawab Mishall enteng. Baru saja ingin menuruni tangga, aku melihat pak Kumis dengan seorang siswa di sebelahnya. Ia memakai seragam tanpa lambang sekolah ini di bajunya, sepertinya anak baru. Pak kumis dan anak baru itu menaiki tangga yang dapat dipastikan menuju lantai dua. Pak Kumis seperti sedang menjelaskan sesuatu pada anak baru tersebut, dan dia hanya mengangguk lalu melihat ke atas. Aku segera berbalik ke arah Mishall, "Mis, Mis sumpah ga boong pak kumis!" Seruku tertahan.

"Hah? Kenapa?" Mishall tetap berjalan ke arahku.

"Pak Kumis!" seruku tertahan. Mishall membulatkan matanya ingin berlari ke arah kelasnya. Tapi sayangnya, pak Kumis sudah sampai di lantai dua dan melihat Mishall yang ingin kabur. Sebenarnya meski Mishall berlari, ia tetap saja akan ketahuan karena jarak kelasnya dengan tangga sejauh sabang sampai merauke, ga gitu juga sebenarnya. Intinya ujung ke ujung. "Mishall! Mau kemana kamu?" panggilan pak Kumis menghentikan Mishall.

"Ini kan masih pukul Sembilan kurang dan masih jam pelajaran saya! Mau bolos lagi kamu sama Faro anak IPS itu? Kamu juga Sheeva, kenapa bawa-bawa tas gitu? Mau cabut kamu?" omelan pak Kumis yang menyebut namaku membuatku mengangkat kepala yang sedari tadi menunduk sejak pak Kumis memanggil nama Mishall.

A Part of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang