Chapter 4: Menyebalkan

6K 1K 64
                                    

Setelah (Nama) dan An selesai menghabiskan makanan mereka dan membayarnya, mereka segera keluar dari dalam rumah makan.

Suara riuh di luar rumah makan yang awalnya teredam, sekarang kembali terdengar nyaring di telinga. Padahal desa tidak terlalu besar, tapi kenapa di sini terasa begitu ramai? Itulah yang dipikirkan (Nama) saat ini.

"Mau menginap terlebih dahulu atau kita langsung berpindah tempat ke Ibukota saja?" Tanya An yang berjalan beriringan dengan (Nama) di sebelah kanannya.

"Terserah kau tentunya." Jawab (Nama) tanpa memandangi An dan tetap menatap lurus ke depan. "Ngomong-ngomong dari mana kau belajar sihir?"

"Tentu saja itu rahasia, Nona. Tidak mungkin Aku memberitahukan kamu, kan?" Jawabnya diakhiri dengan kekehan.

(Nama) memutar bola matanya. Padahal ia ingin sekali tahu bagaimana bisa An belajar mengenai sihir. Siapa tahu dia bisa melakukan sihir juga, kan? Ya, itu yang dipikirkan (Nama) saat ini sehingga ekspresi wajahnya terlihat sebal.

"Kalau memang keputusan berada di tanganku, bagaimana jika kita beristirahat terlebih dahulu dan berangkat esok harinya?"

"Aku kan sudah bilang 'terserah', jadi Aku setuju-setuju saja."

"Ya, benar. Lagipula Aku juga takut kau akan tertidur di tengah jalan dan membuatku bersusah payah untuk menggendongmu hingga kita sampai ke tempat tujuan."

"Hahaha," Tawa (Nama) hambar. "Lucu sekali, An."

•=•=•=•=•=•

Di tempat lain, seorang anak laki-laki beriris mata merah masih memikirkan tentang kemunculan energi sihir yang samar-samar ia rasakan dari kejauhan.

Meskipun energi sihir itu tidak terlalu kuat, rasa penasaran akan sumber energi sihir itu tetaplah ada. Namun, ia terlalu malas untuk mengecek sumber dari energi sihir tersebut.

"Ada apa?" Tanya seorang gadis berambut pirang keemasan dengan iris mata biru bagaikan berlian.

Gadis itu terlihat tengah bermain dengan seekor anjing hitam, sedangkan anak lelaki itu tengah duduk tidak jauh dari tempat sang gadis bermain.

"Tidak apa-apa." Jawabnya datar sembari menopang dagu dengan sebelah tangannya.

"Akhirnya Aku debutante." Ucap gadis berambut pirang memulai percakapan.

"Aku tahu."

"Aku tidak akan melakukan kesalahan, kan?"

"Memangnya Ayahmu bilang tidak boleh salah?"

"Tidak, sih."

"Lalu apa masalahnya?" Ucap si Anak laki-laki balik bertanya. "Kau kan setiap hari berlatih sampai telapak kakimu hangus. Kalau bukan orang bodoh pasti bisa melakukannya dengan sangat baik." Sambungnya lagi.

"Jangan berisik! Tidur saja sana!"

"Memangnya Aku berisik apa sampai kau bilang begitu? Lagipula kau harus tidur baru Aku bisa pulang untuk tidur, kan?"

"Cih..." Gadis itu berdecak, tetapi ia mentaati kata-kata anak laki-laki itu. "Selamat tidur, Lucas."

•=•=•=•=•=•=•=•

(Nama) dan An berkeliling desa mencari-cari tempat penginapan. Sesekali (Nama) berhenti melangkah hanya untuk melihat 'sesuatu' yang menarik perhatiannya. An sendiri tidak begitu keberatan dan malah terlihat menikmati perjalanan bersama dengan (Nama).

"Sungguh kau tidak pernah melihat pemandangan desa kecil seperti ini?" Tanya An dan dijawab dengan lancar oleh (Nama) meskipun hal itu adalah sebuah kebohongan.

I' Am Not DianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang