38. Waktu yang berhenti

1.6K 88 20
                                    

Play now
(Acha Septriasa)
'Sampai menutup mata'

__________

Perpisahan adalah upacara menyambut hari hari penuh rindu.
🌺🌺🌺🌺🌺
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Al ayah, QS. Al Imran: 185).

_________

Sudah dua hari Zahra di rawat di rumah sakit, namun kondisinya masih tetap sama dan belum ada perubahannya. Meski sudah melakukan transfusi dua kantong darah, tetap saja kondisi Zahra masih lemah dan pendarahannya belum juga membaik.

Dokter Tania meminta Aidil untuk segera mencari donor darah untuk Zahra, namun rasanya begitu sulit untuk mendapatkan orang yang bersedia mendonorkan darahnya. Belum lagi Aidil masih dalam fase kerja, dan harus mengambil cuti dadakan karena harus menjaga Zahra.

Bayu dan Andika juga sudah mencari donor darah golongan A di setiap rumah sakit yang ada di Bandung, namun hasilnya sia sia saja. Dan sekarang Bahtiar juga meminta tolong kepada temannya yang ada di Jakarta, untuk mencarikan darah bergolongan A sekitar tiga kantong.

Aidil duduk menemani Zahra yang masih terbaring di atas brankar rumah sakit. Setidaknya, kini Zahra tidak lagi menggunakan Ventilator oksigen. Zahra tersenyum, senang melihat Aidil yang selalu ada di sisinya.

"Mas," panggil Zahra.

"Iya, kenapa?"

"Anak kita mau di kasih nama siapa? tanya Zahra. Meskipun sudah dua hari, Zahra belum bertemu dengan Puteri kecilnya.

Aidil sedikit berpikir. "Aku mau kasih nama dia, Ulya."

"Bagus, nama lengkapnya?"

"Ulya Azzahratulfajri. Ada nama kita di belakangnya."

Zahra tersenyum. "Mas, aku boleh ngomong sesuatu?"

"Hmm, ngomong aja."

"Kalau seandainya, aku pergi duluan. Kamu nikah lagi ya," pinta Zahra.

Aidil tertawa ketika mendengar ucapan Zahra. "Aneh aneh aja deh, butuh waktu seribu tahun buat aku bisa lupain kamu."

"Iya gak apa apa. Sampai kamu benar benar siap buat memulai hidup kamu yang baru, bareng kekasih kamu yang baru."

Aidil terdiam. Aidil pikir Zahra hanya bermain main dengan kata katanya. "Enggak. Kamu bilang kamu mau bangun rumah di surga bareng aku."

Zahra tersenyum. "Kalau Tuhan berkehendak lain, aku ikhlaskan surga aku untuk yang lain."

"Kamu ngomong apaan sih? Gak usah aneh aneh."

CEKLEK...! pintu ruangan terbuka, ada seorang perawat membawa bayi Zahra.

"Selamat sore bapak, Ibu. Ini, ibunya bisa menggendong dedeknya sebentar ya sebelum kembali di bawa ke ruangannya. Soalnya Ibu juga belum bisa memberikan asi, karena bekas operasi yang belum pulih kan," jelas perawat itu.

Zahra tentu saja sangat senang, bisa melihat Ulya dan bisa memeluknya. "Masyaallah, Tabaroklal sayang," Zahra mendoakan yang terbaik untuk putrinya.

Tulang rusuk dokter Aidil (Revisi)Where stories live. Discover now