20 ~ Merajut Kembali

848 123 4
                                    

Jangan jadikan keterpurukan adalah alasan untuk menyerah.
Sekali jatuh, lalu diam! Bangkit dan angkat kepalamu!
Kehilangan bukan berarti akhir dari hidupmu.
Kehilangan adalah pembelajaran.
Belajar untuk mengasihi mereka
yang masih setia di sampingmu
(Nararya Tirtakusuma)

🍃🍃🍃

Arya duduk di teras rumahnya, memandang pepohonan rindang yang memberi teduh suasana. Semerbak aroma bunga mangga yang mulai bermekaran menggelitik hidungnya untuk terus menghirup udara segar pagi ini.

Hari ini adalah hari kedelapan kepergian sang bunda. Arya tak lagi banyak mengeluh. Cukup ketika sakit kemarin saja dia mengeluh habis-habisan dan merutuki tubuhnya yang begitu ringkih. Aren bahkan tak bisa tidur karena dirinya yang begitu rewel saat itu.

"Masih pagi sudah melamun, le?" tanya Ayah Ris.

"Ayah!" seru Arya sambil menoleh saat mendengar suara ayahnya.

"Kangen sama suasana pagi di sini, ya?" Pertanyaan sang ayah hanya dijawab dengan anggukan.

Ayah Ris membawa sebuah nampan berisi dua cangkir teh hangat dan sepiring kue pukis yang dibeli oleh Mama Rid di pasar tradisonal. Kedua lelaki itu duduk bersebelahan, sesekali mereka menghirup arom teh melati dan menyeruputnya perlahan.

Helaan napas dari keduanya terdengar saling bersahutan. Arya melirik pada sang ayah yang terus memandangi rimbunnya bunga mangga.
"Kayaknya musim ini bakal banyak mangga yang berbuah. Bunganya rimbun, ya, le?"

"Rimbun sih rimbun, Yah. Asal nggak ada angin atau hujan tiba-tiba, ya, aman."

Ayah Ris mengangguk. "Kalau ada angin banter, yo ntek wes, akeh sing mrotoli. Paling banyak satu sampai tiga bunga yang bisa bertahan, ya?"

"Daun yang jatuh, bunga yang gugur, tangkai yang patah, mereka hanya bagian-bagian terkecil dari kehidupan, tetapi kejadian yang mereka alami adalah salah satu skenario dari Tuhan. Hidup, mati, jodoh, rejeki, semua itu Tuhan yang atur, benar 'kan, Yah?"

Ayah Ris mengangguk menganggapi ucapan puteranya. "Tiada satupun yang luput dari pengawasan-Nya. Di balik ujian yang diterima setiap manusia pasti ada sebuah rencana indah yang Tuhan persiapkan untuk mereka. Seperti bunga-bunga mangga itu, diuji dengan angin dahsyat, ada yang gugur, tetapi tak sedikit juga yang bertahan. Bertahanlah seperti bunga-bunga mangga itu, Nak. Meski ujian ini berat, Ayah yakin Arya bisa menjalaninya. Doa ayah dan bunda selalu untuk Arya"

"Arya yakin pada ketetapan yang Allah kasih untuk keluarga kita. Mereka yang diuji adalah mereka yang mampu menghadapinya. Allah juga nggak akan jahat sama ummat-Nya. Sang Pemilik Hidup tidak akan berpaling dari mereka yang membutuhkan."

"Wues, anak Ayah sudah pinter, nggak salah kalau bunda itu ngebet banget supaya kamu bisa jadi guru. Lihat kamu bicara seperti ini sudah pantes banget buat ngomong di depan kelas. Nggak pengen coba ngajar?"

"Duh, nyelesaikan kuliah aja dulu, Yah! Kalau langsung ditodong ngajar takutnya bukan ngajar, tapi malah ngehajar atau dihajar."

"Jangan sampe Ayah dengar kamu ngehajar anak orang! Kamu yang Ayah hajar balik," ancam sang ayah.
"Ampun, ndoro!" ujar Arya sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Keduanya tertawa bersama tanpa menyadari bahwa ada tiga pasang mata yang berkaca-kaca melihat pemandangan hangat pagi ini. Aren dan keluarganya diam-diam mengamati pasangan ayah dan anak itu setelah Mama Rid mengajak mereka untuk bergabung di teras. Bukan bergabung, ketiganya memilih berdiam diri dibalik pintu dan justru menikmati percakapan Arya dan ayahnya.

🍃🍃🍃

Berat rasanya bagi Arya untuk kembali ke kampus. Bukan karena terlalu nyaman di rumah, tetapi dia tak tega meninggalkan sang ayah seorang diri. Mama Rid meyakinkan Arya bahwa dia akan memberikan kabar sesering mungkin.

Meski berat, Arya akhirnya mengalah. Dia juga tak ingin mengecewakan sang bunda yang memimpikan dirinya untuk menjadi guru. Jika bisa empat semester sisanya dia tempuh dalam waktu lebih singkat tentulah dia akan menjalaninya.

Pada akhirnya, Arya kembali ke kampus dengan banyak syarat. Ayahnya harus menelepon setiap hari, Mama Rid juga harus memberi kabar setiap hari. Arya juga berjanji akan sering-sering pulang untuk menemani sang ayah.

Gerbang kampus sudah menyambut kedatangan Arya. Lelaki itu melangkah dengan mantap memasuki ruang kelasnya. Senyum hangat yang sempat hilang selama beberapa saat dari wajah Arya kini sudah kembali.

"Nyet!" sapaan khas dari si monyet berlesung pipi itu membuat beberapa teman yang sedang berbincang menoleh ke arah pintu.

Arya bergegas menghampiri Andre yang menyambutnya dengan pelukan. Cio yang berada di sebelah Andre mendadak bangkit dan merengkuh dua sahabat yang sedang berpelukan.

"Akhirnya keluarga teletubies komplit lagi," ujar Cio sambil mengeratkan pelukannya itu.

"Ish, lepasin bisa? Kayak yang nggak pernah ketemu selama berabad-abad!" pinta Arya.

"Sehari tanpamu itu rasanya bagai sewindu. Apalagi seminggu tanpamu hati ini rasanya pilu," ujar Andre
"Kak Cio lupa nge-ruqyah ni anak? Atau lupa nambah dosis obatnya?" tanya Arya perlahan dan menjauhi Andre.

"Mau diruqyah, nambah dosis obat, mau disembur sekalipun tu anak nggak akan jinak. Kecuali pawangnya kembali."

"Emang pawangnya siapa?"

Belum Cio menjawab, Andre sudah menarik Arya untuk duduk di sebelahnya. "Bebeb! Duduk sini," pinta Andre dengan suara lemah gemulai.

Arya melirik pada Cio yang mulai cekikikan. "Ni anak kesurupan beneran, Kak? Ogah ah punya temen begini. Kak Cio kenapa betah sama dia? Kak Cio pawangnya, ya? Usir tuh anak!" pinta Arya dengan nada panik.

Beberapa teman sekelas mulai riuh dan tertawa melihat tingkah Andre. Sebenarnya tak ada yang aneh karena hampir seluruh keras tahu bahwa Arya memang tak menyukai lelaki yang kadang bersikap gemulai secara berlebihan.

Hal itu membuat bulu kuduknya meremang. Didorongnya Andre dengan kasar dan bergegas dia bersembunyi di balik tubuh Cio. Tawa segera membahana di kelas. Arya lekas tersadar bahwa dirinya tengah dikerjai oleh Andre.

🍃🍃🍃

Hari begitu cepat berganti. Sesuai dengan janjinya pada sang ayah, Arya pulang setiap minggunya. Jika dulu dia betah dan pulang hanya sekali dalam sebulan, kini dia bisa pulang empat sampai lima kali dalam sebulan.

Sang ayah lebih khawatir dengan putranya karena cuaca akhir-akhir ini sulit ditebak. Sebentar terang lalu tiba-tiba mendung datang dan melepas hujan dengan cukup deras. Padahal jika menghitung bulan, seharusnya belum waktunya musim penghujan.

Perubahan cuaca kali ini terlalu ekstrim. Beberapa kali Mama Rid, Ayah Ris dan Papa Revan mengingatkan Arya dan Aren untuk lebih menjaga diri. Bahkan Papa Revan memberikan vitamin tambahan.

Namun, sakit tetap saja tak bisa dielakkan. Bukan Arya, tapi Aren yang tumbang. Si sulung itu akhirnya harus beristirahat karena terserang radang tenggorokan. Suaranya nyaris tak ada, demam juga singgah di tubuhnya.

"Makan, minum obat, terus tidur!" perintah Arya.

Aren hanya mengangguk dan mengerucutkan bibirnya.

"Nggak usah gitu, makin monyong jadi pengen gue karetin tuh bibir."

Aren tak terima dan menimpuk Arya dengan bantal. Abangnya justru tertawa lebar lalu meringis seketika. Arya lupa bahwa bibirnya tengah terserang sariawan. Niat hati ingin membuat Aren kesal, justru dirinya yang kesal merasakan perih di bibirnya.

🍃🍃🍃

Hualaaaa, up di jam sinderlela!
Selamat menikmati malam kalian bersama Aren dan Arya.
Salam sayang!

ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 3
#DAY20
Bondowoso, 14 Juli 2020

Vana Ilusiòn ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang