#27 - Di Antara (1)

1.2K 196 17
                                    

Miruda yakin sekali Angreni menyimpan misteri di balik parasnya yang lugu. Ia juga yakin Nilaprabangsa tengah menyembunyikan sesuatu. Persetan dengan kedua orang itu. Ia akan mencari tahu sendiri kebenarannya. Ia bersumpah tak akan segan melenyapkan bocah perempuan itu jika ternyata dirinya memang membahayakan rencana merebut kembali Daha.

"Rakamas Miruda."

Sebuah panggilan terdengar dari belakang. Tak perlu mencari tahu karena Miruda sudah mengenali siapa si pemilik suara.

"Apakah kau sudah bersiap untuk besok?"

Miruda melirik. Unengan berdiri di belakangnya, bertelanjang kaki sambil menenteng keranjang penuh hasil bumi, yang Miruda taksir baru saja dipanen dari kebun.

Seolah mengerti akan lirikan Miruda, Unengan buru-buru menjelaskan, "Karena perjalanan yang akan kita tempuh besok cukup jauh, aku berinisiatif membuat bekal."

Besok, seperti yang telah dijadwalkan, mereka semua memang akan pindah ke tempat persembunyian baru.

Perpindahan ini digagas Nawarsa. Pu Watabwang merupakan juru bicara salah satu Rakryan Mahamantri. Sudah tentu area kekuasaannya meliputi seluruh penjuru negeri. Bukan hal sulit baginya untuk mencari segala informasi, termasuk orang-orang yang telah merusak bisnis perdagangan budak yang dijalaninya secara sembunyi-sembunyi. Terlebih, Nawarsa tak ingin upaya menyembunyikan garis keturunan Sri Sarwesywara berakhir sia-sia.

"Tak ada yang perlu kupersiapkan, Unengan." Miruda berbalik. "Kenapa kau kemari?"

"Semalam kau tidak pulang. Ibu menanyakanmu, Raka. Karena aku yakin kau ada di sini, jadi aku datang untuk membawamu kembali."

Miruda mendengus geli. Ia memang memilih bermalam di hutan setelah berseteru dengan Rawisrengga untuk meredam amarah. Jika ia masih tetap tinggal, ia yakin bukan hanya ada pertengkaran, tapi mungkin saja akan terjadi pertumpahan darah yang melibatkannya dengan Dharmaja.

Semalam kakaknya bersikukuh untuk turut membawa Angreni dan Dharmaja bersembunyi di tempat yang sama dengan mereka. Mengingat kondisi Dharmaja memburuk setelah ia memaksakan diri berkuda menuju Panumbangan hanya demi Angreni. Padahal luka-luka di tubuhnya belum mengering betul. Lelaki itu bahkan sempat tak sadarkan diri setelah pertengkarannya dengan Miruda tempo hari. Rawisrengga tentu tak ingin lagi kehilangan anggota keluarganya yang berharga.

Namun, rupanya Miruda menolak dengan tegas usulan Rawisrengga. Menurutnya Angreni berbahaya. Biar saja bocah itu pergi sejauh-jauhnya, bersama dengan Nilaprabangsa sang pengkhianat tentu saja. Meski ia telah menyelamatkan Unengan, hal itu tak bisa menghilangkan fakta bahwa ia berhubungan dengan Pu Watabwang. Ia telah menjelaskan ini, bahkan sampai berteriak dan memaki, tapi kakaknya tetap teguh seakan-akan sosoknya tengah dipengaruhi sihir. Memangnya siapa lagi yang bisa memengaruhi Rawisrengga sedalam ini selain Angreni?

Dharmaja meradang kala Miruda secara tak langsung menyebut Angreni sebagai tukang teluh. Ia hendak mencabut kerisnya, pun begitu dengan Miruda yang masih menaruh dendam kesumat padanya. Beruntung saat itu Rawisrengga dan Nawarsa dapat dengan cepat memisahkan.

"Apakah Raka masih belum bisa memaafkan dan menerima usulan Rakamas Rawisrengga?" Unengan bertanya hati-hati, tak ingin menyulut emosi kakak keduanya ini.

Miruda memandangi aliran sungai yang mengalir tenang. "Unengan," panggilnya.

Unengan menjawab dengan sopan, "Ya, Rakamas."

"Jika suatu saat kau harus memilih antara aku dan Rakamas Rawisrengga, siapa yang akan kau pilih?"

Unengan tampak terkejut tapi hal itu tak berlangsung lama. Ia lalu tersenyum. "Jika aku harus memilih, jelas aku akan memilih siapapun yang kuanggap benar dan aku tak akan pernah menyesal dengan keputusanku itu."

Ketika Cahaya Rembulan Mengecup LautanWhere stories live. Discover now