09

484 59 16
                                    

17.20PM in seoul
────────────

Seperti katanya, Choi Yeonjun membawaku jalan-jalan, dibawah langit yang sudah hampir menjelang malam

Kaki kami tak berhenti melangkah, menyusuri setiap tapak jalan

Di iringi tawa dan canda.

"Njun duduk dulu, capek." Ujarku saat melihat bangku ditaman.
"Baru berapa menit, udah loyo aja be. Gimana nanti pas main sama gue diranjang?" Titahnya sembari meledekku
"Njun ihhh capek mau dudukk" rengekku kepadanya, seperti seorang bocah berusia 6 tahun.

Tak banyak berdebat, yeonjun memilih menuruti mau-ku dan membawa kami duduk bangku taman.

"Njun" aku bersender dipundak-nya, dan kupejamkan mata

Semilir angin sore hari menerjang tubuh kami berdua, awan yang setengah berwarna jingga. Dan udara yang mulai terasa dingin, aku tak ingin mengatakan ini tapi—

Choi Yeonjun, mari kita milikki waktu ini lebih banyak lagi.

"Ngantuk lo?" Tangan-nya mengusap suraiku, membelai nya dan menyibakkan-nya kebelakang telingaku.

Melihatku menggeleng, ia mencium keningku.

Kepalaku enggan berpindah dari pundak lebar Yeonjun, semilir angin bahkan tak membuatku mengantuk

Tapi aku memejamkan mataku.

"Njun, aku mau ke taman bunga.." ujarku manja kepada-nya

Yeonjun kembali mengecup keningku, ia mengangguk. Tumben sekali, biasanya ia selalu protes dengan apapun yang kulakukan dan kukatakan, dan sekarang kenapa dia begitu kalem?

Jangan-jangan ia kemasukan?—

Ah bodoh, tak mungkin.

Kubuang pikiran tentang makhluk astral ku, dan menggeleng untuk menyingkirkan nya jauh-jauh.

Melihatku menggeleng tanpa alasan jelas, yeonjun kembali protes.

"Kenapa lo?"

Aku menggeleng lagi, ternyata yeonjun tak kemasukan. Padahal kukira dia akan berubah 1 hari kalem, ternyata—

Nope.

Kami bangun dari tempat duduk, dan berjalan sesuai kemauan ku dan tujuanku

'Taman bunga.'

17.40PM in seoul

Cukup lama kita berjalan, akhirnya sampai di sini.

Di padang rumput dipenuhi bunga-bunga berwarna warni, tak terlalu tinggi namun juga tak pendek

Kalian bisa katakan itu sedang-sedang saja.

Yeonjun mengajakku duduk diantara rumput-rumput dan bunga-bunga itu. Menyaksikan matahari yang perlahan mulai pergi dan akan digantikan oleh sang pelita malam, bulan.

"Njun, kamu suka liat sunset?"

Ia tak menjawabku,
Hanya diam, dan menurutku wajahnya jika dari samping nampak benar-benar tampan. Ditambah lagi cahaya jingga diantara kita.

Kalian tau, jika aku seorang penggila aesthetic sudah kuabadikan momen ini.

Sayangnya, momen ini hanya akan abadi di ingatanku, karna aku bukan seorang penggila aesthetic—

"Lo tau be?"

Setelah hening, akhirnya dia bersuara namun tetap tak menoleh, visual nya masih nampak dari samping.

"Gue bener-bener beruntung bisa kenal lo."

Barulah ia menatapku, iris mata hitamnya dan sorot matanya adalah candu terbesarku. Ia tersenyum simpul, lalu merebahkan tubuhnya diantara rerumputan ini, dan menjadikan pahaku sebagai bantal nya.

01. Dear Njun | Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang