MIUA : 21 ✔

122K 7.8K 136
                                    

Jangan lupa vote dan comment 💜

👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦👨‍👩‍👧‍👦
Selamat membaca
.
.
.

Ruang makan yang tadinya ramai, kini sudah terlihat sepi. Tak ada lagi seorang pun yang terlihat di sana. Begitu pula dengan ruang keluarga Athala. Sepi bernuansa remang. Semua lampu besar yang tadinya menyala terang, kini tergantikan dengan lampu redup berwarna kuning yang di jadikan penghias ruang tamu, terletak disetiap pojok ruangan.

Semua penghuni rumah telah kembali beristirahat ke kamar masing-masing. Begitu pula kedua pengantin baru yang resmi menikah pukul sembilan pagi tadi. Di dalam kamar yang temaram itu, mereka merebahkan tubuh. Mengistirahatkan raga yang lelah, menenangkan pikiran yang sesak.

"M-mas," cicit Vina sedikit ragu. Ia menatap kearah laki-laki yang telah resmi menikahi dirinya.

"Hmm." Rizam membalikkan tubuhnya ke arah lain. Tanpa menoleh pada gadis yang tengah duduk manis di atas kasur.

Jika orang-orang pada umumnya berpikir akan ada adegan romantis pada malam pertama setiap pengantin baru. Maka hal itu tidak berlaku pada sepasang laki-laki dan wanita yang berada di dalam kamar yang sama itu.

Alat penunjuk waktu sudah memperlihatkan pukul 23.27 WIB. Namun kedua manusia itu belum jua terlelap. Bukan karena usai memadu kasih. Namun sibuk memadu pikir di dalam kepala masing-masing.

"Mas, tidur di ranjang aja ya. Nanti badannya pegel-pegel kalau di sofa," pinta gadis yang telah resmi menjadi istri Rizam.

"Gak perlu sok perhatian. Aku lebih tau mana yang baik atau pun buruk untuk diriku sendiri!" jawab Rizam. Nada suaranya sarat akan ketidak sukaan.

Vina bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah sofa. Ia menyentuh tangan besar milik Sang suami. Seketika Rizam menegang dan mendadak kaku. Ia bangun dari posisi tidurnya. Vina menarik pelan laki-laki itu kearah ranjang, merapikan bantal dan meletakkan selimut di atas kasur.

"Tidurlah Mas. Biar Vina yang akan tidur di sofa. Badan Vina lebih kecil, sofa itu pasti pas untuk ukuran tubuh Vina." Ia tersenyum tulus. Tanpa banyak bicara, gadis itu mengambil selimut dari dalam lemari dan berjalan menuju sofa yang tadi di tiduri suaminya. Kemudian membaringkan tubuh kecilnya disana, menyelimuti seluruh badan dan memejamkan mata. "Selamat malam, Mas," serunya tersenyum. Dengan mata terpejam.

Rizam masih kaku di tempat. Ia melihat kearah Vina yang telah memejamkan mata. Ada sesuatu yang sesak di dalam rongga dadanya. Entah apa itu, ia pun juga tidak mengerti. Rasa yang tidak bisa dipahami oleh dirinya sendiri, bercampur aduk dengan rasa kasihan. Lima belas menit sudah ia terduduk di atas ranjang, masih dengan mata menatap kearah Vina.

"Bodoh, kenapa kau mau menikah denganku? Lihat lah, bahkan aku tidak bisa memperlakukan dirimu layaknya seorang istri. Tidak bisa, aku tidak ingin menambah pengkhianatan terhadap Eva. Cukup sudah berkhianat dengan menikahimu. Kali ini tidak lagi!" gumam Rizam pelan, hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Matanya masih saja tertuju kearah punggung Vina yang terlelap di atas sofa.

Sementara Vina yang sedari tadi berpura-pura tidur. Masih dapat mendengar lirihan pelan dari suaminya. Ada luka yang tersiram air garam di salah satu anggota tubuhnya. Lebih tepatnya pada organ dalam yang disebut 'hati'.

Aku tidak bisa berbohong. Kamu sudah ku cintai sejak pertama kali bertemu dirumah tante Cindy. Ada debaran aneh dari jantung, meski saat ini aku tahu hati dan raga mu tak mampu ku raih. Kamu terlalu jauh untuk bisa kugapai. Tapi aku ikhlas akan pernikahan ini. Menerima dirimu yang terang-terangan tidak mencintai ku sama sekali. Aku akan berusaha membuatmu dekat denganku. Menepis jarak yang kamu ciptakan di antara kita. Dengan harapan suatu hari nanti kamu akan mencintaiku. Batin Vina, ia tersenyum dibalik selimut. Tak bisa dipungkiri, ada sesak yang menghantam hatinya betubi-tubi saat mendengar ucapan Rizam. Jika saja bisa dilihat dengan mata, mungkin kondisi hatinya penuh luka saat ini.

Mama Impian Untuk Alif [END]Where stories live. Discover now