• 01- Petaka

23.3K 1.5K 150
                                    

Happy Reading!
•••
Copyright : ArCastellan

-oOo-

Tiada lagi hirup pikuk perkotaan yang terdengar bising. Hanya jalanan sepi yang tampak asri membuat siapapun hanyut dalam memori. Angin semilir bersamaan daun bertebaran di musim semi seakan menemani.

Siulan seseorang tampak berirama dalam kendaraan membuat sang rekan berdecak kesal.

"Diamlah, bang***sat! Kau membuat telingaku berdenging akan suara busuk yang keluar dari mulut sialanmu itu!" makinya yang mendapat dehaman acuh tak acuh dari sosok di kursi penumpang.

"Kau terlalu banyak berbicara, Amber," jawab sosok bertubuh ramping yang tak tertarik akan protesan gadis bermanik safir, dengan seulas seringai tipis terpatri tanpa ada yang menghalangi.

Decakan tentu lagi-lagi terdengar, gadis bernama Amber terbungkam. Entahlah, ia hanya malas memperpanjang obrolan dengan rekan yang selama ini ia anggap rival. Mata itu diam-diam melirik sosok cantik berbadan mungil yang sedari tadi tak ubah dalam posisi yang sama. Memang, siulan dari bibir ranum itu terhenti, namun entah mengapa sosoknya yang diam semakin mengganggu dalam batinan.

"Why?" tanyanya singkat dengan lirikan kecil ia layangkan kedua kali.

"Hm?" Hembusan napas kasar terlontar akan dehaman yang menjadi jawaban. Sial! Ia benci sikap dingin manusia di sampingnya ini.

"Kenapa kau meminta misi konyol seperti ini? Bukankah semua sudah selesai?"

"Selesai?" ulang sosok itu yang tampak berbisik, hingga senyuman getir tertangkap netra safir yang entah berapa kali curi pandang. "Entahlah," lanjutnya menatap lurus layar persegi di hadapannya yang menampilkan rekaman langsung dari target misi kali ini.

"Lagi-lagi kau seperti itu," gumam Amber yang masih terdengar jelas, dengan wajah tertekuk dipenuhi kekesalan menatap sekilas kendaraan roda empat dalam rekaman layar tak jauh dari posisinya.

***

09.41 am, Salt Lake

Gerimis di balik awan mendung tak membuat kebahagiaan dari para penumpang bus pariwisata yang melaju perlahan sirna begitu saja. Suara nyanyian anak Sekolah Dasar terdengar menyenangkan. Ah, tentu saja! Inilah hari yang teramat ditunggu siswa-siswi tersebut dari jauh-jauh hari. Siapa yang tak bersamangat akan hal itu, bukan? Meski, cuaca seakan tak berpihak pada mereka tentu tak menjadi penghalang.

Hingga, tanpa diduga....
Alunan demi alunaan kini berubah menjadi teriakan dan tangisan putus asa. Bus yang tadinya penuh sorak kegembiraan dalam sekejap diselimuti kengerian yang sangat.

Tujuh pria bertubuh gempal dengan pakaian serba hitam tampak menodongkan senjata api pada siswa-siswi kelas 3A yang hendak melakukan darmawisata.

Perampokan kah?
Pikir mereka.

Namun sepertinya, ini lebih mengerikan dari sekedar perampokan. Terbukti, dari salah seorang di antara mereka berjalan mendekati supir bus perlahan dengan menodongkan sebuah pistol tepat ke arahnya. Sang supir yang tampak lanjut usia hanya bisa gemetar seraya merafalkan berbagai doa dalam hatinya.

"Diam! Jangan ada yang melakukan perlawanan! Atau kami tak 'kan segan menembak kalian!" bentak salah seorang dari mereka dengan tatapan tajamnya.

Tentu, tidakan itu membuat murid kelas 3A semakin berteriak ketakutan dengan tangis histeris terdengar menyesakkan memecah keheningan mencekam. Sedangkan, tiga orang guru yang bertugas mengawasi anak didiknya berusaha menenangkan mereka, meski dengan wajah pucat pasi dan badan gemetar tak terkendali.

"SAYA BILANG DIAM!" ulangnya dengan intonasi lebih tinggi yang membuat semua terdiam membisu.

Helaan napas kasar terdengar dari bibir tebal pria tersebut. "Sialan!" umpatnya yang tak terdengar.

Sungguh, permintaan konyol macam apa ini? Kekesalan semakin memuncak mengingat sosok 'Anonim' yang melempar segepok dolar dengan permintaan tak masuk akal yang kini ia kerjakan. Benar-benar sinting! Pikirnya berdecih.

Ah, tentu saja ia berpikir demikian! Orang waras mana yang membuang-buang puluhan juta dolar hanya untuk misi perampokan segerombolan bocah ingusan?

"Will, jalankan bus ini dan habisi supirnya!" perintahnya kepada salah satu bawahannya sedikit malas di balik wajah sangar yang jauh dari kata rupawan.

"Baik, Bos!" balas sosok bertubuh jangkung dengan bekas luka benda tajam tepat di bibirnya yang terdengar mantap mendekati sang supir dengan seringaian tak luput menghiasi wajahnya. Dan tanpa diduga....

'SREEK'
BRAK!!

Pria bernama Will tersebut dengan santai menyeret kasar sang supir dan menghempaskan begitu saja ke aspal hingga terlihat sedikit noda merah di lengannya akibat bergesekan dengan aspal.

"Argh! Lepaskan saya, Tuan. Saya mohon! Saya tak akan melapor pada siapapun. Saya berjanji," mohonnya dengan tubuh yang sudah bergetar hebat serta keringat dingin membasahi tubuh yang menyedihkan.

William, pria jangkung tersebut, tampak puas akan wajah memelas penuh keputusasaan dari targetnya kali ini.

"Mulutmu manis sekali, Pak tua. Tapi sayang, itu tidak akan mengubah segalanya. Saksi tetap harus mati," titah Will masih dengan senyum miringnya.

"Tuan, saya mo—" Belum sempat supir tersebut melanjutkan ucapannya, tiba-tiba....

DOR!!!
BRAK

Selongsong peluru menembus kepala dan mencabut nyawanya tanpa belas kasih. Hal tersebut mampu membuat suasana semakin mencekam.

"Kalian urus mayatnya!" perintah pria tak berhati itu santai sembari memainkan pistol kesayangannya.

"Baik!" balas yang lain bersamaan dan berlalu menggotong mayat supir tersebut ke dalam hutan. Entah apa yang akan mereka lakukan kepada mayat itu, dilempar ke jurang kah? Atau bahkan dijadikan makanan hewan buas? Ah entah lah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Bus yang mereka tumpangi pun kembali berjalan. Namun, dengan kondisi yang berbeda. Sudah terdapat empat orang perampok di dalamnya dengan salah seorang bertugas menyetir, sedangkan di belakang kendaraan tersebut sudah dibuntuti oleh beberapa mobil jip milik mereka.

Perlahan kendaraan roda empat tersebut memasuki sebuah jalanan teramat sepi di tengah hutan pohon pinus yang sudah dipastikan tak pernah ada yang melewati jalanan ini. Sudah jelas, kondisi yang amat jauh dari pemukiman menjadi salah satu alasan seringnya terjadi tindak kriminal di hutan ini.

Setelah kurang lebih satu jam menempuh perjalanan entah ke mana tujuannya, akhirnya bus mereka berhenti di sebuah bangunan kosong yang teramat tak terawat dengan lumut dan tumbuhan lainnya menghiasi bangunan.

Para perampok tersebut menurunkan paksa mereka dan menggiring layaknya hewan peliharaan yang paling hina menuju ke dalam gedung kosong tersebut.

Tangan terikat dengan kondisi memprihatinkan tampak menghiasi tubuh mereka yang kini berada di ujung ruangan ditemani pencahayaan temaram.

Mulut yang bebas tanpa bekapan plester maupun kain lainnya seakan mempertegas akan tak ada pertolongan yang dapat menjangkau mereka. Tentu saja, mau berteriak hingga pita suaranya rusak pun tak akan ada yang mendengar. Ingat, tempat ini berada di hutan terlarang yang sudah dipastikan tak ada orang yang berlalu lalang.

#Tbc
Jangan lupa tinggalkan jejak.

Tandai kesalahan✔️

Alaura's Secret [Agent E] - END (TAHAP REVISI ALUR TOTAL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang