S A T U

30 1 0
                                    

"Berangkat ke stasiun jam berapa, Bin?"

"Terserah, enaknya jam berapa?" tanyaku balik.

"Lah, emang keretamu jam berapa?"

"Jam sembilan kurang." jawabku santai.

"Hah?! Ayo dah cepet berangkat! Ini udah jam delapan lebih tau!" ujarnya seraya tergesa-gesa.

"Iya-iya, sabar." Ujarku seraya mengambil barang bawaan untuk kubawa pulang.

"Dasar bocil, telat mampus deh!" gerutunya.

"Aku pamit dulu ke orangtuamu,"

Kemudian aku bergegas pamit ke orang tua temanku dimana dua hari terakhir ini rumahnya kujadikan tempat singgah di salah satu kota kecil Jawa Timur.

"Yowis ndhuk, ati-ati yo. Lek prei dolan mrene mane," ujar ibu temanku.

"Hehe enggeh InsyaAllah, Bu." Jawabku.

Setelah berpamitan, kemudian aku bersama dua temanku menuju ke stasiun yang tak begitu jauh dari tempatku menginap. Pagi ini kami pergi ke stasiun mengendarai sepeda motor. Dimana aku di bonceng dengan temanku, Indah namanya. Dan temanku satunya, Dini, dia mengendarai motor sendiri.

Dua hari yang lalu kami sepakat untuk pergi ke Kota Kediri untuk berlibur sekaligus bersilaturrahmi ke rumah salah seorang kawan kuliah. Awalnya hanya gurauan semata, namun tepat sekali mumpung habis UTS kami memutuskan untuk memilih berlibur. Bagi kami, kuliah di sekolah vokasi begitu menyita pikiran, tenaga, dan waktu. Melihat kawan-kawan kami yang kuliah di universitas begitu senangnya melihat mereka dapat hangout bersama kawan baru. Pergi ke mall, meski sekedar jalan-jalan. Pergi nonton bareng gebetan baru. Nongkrong bareng dengan alibi mengerjakan tugas, dan masih banyak lainnya.

Kok bisa, ya?

Pikir kami tentunya.

Bagaimana tidak? Begini, aku ceritakan sekilas mengenai sekolah vokasi kesehatan. Berikut adalah keluh kesah mahasiswa baru di sekolah vokasi kesehatan. Buat kalian yang ingin masuk kesehatan, dengarkan baik-baik. Buat perisapan mental kalian.

Awal masuk kuliah di sekolah vokasi kesehatan, sungguh aku sangat kebingungan. Pasalnya aku masuk ke sini sekedar ikut-ikutan temen kelasku yang pengen banget kuliah di sini. But, not for me. Bagiku, sekarang aku daftar ketrima alhamdulillah dan kalau misalkan engga ya... udah gak papa juga. Pada saat pengumuman aku sungguh terkejut, pada tahap awal (tahap verifikasi berkas) aku keterima dan dia tidak. Wow! Kok bisa? Batinku. Dan terkejutnya lagi, di sekolahku hanya dua orang yang keterima. Double Wow!!

Oke, next ya. Aku gak mau bahas tentang perjuanganku masuk perguruan tinggi. Setelah kegiatan ospek kampus, atau diera sekarang biasa disebut PKKMB, aku dan teman-temanku langsung masuk perkuliahan. And you know what we wear? Kita pakai seragam cuy! Keren gak sih? Anak kuliah tapi pakai seragam. Hitam putih lagi, solanya seragamnya belum jadi. Kita baru dapat melepas hitam putih setelah satu bulan kemudian. Nah, itu yang pertama. Di sekolah vokasi kesehatan di kotaku kuliahnya pakai seragam. Ke dua, kita wajib pakai sepatu fantofel. Gak boleh sepatu kets ataupun sejenisnya. WAJIB. Inget, ya. Kecuali kalau ada praktikum, ini pengecualian.

Itu gambaran awal. Nah masuk kegiatan perkuliahan, aku kembali dibuat kaget lagi nih. Coba tebak apa?

Kita sekelas selama masa study. Tidak seperti yang kubayangkan dan seperti yang dibicarakan oleh banyak kakak kelasku. Mereka kata, kuliah itu orangnya individualis. Masuk kenal orang baru, keluar pun demikian. Tapi saat aku masuk di sini tidaklah demikian. Bahkan kami punya dosen bimbingan akademik, dimana setiap semesternya wajib bimbingan sebanyak enam kali.

Sudah dulu, ya. Nanti kalian juga bakal tau kisah kuliah di sekolah vokasi bagaimana di cerita-cerita selanjutnya. Ke depannya pasti bakal ada suka sedihnya kami kuliah di sekolah vokasi kesehatan ini.

DISOSIASI AFEKSIWhere stories live. Discover now