***
Calista masih menenangkan rasa yang berkecamuk ketika tiba di rumah Rama. Gemetar tubuhnya pun masih kentara.
Dulu Calista tak pernah begini. Dia gadis yang periang dan pantang menyerah. Semua bermula dari penolakannya melanjutkan pernikahan dengan Aditya yang menjadi awal petaka dalam hidupannya.
Hah ... membuang napas kasar, Calista mengurangi sesak didada. Dia tak ingin Rama dan Shinta menjadi khawatir dengan melihat kegelisahan setelah bertemu dengan Aditya, mantan tunangan yang telah menorehkan luka di hati Calista dan membuat trauma tersendiri dalam dirinya.
"Assalamualaikum. Rafa! Mama sampai nih," panggil Calista begitu membuka pintu.
Calista non muslim tetapi ketika masuk ke rumah Rama dia tidak segan berucap salam. Menurut Calista selain sebagai penghormatan, arti dari ucapan salam ternyata bermakna sangat dalam, saling mendo'akan intinya.
"Waallaikumsalam." Shinta membalas salam Calista berbarengan dengan Anik yang sedang menyiapkan menu makan malam. Mengetahui sang pemilik rumah di dapur, Calista menghampirinya.
Calista menghempaskan pantat di kursi kemudian menuangkan segelas air putih dan meminumnya hingga tandas. Sedikit lega menyeruak di dada.
"Kau kelihatan sangat lelah? Apa banyak pesanan hari ini?" Shinta ikut duduk di hadapan Calista.
"Ti-tidak. Ah, Iya ...," gagap Calista menjawab pertanyaan Shinta.
Shinta segera paham ada yang tidak beres dengan wanita ini. Bukan satu, dua hari mereka bersama. Awalnya mereka tidak saling dekat walaupun masih ada ikatan keluarga, tetapi kejadian penolakan Calista untuk menikah dengan Aditya membawa mereka pada hubungan yang makin erat. Jadi Shinta sangat tahu dan memahami gerak gelisah dan kegundahan wanita yang sudah ia anggap adik itu.
"Mama!" teriakan melengking memekak telinga diikuti derap langkah mendekati mereka.
Calista langsung menangkap Rafael dan membawanya kepangkuan."Hai, jagoan Mama? Bagaimana acara jalan-jalanmu dengan Ayah? Apa kau berhasil merampoknya?"
"Yayah lit Ma." Calista dan Shinta mengernyit, bingung.
"Apa uma eli ua ainan ma yayah." Rafael mencebik lucu sambil menunjukan jemarinya gerakan dada. Shinta terkekeh mendengar gerutuan lucu Rafael.
"Itu bukan dua sayang, itu lima." Calista membenarkan jemari Rafael sehingga hanya jari telunjuk dan jari tengah yang tidak ditekuk.
"Nah kalau begini dua," lanjut Calista. "Lagian tidak mungkin Ayah hanya membelikan Rafa dua mainan! Mama tidak percaya?" Calista meragukan pernyataan Rafael.
"Jangan dipercaya, dia tadi hampir memborong toko mainan langganannya. Bahkan dia susah sekali di ajak pulang dari sana," sanggah Rama yang baru keluar kamar mengejar Rafael.
Mata Calista membelalak "Oh ya?"Calista membalik badan Rafael sehingga menghadapnya. "Berarti kau berhasil merampok Ayah?" tanya Calista yang dijawab anggukan Rafael.
Calista tersenyum. "Tos dulu kalau begitu, Tosss!" Calista dan Rafael bertos ria.
Shinta ikut menahan senyum, sedangkan Rama hanya terkekeh sambil menggelengkan kepala atas kekompakan Ibu dan Anak didepannya.
"Sudah, nanti lagi bercandanya. Ayo makan malam dulu. Mbak Anik bantu Rafael duduk di kursi makan ya!" seru Shinta.
"Baik, Bu." Anik membantu Rafael duduk di kursinya.
Rama duduk di tengah meja makan itu, diapit Calista di sebelah kanan dan Shinta di sebelah kiri, sedangkan Rafael dan Anik di sebelah Calista. Mereka makan dalam suasana hangat, sesekali terdengar seruan Rafael yang tak suka lauk atau ocehan lainnya yang mengundang senyum seluruh penghuni meja makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Ra-shi ( Tamat di Kbm-app)
RomansaCalista melangkah ringan menuju unit apartment Aditya, tunangannya. Hari ini rencananya dia ingin memberikan kejutan kepada tunangannya tersebut. Senyum terus tersungging di bibirnya dan tak terasa senandung lirih sering terucap dari bibir mungil C...