Special Chapter: Beauty Is Pain

1.1K 172 17
                                    


"Tugas untuk kalian. Bentuk kelompok dengan anggota empat orang. Per kelompok akan diberi garis besar materi untuk dipresentasikan mulai minggu depan. Update tentang teknis dan detail tugas akan diinformasikan melalui grup WhatsApp." Dosen di depan sana memberi intruksi dengan jelas dan lantang. "Ada pertanyaan?"

Beberapa mahasiswa saling pandang. Sisanya tampak acuh tak acuh. Begitu dosen memutuskan menyudahi, sebagian besar mulai berkemas dan pergi. Sisanya memilih stay, salah satunya Ayasa.

"Aya?"

Satu tepukan lembut mendarat di bahu Ayasa. Cewek itu menoleh, mendapati Cindy, cewek yang sepanjang kelas duduk di sebelahnya, tersenyum. Senyum yang membuat wajah cantiknya kian sedap dipandang. Ah, pada dasarnya, Cindy memang menawan, pikir Ayasa.

"Ya?"

"Kantin?" tawar Cindy.

Ayasa menggeleng, membuat rambut keritingnya turut bergoyang. "Gue masih ada kelas."

Cindy mengangguk-angguk. Baru cewek itu ingin angkat suara lagi, terdengar seseorang memanggil namanya. Panggilan yang membuat bukan hanya Cindy, tetapi juga Ayasa, menoleh. Terlihat dua orang mahasiswi mendekat dan menyapa Cindy. Tampak akrab satu sama lain. Setelah berbasa-basi sedikit, keduanya mengutarakan maksud dan tujuan: mengajak Cindy untuk bergabung di kelompok mereka yang baru beranggotakan dua orang.

"Boleh." Cindy menerima tanpa pikir panjang. "Udah bikin grup belum? Oh, udah? Oke, oke. Undang aja. Sip, sip." Cewek itu tampak semringah ketika beralih menatap Ayasa. "Eh, Aya! Lo udah punya kelompok belum?" Cindy bertanya tanpa tedeng aling-aling.

Ayasa menggeleng. Jangankan itu, bergabung dan berkelompok dengan siapa saja dia masih tidak memiliki bayangan.

"Ikut kelompok kami aja!" ajak Cindy. Ekspresi bersemangat tercetak jelas di wajah ayunya. "Kebetulan masih kurang satu orang, nih. Gimana?"

Jujur, jika mengikuti kata hati, Ayasa ingin sekali langsung mengiakan. Dua bulan sudah berjalan sejak OSPEK selesai dan proses ajar-mengajar berjalan aktif, tetapi Ayasa masih kagok menyesuaikan diri. Orang-orang baru, suasana baru, dan lingkungan baru. Hanya satu yang tidak baru: kemampuan bersosialisasi Ayasa. Nol besar. Dua bulan sejak kelas demi kelas dimulai, dan dia belum juga memulai pertemanan.

Mengiakan ajakan Cindy akan sedikit mempermudah. Berbeda dengan Ayasa, Cindy memang lebih friendly. Humble dan mudah bergaul. Terlihat jelas cewek itu disukai banyak orang. Setidaknya, Ayasa tidak perlu bersusah payah mencari kelompok yang berujung harus berbasa-basi yang basi. Jujur saja, Ayasa payah soal itu.

Baru Ayasa ingin mengangguk tanda setuju, niat tersebut langsung urung begitu dilihatnya ekspresi dua orang mahasiswi yang barusan berbicara dengan Cindy. Muram. Terlihat tidak senang. Salah satu di antara mereka bahkan blak-blakan menepuk pundak Cindy dan meringis. Mengajak menjauh beberapa langkah dan bicara.

Entah apa yang mereka bicarakan. Ayasa tidak terlalu tertarik untuk kepo. Lebih tepatnya, menahan diri untuk tidak tertarik. Pasti tidak jauh dari keengganan sekelompok bersama Ayasa. Pasti. Ayasa berani jamin.

"Dengan atau tanpa Ayasa." Terdengar Cindy berbicara, memperkuat dugaan Ayasa kalau ini memang tentang dirinya. "Kalau lo berdua enggak mau nerima Ayasa, mending gue left aja."

"Jangan gitu, dong, Cin." Salah satu dari dua orang mahasiswi itu berusaha membujuk. "Gampang kalau nyari satu orang lagi. Entar gue ajak temen gue, deh. Kebetulan dia juga ngambil kelas barusan. Bentar, gue chat dia dulu."

"Dengan atau tanpa Ayasa." Cindy masih kekeh.

"Cin ...." Dua cewek yang berdiri di depan Cindy merengek.

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoOnde histórias criam vida. Descubra agora