Ke-2

12 0 0
                                    

Seperti biasa, setelah memasuki jam istirahat pertama, sekolah begitu ramai dan gaduh. Ada yang sedang bermain futsal di halaman depan, ada juga yang sedang bermain bola voli, dan ada juga yang sedang duduk-duduk dipelataran depan kelas, dan tidak jarang juga ada yang sedang berpacaran di kantin, dan itu sudah menjadi hal yang biasa.

"Ayo kewarung si Ibu pal?" Tiba-tiba seorang wanita berwajah bundar mengagetkanku yang sedari tadi sedang melamun memerhatikan keadaan sekolah diluar kelas.

"kesambet angin apa lu ngajak gua ke warung si Ibu? Di sana itu gak ada perempuan." Aku menimpali dengan nada bercanda dan sekaligus kaget.

Kemudian dia mendekat dan menarik tangan kananku, dan berlirih "isss, ayo,, jangan banyak omong deh."

Warung si Ibu bertempat di luar sekolah, jadi jika hendak kesana kita harus berjalan melewati guru piket dilorong sekolah dan pos security. Dan harus meminta ijin dengan sejuta alasan, dan salah satunya adalah hendak kepotocopy yang berada diluar sekloah, namun biasanya jika laki-laki lebih sulit untuk meminta ijin, karena guru piket pasti sudah tahu bahwa kita hendak ke warung si Ibu yang berada di sebelah gerbang sekolah. Warung si Ibu adalah tempat anak laki-laki yang sering di cap bandel. Ya karena di sana kebanyakan anak laki-laki yang merokok, yang entah dari mana stigma itu muncul, bahwa laki-laki yang masih sekolah kemudian meroko adalah laki-laki yang bandel.

Setelah melewati guru piket dan meminta ijin, aku dan teman wanitaku melewati lapangan futsal, cukup ramai, sepertinya sedang ada taruhan yang besar. Setelah sampai di pos security aku hanya mengonfirmasi bahwa kita sudah di ijinkan oleh guru piket hendak keluar sekolah. dari pos security warung si Ibu sudah nampak, warungnya yang hanya terbuat dengan anyaman bambu yang sudah reot, mengeluarkan kepulan-kepulan asap dari celah-celah anyamannya. Nampak jelas di dalam sana warung sedang ramai.

"Lu yakin mau kesana?" Aku coba meyakinkan.

"Iya, udah lu tenang aja, kaya gak pernah kesana aja."

Suara gaduh sudah terdengar dari luar, setelah kita sudah sampai di depan warung, kemudian si wanita yang dari tadi bersamaku, menghampiri si pemilik warung, dan bersuara "Bu kopi hitamnya dua." kemudian dia duduk dan melanjutkan "Ibu jual rokok?"

"Jual neng, mau rokok apa?" jawab si Ibu sambil membuka kotak kecil dan mengeluarkan beberapa bungkus rokok yang berbeda nama.

"Mild aja bu, dua batang."

Aku sendiri masih mematung melihat kejadian yang baru pertamakali terjadi dalam hidupku. Wanita memesan kopi dan rokok dengan tenangnya, seperti biasa saja, seperti sedang memesan kentang rebus tanpa ada rasa takut atau malu dihadapan banyak lelaki di sekitarnya. Dalam pikiranku mulai menanyakan banyak hal, wanita sejenis apa dia? Apa yang membuatnya menjadi seberani ini? Seperti apa latar belakang keluarganya? Apakah orang tuanya mendidiknya tanpa memperkenalkan agama kepadanya? Entah lah, pikiran-pikiran aneh itu sirnah seteleh ada dua kawanku yang memanggil dari dalam warung.

"Gempal? Gempal? Pal? Sini!"

"Oi.." Aku menimpali sekenanya, dan berjalan masuk kedalam warung. Dan ternyata di dalam warung sudah ramai, dan hampir semua dari anak laki-laki itu aku kenal, walau kami berbeda kelas dan jurursan.

"Parah lu Dut, gak ngajak-ngajak kalo mau kesini." Aku memulai percakapan, memecahkan keheningan dikerumunan.

Si Gendut adalah teman sekelasku yang sering menemaniku memanjat pagar belakang sekolah.

"Tadi gua udah ajak lu, lu malah diem aja di depan pintu, kaya orang lagi kesurupan." Sambil cengengesan dan melanjutkan. "Oh ternyata ini Pal, cewek yang selama ini lu incer." Anak-anak yang lain tertawa.

"Yee, enak aja lo kalo ngomong, Dut."

"Lah terus kenapa tuh anak orang lu ajak kesini, mana ngeroko lagi. Sini suruh masuk aja kedalam, nanti kalo ada guru yang liat kita semua bisa kena masalah." Kemudian teman yang lain membenarkan. "

Bener tuh pal, suruh masuk aja sini."

"Oke-oke, bentar." Aku berjalan keluar dan menghampiri si wanita.

"Jul, didalem aja yu, jangan diluar nanti ada guru liat bahaya."

"Terus ini kopinya gimana?" dia melihat kearah kopi didepannya

"Ya bawa atuh neng gelis, masa mau di biarin di situ aja, nanti malah jadi ager."

"Trus ini kopi lu gimana?" Sambil menghisap rokok, dan mengeluarkan kepulan-kepulan asap yang nampak sudah mahir seksali, "dibawa juga?"

Dengan kesal aku menjawab. "Gak, lu telen aja itu ama gelas-gelasnya."

Diapun tertawa sambil menoyor kepala gua dan berucap. "Pea.."

Setelah itu sekolah berjalan dengan biasanya, masuk kelas mendengarkan guru berbicara dan pulang. Sungguh hari yang membosankan!

●●●

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Orang Orang Yang TerabaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang