14.Ari

369 52 1
                                    

Udara  dingin sedikit tidak ramah menyapa kulit tubuhku malam ini, kemeja lengan panjang yang membalut tubuhku tampaknya tidak bisa membantu banyak. Tapi tidak dengan hati ku yang bak di selimuti kehangatan sejak singgah di rumah makan ini.

Melihat kedekatan antara mama dan Galuh tak henti-hentinya membuatku menahan senyum sumringah yang sepertinya enggan luntur dari bibir ini.  Seperti saat ini, aku sedang duduk sembari memperhatikan mereka yang sedang asik melihat kerlap- kerlip kota dan sesekali tertawa entah apa saja yang sedang mereka bicarakan.

"Lama ya mbak ndak liat ibu seceria ini ".

Celetukan Asri sedikit mengalihkan fokusku dari mereka, akupun mengangguk lalu menyesap kopi hitam yang masih penuh di gelasku.

"Iya Sri, senang rasanya bisa liat mama kembali ceria, tapi. Yaa kamu tau sendiri gak selamanya Ge disini".

Rasa sedih tiba-tiba menyelimuti, aku menelan ludahku yang tiba-tiba terasa kental. Ada yang ngilu di sudut hati. Bukan hanya tentang mama,
Tapi,
Ah entahlah...

" Mbak Ari kan bisa alasan kalo mbak Ge kuliah sama ibu atau jemput mbak Ge kalo libur"

Aku terkekeh getir.

" Rumah Galuh itu jauh sri di kota S"

"Loh, bukannya adiknya mbak Husna?"

Aku mengangguk lagi, entah tiba-tiba aku hilang selera dengan kopi yang biasanya adalah penyemangat terbaik buatku.

"Tapi dia tinggal di S, dan kesini hanya liburan"

Sontak pandangan ku langsung tertuju pada Asri saat gendang telingaku menangkap kekehan keluar dari bibirnya.

"Kok malah ketawa?"

"Keliatannya justru mbak Ari yang bakal lebih keberatan di tinggal mbak Ge dari pada ibu"

"Hah ?, Kok bisa?".

Senyum menjengkelkan terlihat jelas di wajahnya membuatku berpikir keras, bagaimana kalimat itu bisa meluncur mulus dari lisan seorang Asri.

"Wajah mbak aja, sampek buthek gitu. Wkwkw aku ini bukan anak kecil mbak, aku paham betul apa yang mbak rasakan".

Aku semakin pusing mendengar penjelasannya yang jelimet.

"Apa emang?"

Dia menatapku dalam, lalu tersenyum hangat.

"Mbak suka sama mbak Ge".

"Ngawur, kamu sri. Ndak"

Aku langsung membuang muka, bagaimana bisa dia berkata yang tidak -tidak. Bahkan sangat tidak mungkin.
Mendengar kata-katanya barusan justru membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, ada sedikit rasa gelisah yang tiba-tiba timbul dan mengusik ketenangan ku.

"Ndak bagaimana mbak?,  Ndak salah gitu.".

"Apasih sri. Kamutu ngomong apa to".

Aku mencoba mengalihkan perhatianku dengan membuka ponselku.

" Sesekali jujurlah mbak, berbagi,jangan apa-apa di pendam sendiri. Aku gapapa"

"Sriiii" aku sedikit menekan nadaku agar dia paham aku tidak nyaman dengan obrolan kami.

"Iya-iyaa, orang kok nggak berubah. Mau sampai kapan jomblo. Masak mau jadi jomblo abadi" 

Dia seperti tak punya dosa, berkata seperti itu lalu pergi menghampiri mama dan Ge.  Sementara aku, aku masih duduk mematung memikirkan setiap kata-kata yang Asri ucapkan yang seperti sedikit mencubit tenangnya hati.

Aku menyingkap lengan kemeja kiriku , memperlihatkan bekas luka yang memanjang dan cukup dalam. Luka yang kudapat sewaktu aku mendaki dulu.luka yang telah lama sembuh tapi tidak dengan kenangannya. Sebuah pertanyaan kembali terlintas.

"Apa benar aku seperti itu?

Apa selama ini aku hanya mencoba menyangkalnya?

"Ngelamun bae kak,

"Ya Allah,

Aku terkejut, dengan suara galuh yang begitu dekat di telinga , sementara dia hanya nyengir.  Ku pejamkan mata dan istighfar beberapa kali.

"Heheh maaf kak, maaf...

" Hih jitak tau rasa nanti .

"Kok jahat,

Dia mengeluarkan duck face nya yang kujawab dengan  mendelikan mata.

"Kata mbak Asri kalo kesana pemandangan nya lebih bagus kak, aku minta temenin mbak Asrinya gamau. Suruh ngajak kakak aja katanya, biar dia yang nemenin mama Riska".

Dia menunjuk kesebuah tempat taman yang cukup lapang , sedikit naik dari tempat kita duduk saat ini.

"Gak sebagus itu padahal, yaudah ayoklah kesana dari pada kamu penasaran."

Dia langsung berdiri dan mengamit lengan kananku.

"Let's go

Aku mengikutinya menaiki satu persatu anak tangga , sesampainya di atas suasana tak begitu ramai karena memang ini bukan weekend, hanya ada beberapa pasang muda-mudi. Yang duduk di beberapa kursi taman yang menghadap langsung ke pemandangan kota.

Taman ini cukup luas berbentuk persegi panjang yang di setiap sisinya di beri pagar pembatas  dengan beberapa lampu  di setiap sudutnya , di tengah-tengah taman terdapat sebuah air mancur dengan beberapa lampu menghiasinya.

Pagar pembatas yang hanya setinggi pinggang orang dewasa sehingga tak menghalangi kami untuk melihat pemandangan dengan tidak harus terlalu dekat dengannya.

"Keren...

Aku tersenyum tipis melihat wajah takjub gadis yang berdiri tepat di sampingku. Aku berjalan sedikit kedalaman , kesudut taman yang masih sangat longgar karena tidak ada pengunjung, lampu taman yang terhalang beberapa tanaman membuat tempatku berdiri sedikit gelap.

Aku bersandar di sebuah tiang penyangga yang sebenarnya aku sendiri tak tau apa gunanya. Kumasukan kedua tanganku kedalam saku untuk mengurangi hawa dingin yang semakin terasa. Bersandar seperti ini ternyata begitu nyaman.
Mataku masih awas menatap gadis yang tiba-tiba hadir di hidupku. Tangannya masih saja sibuk memegang hanphonenya dan sesekali mengambil gambar , memotret kebeberapa sudut yang ia anggap perlu untuk di abadikan.

Dia menggenakan celana jeans dengan atasan sebuah sweater berwarna putih, sepatu Converse hitam dengan rambut panjangnya yang ia biarkan tergerai. Simple tapi tetap cantik.
Dia menoleh dan tersenyum padaku memperlihatkan deretan gigi rapinya yang semakin memberi kesan manis pada paras cantiknya.

Galuh mendekat padaku dan berkata,

"Foto yuk, mumpung disini.

Aku hanya mengangguk sebagai tanda mengiyakan , aku sudah mengeluarkan tanganku agar bisa berdiri dan menuruti apa yang dia mau, belum sempat aku berdiri tegak dia sudah berbalik dan menempelkan tubuh belakang nya ketubuhku yang sontak membuat tubuhku kembali bersandar pada tiang di tambah dengan beban tubuhnya.

Aku sedikit terkejut dan memandangnya dari samping, dia tengah tersenyum sampai.

Cekrek ...

"Loh? Aku belum siap Ge....

"Tapi bagus kan.?.

Dia menunjukkan hasil fotonya dengan posisi yang tidak berubah masih bersandar di tubuhku.

Aku melihat foto yang di tunjukannya ,terlihat dia yang tersenyum sementara aku terlihat memandangi nya dari samping bahkan cenderung seperti ingin menciumnya. Wajahku memanas dan tanganku tiba-tiba kembali berkeringat.

"Jelek Ge, hapus gih...

"Gamau kak...

Dia memasukkan ponselnnya kesaku tapi lagi-lagi masih dengan posisi yang sama. Lalu dia memejamkan matanya.

"Bentar ya kak, lagi PW.   

******

(Salamjarikelingking)

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang