2

1.1K 338 13
                                    

Hari kedua

::

Lagi, entah bagaimana ini bisa terjadi. Pagi ini, suasana di daerahnya lengang. Awan mendung, udara berkabut, seperti tak ada kehidupan. Seperti Han Jisung, yang pemikirannya tengah mengatakan ia sedang berada di kota mati.

Dan juga... Di gang terakhir itu, lagi dan lagi... seorang anak kecil dengan ciri khas belandanya, melambaikan tangan kepadanya di tengah-tengah kabut hitam.

Penasaran? Tentu saja! Itu yang Han rasakan walaupun ada secuil perasaan merinding di benaknya.




"Kak, ikut aku yuk..." Mata Han seketika melebar kala tiba-tiba suara itu memenuhi rungunya. Suaranya tak besar juga tak kencang. Hanya bagaikan bisikan di rimbunnya udara kotor. Kabut maksudnya!

Menggeleng, Han Kembali memfokuskan penglihatannya pada anak kecil itu, dan lagi-lagi... Lambaian tangan ia tangkap kala melihatnya.

"Kak, ikut aku yuk! Hihihi..."

Han mulai was-was. Namun tiba-tiba, anak kecil itu pergi, berlari masuk ke dalam gang dan hilang di telan kabut. Han gegabah, tanpa aba-aba... Ia langsung mengejar anak itu dan ikut hilang di balik dinding kabut.



























































Tunggu!!!

























Apa-apaan ini?!

Kenapa anak kecil itu masuk ke dalam rumah kosong terakhir?

Rumah yang sudah bertahun-tahun tak berpenghuni dan juga tak terawat itu, menjadi tujuan anak kecil yang Han kejar.

Badannya membungkuk, nafasnya tersengal, keringat bercucuran. Dalam suasana yang tak memungkinkan seperti ini, Han Jisung masih bisa lari pagi? Aneh! Tapi itu memang nyata!

Beberapa menit kemudian, badannya kembali berdiri tegak kala nafasnya pun sudah  kembali normal.

Netranya mengedar, menatap lamat-lamat figur rumah kosong di depannya ini dengan tatapan penasaran namun aneh.

"Anak itu... Masuk kedalam rumah ini? Yang benar saja?" Batinnya berucap heran, otaknya pun ikut sejalan untuk berpikir.

Lagi pula, aneh saja rasanya kala seorang anak kecil tinggal di dalam rumah seram seperti itu... Sendirian? Besar sekali nyalinya!!










Hei! Tunggu!

Apa itu?

Dari balik jendela di lantai dua, bukankah itu anak kecil yang Han maksud?

Dan....




















































































.... Kenapa pula harus melambaikan tangannya (lagi) kepada dirinya?

 Kenapa pula harus melambaikan tangannya (lagi) kepada dirinya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


****

Untuk figur rumah aku kasih kebebasan buat kalian, terserah mau kaya gimana. Tapi kalau aku pribadi sih cocok sama figur yang di atas. Tapi! Itu cuma gambaran loh ya, biar kalian gampang ngegambarinnya.

Ok, sampai sini dulu... Babay

Die Septima | Han Jisung ✓Where stories live. Discover now