3

944 312 28
                                    

Hari ketiga

::

Pagi ini, Han tak perlu ragu-ragu lagi untuk memasuki gang terakhir itu. Karena tanpa aba-aba pun, pemuda itu langsung memasukinya walaupun kabut masih senantiasa mengerubung.

Dan benar, kala sudah sampai di tempat tujuannya. Yaitu, rumah kosong tempat huninya si anak kecil yang sejak dua hari kemarin melambaikan tangan padanya. Han langsung dihadapkan oleh atmosfer menegangkan. Dimana kabut yang menjalar semakin tebal, awan yang putih biasa berubah mendung, juga... Angin yang tiba-tiba bertiup kencang diiringi oleh Sambaran petir, membuat bulu kuduknya tak mau anteng tertidur setelahnya. Merinding!

Namun, kefokusan Han tak mau terbelah. Pemuda dengan wajah mirip tupai itu kini menetapkan penglihatannya ke arah rumah kosong di depannya... Tak ada apa-apa!

Sampai pada akhirnya...

Kriettt....

"Eh?!" Lagi! Dirinya terlonjak kaget kala tiba-tiba pintu reyot itu terbuka sendiri. Dan setelahnya, seorang anak kecil yang Han maksud, kini berdiri di ambang pintu menatapnya tanpa dosa.

Dan sekarang, Han sadar! Jikalau wajah anak itu terdapat banyak goresan juga darah kering diwajahnya. Bibir mungilnya pucat pasi, pun dengan wajahnya.

Jadi... Anak siapa dia?




"Eh?!" Ok! Pagi ini, Han akui ia memang lah orang yang mudah terkejut. Pasalnya, ketika anak itu tiba-tiba melambaikan tangannya secara perlahan pada dirinya. Pemuda itu kaget! Lantas, apa kabar dengan kejadian yang akan menimpa setelahnya?

"Kak, ikut aku yuk..." Tak seperti kemarin yang setelah mengatakan kalimat yang sama, anak itu pasti akan berlari meninggalkan Han Jisung. Namun sekarang berbeda! Setelah mengatakan kalimat yang sama, anak kecil itu berbalik badan, memasuki rumahnya dengan langkah perlahan. Bisa Han simpulkan, dari cara jalannya yang aneh, anak itu malah terlihat seperti mayat hidup.

Bisa di bayangkan bukan?

Dengan keberanian seadanya, tungkai Han bergerak, berjalan masuk ke dalam rumah kosong nan tua itu dengan perasaan was-was.

Kriettt...

Benar-benar tua sekali rumah ini, itu lah sekiranya yang ada di pemikiran Han. Pasalnya, baru satu kaki memijaki lapangnya, rumah itu langsung menghasilkan bunyi khas dari kayu yang sudah lapuk. Ya! Rumah itu memang terbuat dari kayu.

Masuk!

Dan...

Klasik!

Yap! Rumah bernuansa Belanda ini, klasik menurut Han. Seperti rumah yang di bangun dari masa-masa penjajahan. Namun... Indah? Entahlah...

Aromanya, suasananya, benar-benar mampu menghipnotis siapa saja yang sudah memasukinya. Karena, Han pun menjadi salah satunya.

"Keren..." Gumamnya tanpa sadar. Sudut bibirnya terangkat, netranya mengedar menatap setiap lukisan yang terpajang, benda-benda kuno, juga beberapa boneka porselen yang disusun rapi.

Hei! Han mulai sadar sekarang, karena pada dasarnya. Cover memang terkadang menunjukkan sisi timbal balik dengan isinya. Dan sekarang, Han setuju akan hal itu!

Netranya berpendar ke seluruh ruangan, sampai pada akhirnya... Titik fokus itu berhenti. Menetap di bagian-bagian kuno isi rumah itu.

Tungkainya melangkah perlahan, mendekat ke arah barang-barang antik itu sampai lupa dengan tujuan utama ia kemari.

"Barang-barang nya masih bagus... Isi di dalam rumah juga terawat dengan baik. Apa jangan-jangan... Rumah ini di huni selain anak kecil itu?" Monolognya sembari berpikir melankolis. Dari cara gesturnya, bisa kita lihat jikalau pemuda itu memanglah tengah berpikir sekarang. Sampai ia baru sadar akan sesuatu....
































































































"Eh?! Mana tuh bocah?!" Lonjaknya baru sadar. Tingkahnya mulai tak terkendali! Yap! Han panik. Pasalnya, niat awal ia kesini adalah untuk mencari tahu tentang anak kecil yang sedari kemarin membuat nya penasaran. Namun sekarang, kala kesempatan besar bisa ia tangkap, malah dengan mudahnya pula ia lupakan.

Suatu kebodohan terbesar bagi Han Jisung sendiri!!

"Ahhh bodoh banget sih lo Han Jisung!" Racaunya melanyalahkan diri sendiri.

serba-serbu perlakuan, gestur, kepanikan, dan kebodohan sudah ia lakukan. Bahkan, sampai kalang kabut juga gelagapan ia tunjukan tanpa sadar. Entahlah! Sebenarnya... Seberapa penting anak itu bagi Han Jisung?



























































































































































"Kak, main petak umpet yuk! Hihihi..."







































































Han benar-benar terlonjak kaget kala tiba-tiba suara itu menyapa rungunya dengan dendang yang bergema di seluruh ruangan. Pun, figur anak kecil yang sedari tadi ada di pikirannya, kini berdiri! Tepat beberapa langkah di depannya. Dengan sebuah pisau berdarah di genggamannya...













Mampus lo Han Jisung!!!

Die Septima | Han Jisung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang