Kisah 9

59 35 3
                                    


Beberapa detik kemudian, Resh menarik sebuah buku gambar dari tasnya dan memberikannya pada Saira.

"Aku cuma mau ngasih ini" katanya.

Saira menatap buku gambarnya dan mengambilnya. Lalu matanya menatap Resh heran.

"Ketinggalan di kelas" sahut Resh.

"Pantes aku cari-cari gak ada" Ungkapnya "Ya udah makasih ya" sambung Saira.

"Tadi ibu kamu ngira aku mau beli bunga. Sampe promosi semua jenis tanaman dan bunga tanpa henti" kata Resh bercerita.

Mendengarnya, Saira merasa malu sekaligus geli terhadap sikap ibunya. Dia tertawa kecil.

"Ibu emang semangat banget kalo promosi bunga. Orangnya agak grapyak jadi pembeli gak pada canggung" terang Saira memberitahu.

"Boleh kan aku lama-lama disini?" tanya Resh diiringi senyuman.

Saira mengernyitkan keningnya karena tak menyerap kata-kata Resh. Apa yang di maksud berlama-lama itu mengandung banyak makna.

Resh yang paham akan keheranan Saira melanjutkan "Aku mau belajar berkebun dan bercocok tanam, Saira"

Mata Saira membesar "Hah? Disini? Di halamanku?" tanyanya tak percaya.

"Iyah" Resh mengangguk semangat "Boleh, kan?" tanyanya lagi.

Saira terdiam menimbang-nimbang. Dia teringat larangan kak Jovin. Saira sendiri tidak tau kalau Resh akan bertamu. Untungnya sekarang kak Jov sedang tidur, tapi kalau Resh lama-lama disini Kak Jov keburu bangun dan kedua makhluk maskulin ini akan bertemu.

Saira ingin menolak tapi tidak enak.

"Gimana, Ra?" tanya Resh sekali lagi.

Saira terlihat ragu "E..eh... gimana, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Karena tak kunjung di jawab oleh Saira, Resh akan meminta ijin kepada ibunya Saira saja yang sekarang tengah berjalan ke arah mereka sambil tersenyum ramah.

Resh sontak berdiri sebelum Ibunya Saira masuk ke rumah.
"Bu" panggil Resh.

Ibu Saira berbalik. "Iya?"

"Saya boleh gak belajar berkebun sama Saira?"

"Boleh, atuh" jawab Ibu memperlihatkan kebinaran. "Saira itu seneng kalo ada teman yang mau belajar berkebun. Soalnya memang nak Resh, berkebun ramai-ramai itu lebih menyenangkan" kata Ibu.
Sedangkan Saira, dia terlihat tidak percaya diri dan tersenyum kaku mendengar penuturan Ibu.

"Ya udah atuh langsung aja ajak temennya belajar, Ra" perintah Ibu dengan logat sundanya.

Resh tersenyum lebar, sementara Saira membalas dengan tatapan datar.

"Ya udah, deh" kata Saira pasrah "Yuk, Resh" ajaknya sambil melangkahkan kaki ke halaman belakang. Resh pun mengikuti Saira.

Saira pun memulai mengajari Resh dengan mencampurkan tanah dan pupuk. Mengaduknya, memasukan ke pot hingga menimbun benih-benihnya. Saat itu, yang mereka tanam adalah bunga matahari.

"Ra, kamu tuh mubazir tau gak? Kuaci harusnya dimakan, bukan ditanam di tanah" kata Resh ingin bergurau.

Sayangnya, gurauan Resh terdengar hambar bagi Saira. Jadi, Saira tak menanggapi sama sekali. Dia fokus menimbun bibit-bibit bunganya.

Merasa tak di hiraukan, Resh hanya menarik nafas kecewa. Tapi bukan Resh namanya kalau mau mengalah begitu saja.

"Kamu sebagai seorang pekebun, tau gak beda-bedanya rasa tanah?" tanya Resh yang terdengar tak masuk akal di telinga Saira.

Terjal [Edisi Revisi]Where stories live. Discover now